Keempat, urutan kata atau frasa “DM” dan “MD” (Diterangkan Menerangkan – Menernagkan Diterangkan); seperti frasa “Labil ekonomi”. Kata “labil” adalah kata sifat, kata “ekonomi” adalah kata benda. Dalam struktur bahasa Indonesia, kata sifat berada setelah kata benda. Jadi seharusnya “ekonomi labil”.
Belum selesai dari kram perut karena ngakak sampai tamak, video lain saat pria ini menyampaikan pidato berkedok kampanye pencalonan Pilkades (?) pun tersaji. Dan kali ini lebih ajaib; berbahasa Inggris:
“My name is Hendrianto. I am froms the birthday in Karang Asih, Karang Asih City. I am have to my mind. I am get to the good everything . if wanna come to invest. . . .to my place. America, Europa, and everything Japanese and Asia. I am ready for the dewrrr (?) I wanna give to the fresh and glory to my. . . to my people. Its in Indonesia satu. Karang Asih yang maju, cerdas, dan berakidah.”
Oh My, what the heck?!
Bahkan Google Translator pun tak bisa menyamai keintelektualitasannya (?). Sekali lagi, benarlah kata Paulo Coelho, "Saya tak yakin, sekalipun penghuni satu jagat raya ini berbicara dengan bahasa yang sama, maka komunikasi akan baik-baik saja."
Sebenarnya tidak masalah Vicky ingin berbahasa mana pun, sekacau apa pun (terlepas dari benar tidaknya dia pernah S3 di Amerika ya :D), tapi akan sangat terdengar bermasalah dan menjadi bahan bullying khalayak jika dibarengi dengan gayanya yang terlihat sengak (atau gayanya memang sudah alami begitu?).
Entah Vicky yang keterlaluan atau khalayak saja yang terlalu membesar-besarkan. Tapi, fenomena “melakukan atau mengucapkan sesuatu tidak pada tempatnya” bukan hanya dilakukan Vicky saja saya kira. Kenyataannya, kita pun sering berbuat atau berucap tidak pada tempatnya, sembarangan. Iya gak, sih?!
Alih-alih ingin dianggap intelek malah jatuhnya norak :[
Barangkali, pesan moral dari fenomena ini adalah: sah-sah saja berbahasa “melangit”, tapi alangkah bijaknya jika dibarengi dengan hati yang “membumi”. Sebab seringkali hanya ada batas tipis di antara kedunguan dan kecerdasan. Dan batas tipis itu bernama:
NJELIMET!
Tapi tapi tapi, fenomena kosakatasime yang dijunjung tinggi oleh Aa Vicky ini begitu menggelegar ya. Tak apa, deh, sebagai panggung hiburan dari kestresan yang melanda jiwa. Sekalian menggeser statusisasi keeksisan bahasa alay.