Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Masuk Kekuasaan, Malah Minta Jatah Preman

13 Juni 2016   00:33 Diperbarui: 13 Juni 2016   00:46 772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika masih kuliah dulu, kami setiap malam Jumat ikut pengajian. Pengajian dalam konteks kami ini agak aneh karena kami selain membahas soal Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari juga belajar politik praktis. Yup, modalnya cuma bawa Al-Quran terjemahan Depag yang tebal dan buku Indeks Al-Quran terbitan Salman ITB –mohon koreksi kalau salah penerbitnya. Dan, isu-isu yang sedang panas baik politik lokal maupun nasional.

Dosen, mahasiswa dan juga masyarakat umum lainnya sama. Tidak ada sekat. Eh yang ngomong ini PhD lulusan Amerika loh. Nggak. Atau eh yang ngomong ini lulusan S2 dari Ohio State University loh. Apalagi ini, nggaklah dijamin. Lulusan S2 dan S3 dalam negeri juga nggak deh.

Dalam pengajian ini semua sama. Pendapatnya yang ditonjolkan bukan pendidikan, jabatan ataupun kaya, miskin. Hik. Nah, bagi mahasiswa seperti aku, selain dapat ilmu yang keren, juga dapat makan malam gratis. Hik hik hik. Bahkan, kalau nggak habis tu makanan biasanya dibawakan pulang khususnya bagi yang mahasiswa. Jadilah untuk perbaikan gizi. Ha ha ha.

Temanku bilang gini. “Kalau ikut pengajian nggak pintar-pintar. Berenti bae. Dienjuk ilmu gratis. Dienjuk makan minum gratis. Disuruh belajar masih dak pinter. Nah kelewatan nian,” kata si teman.

Ada satu yang masih terngiang dalam benakku adalah pernyataan dari teman. Si teman bilang, untuk mengubah masyarakat dibutuhkan perjuangan politik. “Masuklah, berkecimpunglah, dan warnailah sebisa mungkin. Karena dari sanalah kebijakan dan program untuk masyarakat dijalankan,” kata si teman.

Temanku ini boleh dibilang sukses, masuk menjadi DPR RI beberapa kali dan kini menjabat, mendapat jabatan setingkat menteri di Kabinet Jokowi. Programnya yang sudah dijalankan sungguh bagus. Namanya rahasia. Wak wak wak. Apalagi kalau aku kasih sebut programnya pasti Kompasianer dan pembaca tip intip akan tahu. Jadi ya tetap aku rahasiakan sajalah.

Lohlalu, apa hubungannya dengan screen shot pengumpulan KTP teman ahok di atas. Ya, aku cuma mau bilang, teman-teman Teman Ahok itu beruntung. Mereka hidup dalam alam demokrasi yang benar. Tidak seperti zaman kami dulu. Istilahnya jarum jatuh di atas gunung saja, Jakarta tahu. He he he. Kelompok-kelompok kecil untuk berbuat kebaikan bisa disebut dengan Organisasi Tanpa Bentuk. Tapi sudahlah nggak usah dibahas lagi.

Sekarang, Teman Ahok menjadi role model. Mereka anak-anak muda yang bergerak dengan aura kemerdekaan demokrasi. Mereka berasal dari berbagai macam suku, agama dan ras serta pekerjaan. Bahu membahu mengusung Ahok untuk maju melalui jalur independen di Pilkada DKI 2017.

Sepak terjang Ahok yang transparan dalam semua hal membuatnya menjadi panutan –yang nggak setuju boleh.  Ahok tak pernah bermain di dunia abu-abu. Padahal dalam politik, daerah abu-abu merupakan daerah yang paling nyaman dan menguntungkan.

Program Ahok silahkan cari di Mbah Guugle. Di kompas.com juga banyak di sub direktori megapolitan. Bisa juga baca di kompas cetak versi digital. Atau bisa juga di koran harian Kompas. Ini hanya contoh, karena dulu memang aku bersama teman-teman patungan dari kuliah, langganan Kompas Jumat karena ada sisipan Bola serta Kompas Minggu. Wak wak wak.

Di Kompasiana apalagi baik yang pro maupun yang kontra. Baik yang terang-terangan pro maupun yang malu-malu kontra, alias tulisan di paragraf terakhir kontranya. Uhuuuiii.

Anak muda yang menjadi role model ini juga berusaha transparan. Mulai dari mencukupi kebutuhan mereka sampai ke sosialisasi politiknya. Hap hap hap lalu ditangkap.

Masyarakat menangkapnya sebagai gerakan perubahan, pembaharuan. Masyarakat pun rela memberikan salinan KTP untuk Ahok agar Ahok bisa maju melalui jalur independen. Sebuah jalur genre lama gaya baru yang dilindungi undang-undang.

Oh. Begitukah. Ya ialah. Kalau masyarakat tidak menangkapnya, yakin haqul yakin, mungkin hanya sedikit masyarakat yang rela memberikan salinan KTP. Untuk jumlahnya silahkan lihat screen shot di atas dan Teman Ahok pun dengan gagah perkasa sudah berani menghitung mundur untuk mencapai satu juta KTP, lihat screen shot di bawah. 

sumber: temanahok.com
sumber: temanahok.com
Daripada ngelantur lebih jauh, aku cuma mau bilang begini. Ahok yang masuk dalam jaring kekuasaan dan memiliki kekuasaan dan kekuasaannya itu sudah memberikan warna, memberikan yang terbaik pada masyarakat Jakarta dengan program-programnya –memang tak sempurna. Dengan kekuasaannya Ahok juga cenderung menyalahgunakan kekuasaannya dengan memberantas dana siluman, menghancurkan pungli pada hampir semua sektor pelayanan publik, menghancurkan kongkalikong. Ahok justru jadi preman dengan kekuasaannya karena sering minta jatah preman untuk membangun Jakarta tanpa APBD.

Salam Kompasiana

Salam Politik Sehat

Salam dari Punggung Bukit Barisan Sumatera

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun