Semilir angin pegunungan yang sejuk, membuatku nyaman sekaligus tercekat, harum lembut minyak wangi yang sangat kukenal membuatku berdiri mematung. Otakku berusaha secepat kilat untuk menggali memori wangi yang kurasa sangat kukenal.
Clinique.
Perempuan itupun dengan cepat berdiri tegak dan menghadapku.
"Selamat sore sayangku," kata si perempuan.
Aku pun terdiam. Tercekat. Tersenyum. Luruhlah dengkulku.
Tergelak.
"Ibu memang nakal," kataku sambil memeluk dan mencium keningnya.
Perempuan yang sudah melahirkan tiga anak untukku dan membesarkannya dengan perjuangan yang sangat berat itupun tersenyum. Dirinya cuma menundukkan kepala, memejamkan matanya dan memasrahkan keningnya kukecup dengan lembut. Temaram lampu di pinggiran kolam renang karena hari menjelang malam membuat suasana semakin mesra menghapus semua galauku.
Dan aku tak mau memikirkan bagaimana dirinya mengatur segala kemungkinan untuk datang terlebih dulu daripada diriku.
Istriku berbisik di telingaku, "Aku minta beberapa malammu. Mari kita sembunyi dari dunia. Hanya kita berdua."
"Aku minta temanku untuk mengurusi warung.  No  phone  call dari siapapun, juga dari anak-anak, kecuali  emergency".