Duh. Jadi malu. Aku dan temanku Kuyung adalah pekerja ulang alik alias sama dengan JSM. Kami terkadang pulang larut malam dari Lahat menuju Palembang atau sebaliknya, hanya untuk menengok sang buah hati. Berpacu di jalan lintas tengah dan timur Sumatra.
Wak wak wak. Kadang jualan laku. Kadang apes cuma bisa untuk menutupi ongkos pulang.
Eh, lalu ingat ungkapan seorang teman perempuan. “Aku punya anak karena memang aku ingin punya anak. Aku ingin mendidiknya. Hidupku sudah untuk anakku. Me time. Kadang-kadang ada sih. Tapi melihatnya mukanya dan juga keisengannya pada adiknya sungguh itu sudah menghilangkan, me time.”
“Ketika aku berjuang untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Anakku pun berjuang untukku. Aku terkadang menangis di dalam hati. Dia berjuang dengan caranya sendiri, mendapatkan nilai terbaik untuk dirinya. Dia berjuang dengan bangun subuh untuk belajar,” ungkapnya.
Semua itu terwujud karena anak-anak itu dibesarkan dengan cinta. Dibesarkan dengan kasih sayang dan juga nilai-nilai kemandirian dan semangat kebersamaan. Dibesarkan dengan keterbukaan keluarga. Satu hal. “Jangan pernah meniadakan satupun dari pembentuk keluarga.”
Salam Kompasiana
Tulisan ini terinspirasi dari Fast and Furious 8
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H