“Terus gimana sekarang Ris?” Reni bertanya pelan. “Gak tau, saya gak tau Ren,” Risa memeluk kembali Reni. Brian yang mengajak Risa menjalin kerja sama di sebuah villa untuk menanam bibit di kebun Risa itu sukses. Waktu bibit itu sudah tumbuh dan berumur tiga bulan, pemilik kebun meminta pertimbangan untuk kelanjutan status bibit itu karena ditanam dengan sistim kerjasama. Brian sangat takut karena belum pernah sama sekali menanam bibit yang pada akhirnya benar-benar mau tumbuh.
Brian yang sudah melakukan studi banding ke berbagai tempat akhirnya melayangkan intruksi kepada Risa sebagai pemilik kebun. Risa disuruh mentralkan kembali kebunnya dari bibit yang pernah ditanam Brian, Brian beralibi kita belum saatnya merawat bibit ini. Bibit ini terlalu dini tumbuhnya, bisa menimbulkan perdebatan para ahli.
Berdasarkan ilmu yang didapat Brian selama studi banding, akhirnya bibit bisa dinetralisir secara paksa dari kebun Risa. Risa menuntut untuk ganti rugi karena kebunnya sudah diacak-acak untuk bibit tanaman yang digagalkan untuk tumbuh. Risa memberanikan diri menyampaikan itu ke Ayahanda Brian.Responnya sangat tidak masuk akal, sangat membuat hati seorang pemilik kebun yang kebunnya diacak-acak kecewa. “Kalian kan menjalin kerjasama, ya sudah kalau sudah diakhiri kerjasamanya,” kata Ayahanda Brian dengan enteng.
Memang suka begitu sikap orang yang sudah bisa menyelenggarakan anaknya mandi uang. Suka sewenang-wenang sama anak orang yang setiap hari mandi keringat. Mentang-mentang juragan minyak, bisa nimbun banyak terus naikin harga dengan enak. Jelas enak, kalau sudah dilindungi dengan payung lapis baja anti saingan. Pasti pas sudah saatnya diubah menjadi pasti naik.
Semua itu sudah terjadi, bibit yang harusnya tumbuh harus dipaksa binasa. Risa merasa berdosa sekali dengan itu semua. Mendegar cerita Risa, sejak saat itu pun Reni sangat merasa bersalah kepada sahabat baiknya. Reni merasa menjadi sahabat yang gagal, tidak mampu memberikan petunjuk ke arah mata angin yang benar. Reni memang mengetahui Brian sering membonceng perempuan ke tongkrongannya di vape store. Reni enggan memberi tahu Risa karena dia tidak mau membuat sahabatnya kecewa. Risa sudah pasrah dengan apa yang terjadi dengan kebunnya. Dari cerita Risa waktu itu di kamarnya, membuat Reni membayangkan sosok laki-laki berkumis tebal, Bapaknya. “Mungkin ini arti dari semua itu,” kata Reni dalam hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H