Khitan atau sunat merupakan suatu tradisi, yaitu dengan cara memotong kulup (kulit luar kelamin laki-laki). Pemotongan kulup ini bertujuan agar penis menjadi bersih dan kotoran yang keluar dari saluran kemih tidak terhambat. Pada laki-laki, kulup ini sering menghambat kebersihan, karena kotoran air seni sering menempel pada kulup terutama pada bagian dala kulup dan sering menimbulkan infeksi. Nah dengan melakukan sunat maka penis menjadi lebih bersih, sehingga menjadi 'wajib' bagi seorang laki-laki.
Pertanyaannya, apakah anak perempuan harus dikhitan (disunat) sama seperti anak laki-laki?
Jika sunat perempuan yang dimaksudkan oleh orang kebanyakan adalah memotong/merusak/mengiris bagian klitoris pada wanita (memang pengetahuan tentang sunat perempuan selama ini adalah demikian), saya dengan tegas MENOLAK sunat pada wanita!
Menurut saya, perempuan TIDAK  boleh disunat (di bagian klotorisnya), apapun alasanya. Kalau memang yang diiris adalah bagian klitorisnya,  menurut saya itu bukanlah  sunat (yang biasa dilakukan pada beberapa laki2) tapi merupakan praktek mutilasi pada genital perempuan yang merugikan perempuan itu sendiri. Betul2 suatu praktek dan tindakan yang ceroboh,tidak manusiawi dan barbar serta tidak menghormati dan menghargai hak asasi perempuan untuk memperoleh kenikmatan yang hakiki.
Tuhan menganugrahi klitoris pada genital perempuan bukanlah tanpa sebab :
" Do not cut too severely as that is better for a woman and more desirable for a husband"
kalau klitoris ini disunat? bagaimana si perempuan itu bisa 'orgasme'???
Pada konteks ini, saya tidak melihat essensinya dalam praktek 'multilasi' ini. Bagi saya, itu hanya bisa memuaskan beberapa kultur/keyakinan agama tertentu yang menganut paham' wanita harus disunat' yang berbasis pada stigma dan prasangka yang negatif saja pada perempuan.
Suatu kali saya pernah melihat acara TV yang meliput sebuah kultur di suatu daerah di jawa barat, mereka melakukan ritual sunat pada bayi perempuan yang berumur sekitar 40 hari, mereka melakukan ceremoni ini dengan tujuan agar si bayi kelak jika dewasa tidak menjadi liar dan binal. Memang tidak ada silet-menyilet, tapi sang dukun menusukkan sebuah jarum pada klitoris bayi yang malang ini, si bayi pun menangis, me-ngejarrr kesakitan....., saya tidak tega dan nggak habis pikir dengan praktek yang tidak beradap ini. Menurut saya, ini bukanlah suatu kebudayaan tapi suatu kebodohan !
Saya kira,ada suatu persepsi kultur yang salah. Salah dan dosa apa yang di perbuat bayi itu hingga mereka menerima hukuman dan kutukan agar tidak menjadi "nakal" ????..... ini tidak hanya merupakan pelecehan sexual tapi kejahatan sexual yang sadis pada bayi perempuan.
Andaikan saja ada 'klitoris monolog', seperti halnya 'vagina monolog', maka dia akan berbicara mengenai estetika keindahan,kecantikan dari segi feminitas dan sexualitas serta nilai spiritualnya. Tuhan menciptakan makhluk special ini tentu tidaklah sama dengan makhluk lainya. inilah yang tidak di mengerti oleh sebagaian kaum perempuan itu sendiri, terlebih masyarakat yang masih sangat patriarchal dan berfikir "kolot".
Maka dari itu, jika ada pertanyaan : perlukah perempuan di sunat (circumsation), maka jawabanya adalah : Tidak!!!
Ulasan terkini telah menyarankan bahwa Female Genital Circumsation dapat meningkatkan risiko HIV.
Pemerintah indonesia Pada tahun 2006 telah melarang FGM. Namun praktek2 ini masih tumbuh subur di beberapa kabupaten karena alasan kultur yang nggak jelas dan mengada-ada. anehnya, praktek ini masih didukung oleh MUI setempat.
Di Barat UU sudah mulai berlaku di banyak negara untuk membuat praktek tindak pidana.. Pada tahun 2006, Khalid Adem menjadi orang pertama di Amerika Serikat untuk diproses secara hukumkarena telah  menyunat putrinya.
Al-Azhar Agung Dewan Riset Islam, otoritas keagamaan tertinggi di Mesir, mengeluarkan pernyataan yang mengatakan FGM / C tidak memiliki dasar dalam hukum Islam dan bahwa ini berbahaya dan tidak harus dilakukan ".
Pada tahun 1996, Presiden republik afrika tengah mengeluarkan Peraturan melarang FGM di seluruh negeri. Setiap pelanggaran Undang-undang diancam dengan pidana penjara dan denda 5.100 franc (sekitar US $ 8-160).
Dalam beberapa dekade terakhir, ada banyak upaya terpadu oleh World Health Organization (WHO) untuk mengakhiri praktek FGM, PBB juga menyatakan 6 Februari sebagai " Hari Internasional Zero Tolerance untuk Female Genital Mutilation ".
Berikut adalah link dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia mengenai sunat perempuan:
www.hukor.depkes.go.id/.../PMK%20No.%201636%20ttg%20Sunat%20Perempuan.pdf.
Semoga berguna...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H