Istriku tenang saja, walau agak jengkel karena dia tidak menjadi referensi cantik menurut si Kakak.
"Ndak apa-apa suka.  Emang Kakak sudah  nembak belum?".
"Belumlah. Malu.  Kan Kakak suka saja," katanya.
Ploooongggg. Â Nafas istriku yang tadinya agak tersengal langsung lancar lagi.
Ketika nelpon, istriku pun menceritakan padaku.  Eh malah gantian aku yang  kepo mengenai cewek yang ditaksir sulung. Istriku balik yang  gemezzz dengan aku.  Wak  wak  wak.
Beberapa bulan kemudian, sepulang sekolah, sulung curhat lagi dengan ibunya. Sulung sudah nggak  demen lagi sama cewek yang ditaksirnya. Cewek itu ternyata sudah pacaran dengan temannya.  Sulung sekarang malah suka dengan cewek yang duduk di bangku depannya. Si cewek kalau difoto yang ditunjukkan oleh sulung, berambut agak ikal, tinggi.
"Emang nggak pintar sih. Tapi masuk dia 10 besar," jelas Sulung.
Ibunya pun memainkan peran nyantai memberi nasehat, "Ya begitulah. Yang hari ini kamu taksir, bisa jadi bulan depan, tahun depan... sudah bukan lagi.  Jalan masih panjang. "
Sungguh aku bersyukur punya istri dan anak-anak yang terbuka. Walau kadang mereka  nyebelin tapi ya sekaligus  ngangenin.  Wak  wak  wak.  Aku buat anak-anak percaya padaku dan istriku karena aku berkeyakinan kami berdualah yang harus tahu kesulitan ataupun kebahagian mereka untuk pertama kalinya. Kepercayaan dari mereka itu sulit didapat dan susah untuk menjaganya.
Perpanjangan Waktu
Kembali ke gawai. Sulungku diberi gawai minimalis setelah kelas 5 SD dengan perjanjian yang ketat sekali. Adik tengahnya juga sama diberi gawai minimalis. Bungsu belum. Kelas 8 barulah sulung diberi gawai  mid end.