Mohon tunggu...
Otang Sopian
Otang Sopian Mohon Tunggu... Guru - Guru

Humoris merupakan sifat yang melekat pada diri saya, begitulah orang-orang mengatakannya. Saya memiliki hobi membaca dan menulis, berkarya melalui seni rupa dan desain grafis, dan saya juga termasuk orang yang memiliki sifat rasa ingin tahu yang besar terhadap hal-hal baru.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Memilih melalui Insting, Untung dan Enteng, Bukti Kegagalan Komunikasi Politik di Tingkat Daerah

14 Februari 2024   21:53 Diperbarui: 15 Februari 2024   06:31 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pemilihan umum  2024 berlangsung dengan tertib dan aman.   Semua masyarakat  yang mendatangi  TPS terlihat antusias. Namun, dibalik antusiasme tersebut, terdapat sekelumit permasalahan yang  terjadi di internal masyarakat pemilih. 

Kurangnya Informasi profil para Calon Legislarif dari tingkat daerah kabupaten/kota sampai provinsi. Memperlihatkan betapa lemahnya komunikasi politik yang dilakukan para caleg beserta tim sukses di tingkat daerah. Ditambah lagi dengan sikap  masyarakat yang tidak mau membuka pikiran untuk mencari tahu informasi profil para caleg tersebut, keadaan seperti ini mengakibatkan kebingungan pada masyarakat itu sendiri, pada saat mau menentukan pilihannya di TPS.

Padahal, seharusnya masyarakat sudah tahu siapa saja caleg di dapilnya masing-masing dari jauh-jauh hari. Karena, ada aplikasi yang membantu masyarakat untuk mengenal siapa saja caleg yang terdaftar di KPU,  walaupun profil para caleg di aplikasi kurang memberikan keyakinan pada masyarakat. Aplikasi yang tersedia tersebut juga tidak terpublikasikan secara efektif dan merata, sehingga  aplikasi tersebut tidak diketahui banyak orang.

Pada saat di TPS, terdapat banyak sekali obrolan ringan tentang kebingungan dan keluhan masyarakat yang mendatangi TPS, dalam keadaan bingung dengan pilihannya, tidak sedikit dari masyarakat pemilih hanya menentukan pilihan calegnya dengan cara asal mencoblos, berdasarkan nama dan gelar para caleg, padahal mereka tidak tahu siapa yang dipilihnya. Dan, ada juga masyarakat yang enggan untuk datang ke TPS, dengan alasan bingung menentukan pilihan.

 Memperhatikan kondisi masyarakat seperti itu, muncul pentanyaan dalam hati ' kenapa setiap pemilu berlangsung, dari semenjak reformasi,  masyarakat selalu dibuat bingung dengan pilihannya?', 'apakah memang benar bahwa adanya ruang komunikasi politik yang tidak efektif dalam memberi informasi para caleg di tingkat daerah?'. Apabila memang alasan pertanyaan terakhir merupakan permasalahannya, maka sampai kapanpun masyarakat akan kesulitan untuk mengetahui dan mengenal caleg dengan baik, yang pada akhirnya kesulitan juga mendapatkan wakil rakyat yang baik dan peduli terhadap rakyatnya.

Dalam keadaan masyarakat bingung dan pusing memilih siapa diantara caleg yang dianggapnya asing. Mereka terpaksa menentukan pilihannya bukan lagi karena alasan yang kuat dan sesuai dengan hati nurani. Akan tetapi, memilih karena sesuai insting, untung, dan enteng.

Pemilih yang menentukan pilihannya dengan Insting, merupakan masyarakat yang berada dalam keadaan bingung, namun  mereka masih harus berpikir untuk menentukan salah satu pilihannya. Walaupun,  pilihannya ditentukan berdasarkan perkiraan-perkiraan melalui penilaian dari Nama dan gelar caleg, photo caleg atau dengan cara mengarahkan paku secara acak.

Pemilih yang memilih karena Untung, termasuk masyarakat pemilih yang sebelumnya mendapatkan informasi caleg melalui undangan atau kunjungan caleg, dan menentukan pilihannya karena berdasarkan keuntungan yang didapatnya. Baik secara barang ataupun uang.

Pemilih yang berpedoman Enteng, banyak ditemukan ketika penghitungan suara dilakukan, terdapat surat suara  tanpa ada bekas coblosan, pencoblosan pada dua atau tiga atau lebih disetiap surat suara, atau ada juga  masyarakat yang lebih memilih  berdiam diri dirumah (tidak menggunakan hak pilihnya).

Mereka melakukan semua itu, seolah-olah seperti tidak ada beban penyesalan.

Mengutip penyataan Siti Fatimah dalam jurnalnya yang berjudul Kampanye sebagai Komunikasi Politik: Esensi dan Strategi dalam Pemilu, bahwa suatu gagasan dapat muncul karena alasan-alasan yang akan dikonstruksi dalam bentuk pesan yang dapat dikomunikasikan kepada masyarakat atau khalayak. Pesan ini akan ditanggapi dan selanjutnya diterima atau bahkan ditolak masyarakat. Mengacu pada pernyataan tersebut, kejadian-kejadian yang membingungkan masyarakat dalam memilih calon wakilnya di masing-masing daerah pilihan, mengindikasikan bahwa ketiga landasan kebijakan masyarakat dalam menentukan pilihannya berdasarkan Insting, untung dan enteng, adalah sebuah kegagalan komunikasi politik antara caleg dan masyarakat. 

Kegagalan tersebut menghasilkan informasi yang membingungkan dan menghasilkan makna komunikasi yang tidak jelas. Maka dalam konteks pemilih yang bingung dan penuh keragu-raguan, akan menghasilkan kualitas caleg  yang diragukan. Karena,  hasil pemilihannya  melalui proses keragu-raguan.

Berdasarkan  artikel dari Anugrahdwi, beliau mengutif pernyataan dari buku Psikologi Komunikasi (2021) karya Angelia Putriana, dkk, bahwa       komunikasi terjalin untuk menumbuhkan dan mempertahankan hubungan sosial yang memuaskan, baik dalam hal interaksi serta asosiasi, pengendalian dan kekuasaan, maupun cinta serta kasih sayang. 

Pada saat ini, masyarakat sebagai pemilih tidak mengetahui siapa yang akan dipilihnya, tidak mengenal bagaimana perilakunya, dan apa yang sudah diperbuatnya. Apakah dengan demikian, akan tumbuh hubungan sosial yang memuaskan?. Melihat kondisi seperti itu, kecil kemungkinan  nilai-nilai  sosial seperti itu akan mudah tercapai.

Sebagai upaya meraih harapan untuk mencapai nilai-nilai yang disebutkan didalam buku tersebut diatas, perlu melakukan proses komunikasi politik yang baik, efektif dan ramah lingkungan.  Melalui pendekatan-pendekatan yang mengarah pada sikap saling mengenal dan saling terbuka diantara caleg dan masyarakat, untuk menghasilkan komunikasi politik yang bermakna dan  bisa dipahami oleh kedua belah pihak.

Beberapa langkah komunikasi politik yang baik, efektif dan ramah lingkungan untuk membentuk masyarakat  cerdas dan selektif dalam menentukan calon pilihannya, yaitu melalui:

Sosialisasi menyeluruh melalui pemerintahan paling bawah, lebih tepatnya RT/RW-lah sebagai ujung tombak publikasi yang baik dan berkeadilan untuk mengenalkan semua  caleg yang terdaftar di dapil masing-masing. Informasi semua Caleg ini diperoleh dari informasi yang disediakan oleh kepemimpinan desa dan kecamatan. Proses ini harus menjadi rantai penghubung informasi yang cepat, tepat, dan menyeluruh, bukan hanya mempublikasikan caleg dan mengarahkan masyarakat, hanya pada salah satu caleg yang terindikasi sebagai anggota keluarga orang-orang desa dan kecamatan saja.

Peran media lokal, seharusnya menyajikan ruang bagi para caleg untuk mengenalkan profil dirinya, menuangkan gagasannya dan menginformasikan berbagai prestasinya. Melalui sarana tersebut masyarakat akan lebih mudah mengenal caleg dan memahami siapa mereka yang akan dipilihnya. Media lokal yang berperan, termasuk koran, Blog, konten kreator youtube dan televisi regional. Media ini lebih murah dibandingkan media konvensional spanduk.

Kreativitas tim sukses para caleg, di era digital sekarang ini seharusnya menjadi lebih kreatif untuk mengenalkan para caleg, dengan berbagai gagasan dan prestasinya. Publikasinya melalui media yang biasa digunakan, seperti  youtube, Instagram, tiktok atau media sosial lainnya. Pemanfaatan media ini lebih mudah, murah dan efektif menjangkau jaringan daerah pilihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun