"Terimakasih," katanya nyaris tak terdengar sambil melepaskan jaket denimku.
Bajunya yang basah melekat ke tubuhnya membuatku terkesiap. Mukaku memerah tetapi temaram jingga menjelang malam di Tanjung Bunga menyembunyikan jengahku.
"Aku pamit. Masuklah ke dalam sebelum teman-temanmu tahu," kataku.
"Iya. Besok pagi datanglah. Kami akan ada penyuluhan di sini. Jangan lupa setelah sampai di rumah Budi, minum parasetamol," katanya menyerahkan jaket denimku yang juga basah.
Baru hendak mengengkol motor tiba-tiba dari pintu Posko, teman-teman Mesh keluar sambil berteriak, "Kok tidak disuruh masuk dulu, Mesh. Hujan. Dingin".
Aku tersenyum saja memandangi Mesh yang ternyata berjalan mundur sambil melambaikan tangan dan tertawa kecil.
Dingin yang menerjang tubuhku biasanya membuat demam dan pilek, tapi ini malah sehat-sehat saja menembus hujan sepanjang perjalanan kembali ke Pangkal Pinang. Â Demikianlah kalau lagi jatuh cinta tubuh mengeluarkan hormon kebahagiaan -- hormon dopamin, yang meningkatkan imunitas tubuh.
Kalaupun aku demam, itu pasti demam cinta. Obatnya bukan parasetamol tapi pacaran, Â eh bertemu dengan yang dicintai. Â Hiks.
Ketika beristirahat menjelang malam, lamat-lamat dari rumah tetangga terdengar lagu Teresa Tang yang membuatku menikmati bahagia berulang.
Tiba-tiba aku teringat kata-kata Gung bahwa aku dan Pramesh sangat berbeda level.
Kalau di lagu itu dikatakan bulan mewakili hatiku.Namun, untuk perasaanku kepada Pramesh mungkin lebih cocok menjadi bagai pungguk merindukan bulan,  keluhku dalam hati.