Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pesan Ibu dari Anak-anakku

22 Desember 2017   15:03 Diperbarui: 22 Desember 2017   16:50 852
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: http://beingmumma.in/2015/01/05/why-i-chose-to-have-3-children/

"Tepat waktukah?".

"Tidak. Aku sudah punya persiapan. Air dan makanan. Seperti biasa?".

Aku cuma bisa tersenyum dengan pembicaraan tadi. Itu ketika aku menelpon istriku yang akan menjengukku di Puncak Punggung Bukit Barisan Sumatra dengan menggunakan pesawat.

***

Kami memang harus berhemat sehemat-hematnya. Setelah memutuskan berhenti kerja dan bergentayangan ke mana-mana akhirnya aku memilih untuk bekerja di tanah. Menggarap lahan. Hasilnya memang masih proses.

Selama beberapa tahun ini memang istriku yang menjadi tulang punggung keluarga. Istriku hampir seratus persen yang membiayai kehidupan tiga anakku dan aku serta dirinya sendiri.

Sekolah, berbagai kursus, belum lagi hobi ketiga anakku yang  super  duper   harus diakomodir, ojek dan juga makan sehari-hari. Biaya listrik, PAM dan gas, semua diurus oleh perempuan yang dulu pernah berjalan kaki untuk kuliah selama dua bulan agar aku dapat membeli tiket untuk pulang ke rumah.

Satu yang membuatku terenyuh adalah ketika kami berdiri di ladang garapan. "Bekerjalah dengan hatimu. Nikmatilah. Jangan lupa untuk selalu bersyukur dan berdoa atas semua capaian yang telah kita capai bersama".

"Kau menyesalkah?" tanyaku.

"Aku sudah memilihmu. Aku tidak pernah menyesal hidup denganmu. Ha ha ha  kan dulu dirimu sudah banting tulang dan otakmu pun sudah jungkir balik untuk 200 halamanku".

"Itu dulu. Sekarang lain. Aku makin menghitam. Pulang ke rumah pun sebulan sekali".

"Sekarang giliranku".

"Paling penting jaga kesehatanmu. Jangan menikmati badai pegunungan*)".

"Badanku penuh sayatan**) luka karena mengeluarkan dua matamu. Kadang walau sudah belasan tahun masih pedih di sayatan. Badanku gemuk karena mengandung tiga matamu. Daripada untuk sedot lemak,  lemak untuk biaya pendidikan anak.

Kupeluk perempuan yang sudah mengandung tiga anak itu dengan lembut. Kucium jidat beningnya.

Kubisikkan ditelinganya,"terimakasih istriku. Terimakasih kau sudah menjadi ibu dan berperan menjadi bapak untuk anak-anak di rumah.  Love u."

"Oke. Aku pulang hari ini karena aku ingin menjadi istrimu. Aku juga ibu dari anak-anak".

"Satu hal pesanku. Jangan TP***). Ketahuan awas," katanya sambil jari telunjuknya menekan bibirku.

***

Tiga hari setelah kami kumpul  mencharge  kehidupan rumah tangga. Hari ini aku mengantarkan istriku ke Bandara Atung Bungsu. Pesawat itupun melesat meninggalkan Puncak Punggung Bukit Barisan Sumatra. Pesan terakhirnya terngiang di telingaku mengalahkan suara pesawat yang terbang menembus awan.

logo-kompal-baru-5a3cbb2c16835f5d956f95d2.jpg
logo-kompal-baru-5a3cbb2c16835f5d956f95d2.jpg
 *) Istilah istriku untuk perempuan di Perbukitan Sumatra yang cantik-cantik.

**) Sayatan bekas operasi melahirkan

***) Tebar pesona

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun