Mohon tunggu...
Oswaldus Mbawo
Oswaldus Mbawo Mohon Tunggu... Petani - Menjelajahi dunia melalui tulisan

Kebahagianmu tidak ditentukan oleh orang lain, tetapi oleh dirimu sendiri. Apa yang kamu lakukan hari ini tentu untuk menentukan kebahagian masa depanmu.

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Budaya Pola Makan Lampung

5 Desember 2019   21:17 Diperbarui: 5 Desember 2019   21:18 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masyarakat Lampung, mereka sangat mempercayai bahwa kalau ingin makan sebaliknya tidak sendirian. Karena mencicipi masakan seruit tak ada hasilnya jika tidak dinikmati oleh teman-teman ataupun banyak orang. Ada sebuah mitos yang dipercayai yakni, "jangan makan seruit sendirian". Seruit berarti alat untuk menangkap kura (jebakan), dimana seuit itu sendiri akan memiliki kaya rasa namun lebih dominan pedas. Menurut penelitian Zainuddin 2011, mengatakan bahwa rasa seruit yang pedas akan membuat beberapa orang menjadi kewalahan dan mengalam seruit atau jebakan, maka di sinilah keseriusan makan seruit. Perlu kita ketahui bahwa seruit bukan hanya sekedar makanan. 

Namun, seruit adalah lambang yang menegaskan kebersamaan. Kebersamaan ini dikayuh berabad-abad, sehingga proses akulturasi budaya berlangsung mulus. Seruit adalah makanan khas provinsi Lampung, yaitu masakan ikan yang digoreng atau dibakar kemudia dicampurkan dambel terasi dan tempoyok. 

Tempoyok adalah makanan yang hasli fermentasi dari buah durian atau manga. Seruit akan terasa lebih nikmat, jika disantap bersama nasi, ikan pindang, sambel terasi dan serbat. Serbat adalah jus minuman yang terbuat dari buah mangga. Jenis ikan lainnya adalah ikan air tawar seperti belida, buang, layis dan lain-lain

Masyarakat Lampung memiliki pengeolahan dan cara makan seruit yang unik yakni, ada beberapa tahap yang harus dilakukan untuk membuat seruit pada umumnya. Prosesnya adalah ikan yang sudah disediakan terlebih dahulu. Bagi masyarakat Pepanda yang tinggal di pinggir sungai, menggunakan ikan yang berasal dari sungai seperti ikan patin, belida dan lainnya. Masyarakat Lampung Sai Batin menggunakan ikan hasil tangkapan laut seperti tomkol, gurame dan mas. Kemudian ikan dibumbui dengan bumbu yang sudah dihaluskan. Bumbu-bumbu itu, yakni bawang putih, garam, kunyit, dan jahe.

Setelah itu, ikan pun dibakar selama kurang lebih sekitar sepuluh menit. Saat sudah setengah matang, ikan diolesi dengan kecap manis dan campuran bumbu dari bawang puti, garam, dan ketumbar. Sementara sambel untuk campuran seruit bisa berupa sambel tempoyak, sambel mangga dan sambel terasi itu sendiri. Olahan sambel terdiri dari cabai merah, cabai kecil, garam, rampai dan terasi. 

Campuran terasi atau belacan untuk seruit di tiap-tiap daerah itu berbeda, seperti terasi udang dan terasi ikan. Namun kebanyakan yang digunakan adalah terasi udang atau rebon yang telah dibakar terlebih dahulu dan bahan sambel ditumbuk halus, ditambahkan dengan tempoyak (derun fermentasi) atau mangga, adapun beberapa jenis bahan yang ditambahkan, yakni lalapan (daun kemangi, terong bakar, jengkol, dan daun jambu). Inilah bahan tambahan yang kemudian dicampurkan dan diaduk menjadi satu, dan seruit pun siap dinikmati dengan nasi hangat secara beramai-ramai.

Dari ulasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa Nyeruit bisa dilakukan berdasarkan tempat, cara makan, dan alat makan antara lain: Tempat Nyeruit hanya dapat dimakan ketika ada acara keluarga, acara pernikahan, syukuran, dan acara adat. Nyeruit sangat terikat pada waktu, sebab harus dilakukan saat itu dan tempat itu juga. Artinya, Nyeruit tidak disediakan di restoran lokal. Sehingga tempat untuk menikmati seruit sangat terbatas. 

Perlu diketahui bahwa cara makan Nyeruit biasanya dilakukan bersama-sama keluarga besar, maupun keluarga inti yang dilakukan beramai-ramai, karena menurut masyarakat Lampung memakan seruit tidak terasa nikmat jika dilakukan sendirian, tetapi dengan rasa seuitnya yang ramai dan ditambah pedas, asam, dan asing seruit. 

Biasanya alat makan Nyeruit tidak dipakai seperti alat makan sendok, garpu, pisau, piring, tanpa duduk di atas kursi dan makanan tadak dihidangkan di atas meja, karena Nyeruit umumnya makan seruit dilakukan hanya menggunakan daun pisang dan satu wadah kuning atau mangkok berukuran besar.

Fr. Fidelis Solilit

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun