Mohon tunggu...
Ananto W
Ananto W Mohon Tunggu... Administrasi - saya orang tua biasa yang pingin tahu, pingin bahagia (hihiHI)

pernah bekerja di sektor keuangan, ingin tahu banyak hal

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kartini adalah Tokoh Dunia

21 April 2018   07:00 Diperbarui: 21 April 2018   08:08 1047
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Foto : Sekolah Kartini di Bogor 1915

Buku "Habis Gelap Terbitlah Terang" sudah menjadi karya klasik sehingga Proyek Guttenberg menaruh di lamannya sebagai buku yang sudah habis hak ciptanya menurut hukum Amerika Serikat.

Raden Ajeng Kartini menulis kisah hidupnya dengan bahasa yang elok, hidup, terus terang sehingga seperti keluar dari hatinya yang dalam, galau dan ingin lepas bebas. Mimpinya tinggi di balik tembok karesidenan Jepara. Sebagai seorang perempuan ia sudah menyadari ada perbedaan perlakuan terhadap jender. Adat istiadat membelenggu dengan kuat sebagai tradisi kuno yang sangat sulit ditinggalkan tetapi pada masa itu mulai berhadapan langsung dengan arus modern yang dibawa oleh pemerintah kolonial.

Perempuan dipandang setingkat lebih rendah derajatnya. Di Belanda sendiri arus kesadaran akan nasib negeri jajahan dan kebangkitan kaum perempuan sedang mendapatkan angin. 

Kartini dipingit sejak usia 12 tahun sampai dengan usia 16 tahun sesuai dengan tradisi gadis akil balig Jawa Ningrat pada masa itu. Periode itu disebut Kartini seperti dimasukkan dimasukkan ke dalam sebuah kotak. Meskipun demikian, badan yang dikekang tidak bisa mengekang pikiran yang cerdas.

Pikiran yang Bebas

Pada permulaan surat menyurat dengan sahabatnya di Belanda, Kartini muda sudah berani menyampaikan isi hati apa adanya. Ia mempunyai pandangan tentang perempuan yang dinginkannya.

Japara, 25 Mei, 1899. Saya merindukan berteman dengan "perempuan modern," yang percaya diri, bebas dan yang mengerti seluruh perasaan saya. Mereka yang bahagia, mandiri, berhati ringan serta berhati-hati meniti hidupnya, penuh semangat, hangat, bekerja tidak hanya untuk kepentingan dan kebahagiaan dirinya, tetapi untuk kebaikan kemanusiaan secara umum.

Saya menyala dengan gairah jaman baru yang mendatang dan sejujurnya mengatakan bahwa pikiran-pikiran saya dan perhatian saya bukan dari dunia pribumi, tetapi dari saudara saya yang bermuka pucat yang berjuang untuk maju di dunia Barat nan jauh.

Kartini Berjiwa Pemberontak

Dalam suratnya kepada Stella, ia menceritakan kehidupannya bersama-sama dengan saudara-saudaranya di dalam Kabupaten. Mereka berada dalam lingkungan kabupaten yang luas tetapi dihalangi oleh tembok yang tinggi dan pintu yang terkunci. Meskipun luas dan kebunnya indah, ia merasa terkungkung. Kadang ia merasakan dirinya bodoh, menempelkan tubuhnya ke tembok dan melihat di segala penjuru hanya ada tembok batu yang tinggi dan pintu mengurungnya.

Kartini mendapatkan inspirasi dari banyak buku

Selama dipingit yang membosankan itu, kenikmatan terbesar diperoleh dari membaca buku. Kakeknya termasuk seorang yang berpikiran maju dengan menyekolahkan cucunya di sekolah Belanda dan kemudian memanggil guru ke rumah. 

Ayahnya bangga dengan kepandaiannya sehingga memberikan bacaan koran locomotif dari semarang, majalah dan buku-buku dalam bahasa Belanda. Tidak hanya itu, kakaknya Kartono dan ayahnya seringkali membimbing dia ketika menemukan bagian yang sulit dipahami, Kartono adalah kaka favorit bagi Kartini. Dalam pergaulan Kartini bisa menulis dan berbicara bahasa Belanda. Kartini juga membaca buku Max Havelaar karangan Multatuli.

Kartini mendapat Sahabat yang tepat

Sahabat Kartini di sekolah adalah Belanda kecil, Letsy, anak dari kepala sekolah. Pertanyaan dari Letsy, "Mau menjadi apa kamu setelah besar?" membingungkan dan juga menarik hatinya. Salah seorang abangnya dikisahkan, yang mendengar pertanyaan itu menyela "menjadi Raden Ajeng, tentu saja."

Stella Zehandeelar, seorang Sosial Demokrat, salah seorang teman pena Kartini menjadi curahan hati. Stella mempengaruhi Kartini muda dengan pemikiran maju Eropa masa itu. Dalam salah satu suratnya Kartini mengatakan apakah engkau tahu bagaimana rasanya bila seseorang sangat menginginkan sesuatu tetapi tidak berdaya. Bila ayahnya bisa, Kartini yakin ia dan adik-adiknya sudah dikirimkan ke Belanda yang jauh dan dingin itu.

Pada surat lainnya, Kartini menyatakan betapa ia sangat menyintai Stella sehingga tidak tahu apa jadinya bila mereka dipisahkan. Korespondensi mereka berlangsung selama 1899 -1904. Setelah Kartini meninggal dr Abendanon menghimpun surat-surat itu dan menerbitkan dalam sebuah buku.

Marie Ovink-Soer disebutkan sebagai salah satu istri, mengajari puteri-puteri bangsawan itu menjahit dan membacakan cerita-cerita dalam bahasa Belanda memberikan perngaruh kepada mereka.

Orangtua Kartini memberi kebebasan

Sepertinya kita di jaman sekarang memandang orangtua Kartini itu feodal dan merugikan bagi perkembangan masa depan anak-anaknya. Kemudian ternyata bahwa pendapat itu tidak tepat. Mungkin lebih tepat bila dikatakan bahwa mereka adalah korban adat istiadat masa itu. Mereka korban jaman.

Kartini dilahirkan 21 April 1879, sebagai anak Raden Mas Adipati Sosroningrat, Bupati Jepara. Kakeknya, Bupati Demak, Pangeran Ario Tjondronegoro adalah orang yang maju dengan memberikan pendidikan Eropa kepada seluruh anak lelakinya. Kartini menggambarkan kakeknya sebagai --"bupati kelas menengah pertama di Jawa yang membuka pintunya untuk tamu dari negeri seberang lautan -- kebudayaan Barat."

Bupati Jepara bertindak lebih jauh sebagai generasi berikutnya. Ia mengirimkan anak-anak perempuannya ke sekolah bahasa untuk orang Eropa di Semarang agar mereka bisa berbahasa Belanda.

Saudari-saudari Kartini

Trio Kartini, dan dua orang adiknya Roekmini dan Kardinah merupakan ujung tombak gerakan emansipasi yang mereka cita-citakan. Kartini menjadi saudara yang paling vokal, yang mengobarkan semangat. Wafatnya yang mendadak meninggalkan cita cita yang tidak terselesaikan. 

Roekmini sepeninggal Kartini bisa meneruskan sekolah untuk perempuan yang sudah didirikan di rumah tetapi sayangnya hanya sampai 1905 ketika orang tuanya meninggal dunia. Sepeninggal orang tua itu, keluarga disuruh pindah dari kabupaten yang sudah ditinggali selama 25 tahun. Diduga, intrik di dalam bangsawan Jawa dan dengan pemerintah Kolonial menyebabkan keluarga itu terdepak. Sekolah Kartini tidak ada peminat dan dukungan lagi. 

Dari buku yang saya baca Roekmini disebutkan lebih nasionalis daripada Kartini yang lebih melawan adat istiadat. Roekmini berjasa untuk mengembangkan industri kerajinan kayu di Jepara. Roekmini (1880 -1951) yang jarang kita sebut bahkan kita kenal menjadi anggota pergerakan Budi Utomo. Ia perempuan Jawa yang waktu itu bisa memilih jodohnya sendiri. Ia pernah melamar sebagai pegawai sebuah Bank tetapi ditolak karena perempuan.

Perhatian dari Dr Abenanon

Pemerintah Belanda pada masa itu melihat pentingnya pendidikan bagi perempuan pribumi. Menteri Pendidikan dan Industri Hindia Belanda JH Abendanon menaruh perhatian terhadap pendidikan bumiputera sebagai dampak dari kuatnya dorongan politik etika dari Belanda. Kebetulan ia mendengar cerita tentang Bupati Jepara yang berpikiran maju, maka bersama isterinya ia mengunjungi Jawa.

Di awal abad 20 itu (1901) Dr Abendanon ditemui oleh Kartini dan saudari-saudarinya dalam busana Jawa yang elok. Pesona diperoleh bukan hanya dari busana itu tetapi dari kelancaran mereka dalam berbahasa Belanda. 

Dalam perjalanan hubungan mereka Kartini menyebut isteri Dr. Abendanon sebagai ibu kecil (moedertje). Dukungan dan peneguhan yang diperoleh dari petinggi Belanda dan isterinya sungguh berarti bagi penerusan cita cita Kartini. Dr Abendanon itu berjasa untuk menyimpan dan menyunting surat-surat dari Kartini sehingga bisa kita akses sampai sekarang.

Dokumentasi lebih lengkap dari tentang Kartini tidak bisa diperoleh dari almarhum meskipun pemerintah Belanda sudah berusaha. Ahli waris almarhum tidak diketahui lagi jejaknya.

Kehidupan yang Tiba Tiba Terputus

Dalam filem Kartini, disebutkan bahwa Kartini akhirnya bisa mendapat dana untuk belajar ke negeri Belanda. Seandainya hal itu terjadi maka Kartini menjadi perempuan pribumi pertama yang belajar di Belanda. Berita yang membahagiakan itu ternyata dihadapkan kepada penjodohan Kartini muda sebagai isteri ke empat dari Bupati Rembang yang 26 tahun lebih tua. Kartini dikatakan sudah lebih bisa menerima nasibnya. suaminya lulusan Belanda dam sepertinya mempunyai pikiran yang maju. Berdua selain mendirikan sekolah mereka membangkitkan usaha tenun, pencelupan kain, dan kerajinan kayu dan kerang.

Kartini memandang biaya yang sudah disetujui dikeluarkan untuk beasiswa harus dimanfaatkan. Maka ia mengusulkan untuk dicarikan penerima lainnya. H. Agus Salim dalam catatan sejarah, dan dalam filem itu, disebutkan menggantikan Kartini.

Kisah hidup Kartini berakhir dengan tragis empat hari setelah ia melahirkan anak pertama. Pada 17 September 1904 dalam usia 25 tahun.

Kartini Lambang Pikiran Perempuan yang Maju

Kita yang membaca surat-surat Kartini kiranya sudah cukup memahami bahwa keputusan presiden Sukarno untuk menetapkan Kartini sebagai pahlawan nasional tidaklah salah. Tragedi Kartini yang mati muda saja memupus, memotong lini masa cita-citanya yang luhur dan jauh ke depan.

Di Indonesia perayaaan hari Kartini menyebabkan populernya kebaya Kartini dan sanggul Kartini. Selain Indonesia, di tingkat dunia Kartini dipandang sebagai feminis, pembela hak-hak perempuan. 

Penghargaan Kartini Prize diadakan setiap tahun di Den Haag diberikan kepada perempuan asing yang memperjuangkan kesetaraan jender. Prosa  Kartini dikumpulkan dalam buku yang terkenal ke seluruh dunia Door duisternis tot licht (1911) Habis Gelap Terbitlah Terang. Terjemahan buku itu ada dalam bahasa  Arab, Jepang, Rusia, Inggris, Prancis. Nama jalan Kartini di Belanda ada di kota Amsterdam, Utrecht, Venlo dan Haarlem.

Kartini tidak salah lagi adalah tokoh dunia. 

Peringatan Kartini dilaksanakan dengan berkebaya dan bersanggul, untuk tidak mengatakan diwajibkan, dimulai pada Orde Lama. Apakah ada ide baru untuk mengubahnya seperti Kartini dan adik-adiknya yang mengubah jamannya?

Sumber utama :

Letters of A  Javanese Princess -- terj Agnes Louise Symmers

Realizing The Dreams of R.A Kartini: Her Sisters Letters From Colonial java -Joost Cote

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun