Keadaan itu tentu tidak bisa dilakukan dengan pencarian penjual miras dan menghancurkan sebanyak mungkin botol oplosan. Pendekatan itu hanya dari sisi penawaran.Â
Pendekatan dari sisi permintaan, yaitu para peminum, sepertinya masih kurang atau setidaknya perlu dipikirkan.Â
Peminum umumnya masih dalam usia produktif dan laki-laki. Keluarga yang ditinggalkannya pasti kehilangan sumber ekonomi. Peminum yang kecanduan sudah kehilangan kendali diri. Bila mereka dari golongan miskin, umumnya dikatakan begitu, maka minum oplosan itu untuk mengalihkan perhatian dari kesulitan hidup. Kaum miskin punya pandangan ke depan yang sempit (myopia). Mereka berjuang dari hari ke hari, maka menikmati saat ini seperti berpesta miras merupakan pilihan. Dampak ke depannya dipertimbangkan nanti.Â
Seperti kecanduan lain batas toleransi semakin lama semakin dinaikkan. Semakin naik batasnya, semakin tinggi sensasinya dengan akibat yang fatal juga. Kita perlu bersimpati kepada mereka yang kecanduan miras karena mereka sendiri sudah sulit untuk melepaskan diri dari kecanduan, orang lain perlu menolong. Orang lain bisa menolong. Korban yang banyak dari miras dan berulangkali menandakan ada masalah besar yang perlu menjadi perhatian pemerintah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H