Mohon tunggu...
Yogie Pranowo
Yogie Pranowo Mohon Tunggu... Freelancer -

Pria Kelahiran Jakarta 8 Juli 1989 ini sedang berusaha (terus dan terus)menyelesaikan tesis magisternya di STF Driyarkara Jakarta. Aktif di beberapa kelompok teater independen, dan saat ini sedang bekerja sebagai pengajar paruh waktu di Kalbis Institute.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Stop Female "Mutilation"!!!

13 Mei 2011   04:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:46 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Khitan atau sunat merupakan suatu tradisi, yaitu dengan cara memotong kulup (kulit luar kelamin laki-laki). Pemotongan kulup ini bertujuan agar penis menjadi bersih dan kotoran yang keluar dari saluran kemih tidak terhambat. Pada laki-laki, kulup ini sering menghambat kebersihan, karena kotoran air seni sering menempel pada kulup terutama pada bagian dala kulup dan sering menimbulkan infeksi. Nah dengan melakukan sunat maka penis menjadi lebih bersih, sehingga menjadi 'wajib' bagi seorang laki-laki.

Pertanyaannya, apakah anak perempuan harus dikhitan (disunat) sama seperti anak laki-laki?

Jika sunat perempuan yang dimaksudkan oleh orang kebanyakan adalah memotong/merusak/mengiris bagian klitoris pada wanita (memang pengetahuan tentang sunat perempuan selama ini adalah demikian), saya dengan tegas MENOLAK sunat pada wanita!

Menurut saya, perempuan TIDAK  boleh disunat (di bagian klotorisnya), apapun alasanya. Kalau memang yang diiris adalah bagian klitorisnya,  menurut saya itu bukanlah  sunat (yang biasa dilakukan pada beberapa laki2) tapi merupakan praktek mutilasi pada genital perempuan yang merugikan perempuan itu sendiri. Betul2 suatu praktek dan tindakan yang ceroboh,tidak manusiawi dan barbar serta tidak menghormati dan menghargai hak asasi perempuan untuk memperoleh kenikmatan yang hakiki.

Tuhan menganugrahi klitoris pada genital perempuan bukanlah tanpa sebab :
" Do not cut too severely as that is better for a woman and more desirable for a husband"

kalau klitoris ini disunat? bagaimana si perempuan itu bisa 'orgasme'???

Pada konteks ini, saya tidak melihat essensinya dalam praktek 'multilasi' ini. Bagi saya, itu hanya bisa memuaskan beberapa kultur/keyakinan agama tertentu yang menganut paham' wanita harus disunat' yang berbasis pada stigma dan prasangka yang negatif saja pada perempuan.

Suatu kali saya pernah melihat acara TV yang meliput sebuah kultur di suatu daerah di jawa barat, mereka melakukan ritual sunat pada bayi perempuan yang berumur sekitar 40 hari, mereka melakukan ceremoni ini dengan tujuan agar si bayi kelak jika dewasa tidak menjadi liar dan binal. Memang tidak ada silet-menyilet, tapi sang dukun menusukkan sebuah jarum pada klitoris bayi yang malang ini, si bayi pun menangis, me-ngejarrr kesakitan....., saya tidak tega dan nggak habis pikir dengan praktek yang tidak beradap ini. Menurut saya, ini bukanlah suatu kebudayaan tapi suatu kebodohan !

Saya kira,ada suatu persepsi kultur yang salah. Salah dan dosa apa yang di perbuat bayi itu hingga mereka menerima hukuman dan kutukan agar tidak menjadi "nakal" ????..... ini tidak hanya merupakan pelecehan sexual tapi kejahatan sexual yang sadis pada bayi perempuan.

Andaikan saja ada 'klitoris monolog', seperti halnya 'vagina monolog', maka dia akan berbicara mengenai estetika keindahan,kecantikan dari segi feminitas dan sexualitas serta nilai spiritualnya. Tuhan menciptakan makhluk special ini tentu tidaklah sama dengan makhluk lainya. inilah yang tidak di mengerti oleh sebagaian kaum perempuan itu sendiri, terlebih masyarakat yang masih sangat patriarchal dan berfikir "kolot".

Maka dari itu, jika ada pertanyaan : perlukah perempuan di sunat (circumsation), maka jawabanya adalah : Tidak!!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun