Dalam pengertian nasi pada umumnya berasal dari beras putih. Beras dihasilkan dari bulir-bulir tanaman padi yang telah matang. Dalam bahasa Latin padi adalah Oryza Sativa. Beras adalah biji kecil dari jenis rerumputan tertentu yang dimasak dan dimakan sebagai makanan pokok di Indonesia. Bentuk beras padi ini, yaitu berbulir panjang (Cambridge Dictionary). Kenyataannya, nasi dimakan oleh sebagian besar penduduk Asia sebagai sumber karbohidrat utama dalam menu setiap hari.Â
Nasi sebagai makanan pokok yang biasanya dihidangkan bersama lauk sebagai pelengkap rasa dan untuk melengkapi gizi seseorang. Nasi dapat diolah lagi bersama bahan makanan lain menjadi masakan baru, yang cara masaknya dengan diberikan beberapa bumbu, seperti nasi goreng atau nasi kuning. Dengan demikian, nasi bisa dikatakan makanan pokok bagi masyarakat di Asia, secara khusus di Asia Tenggara Indonesia.
Bagi masyarakat Lampung, nasi yang dihidangkan bersamaan dengan seruit yang terbuat dari padi yang berasal dari sawah atau ladang. Diketahui bahwa sejak keberhasilan bangsa Kolonial dalam program Trasmigrasi yang membuat masyarakat Lampung lebih banyak menanam padi sawah, sampai saat ini kebanyakan masyarakat Lampung telah menggunakan beras padi sawah. Maka tidak heran apabila penduduk di Lampung lebih banyak yang menggarap sawah dari pada berladang.Â
Meskipun demikian, padi ladang tetap disukai oleh masyarakat Lampung. Karena beras padi ladang enak dan harum bila dibandingkan dengan beras padi sawah pada umumnya. Hal ini telah dibuktikan melalui sebuah penelitian yang dilakukan oleh Nurdin tahun 2008. Ia hendak mengatakan bahwa masyarakat Lampung memiliki suatu kebudayaan yang menyingkapi berbagai jenis makanan, namun nasi dan seruit menjadi pola makan masyarakat Lampung.
Budaya makan merupakan suatu pola yang sudah ada di masing-masing daerah atau sudah ada di belahan bumi ini. Artinya, setiap daerah memiliki ciri khas makanannya masing-masing. Sehingga sudah ditentukan kapan makan, apa yang akan dimakan dan sebagainya. Seperti yang dilihat pada pola makan masyarakat Lampung dengan menggunakan seruit. Dalam masyarakat Lampung dikenal dua seruit, yaitu orang Lampung Pe padun dan Sai batin.Â
Kedua Seruit ini, memiliki cara yang berbeda. Kita tidak dapat memaksakan seseorang untuk menggunakan apa yang ada pada budaya kita, dengan memakan makanan yang tidak ada pada daerah kita. Misalnya, orang Lampung tidak bisa menggunkaan nyeruit babi, tetapi harus nyeruit ikan. Berdasarkan artikel yang penulis baca, menceritakan mengenai cara dan pola makan orang Lampung berdasarkan budaya dan adat-istiadat yang ada pada mereka. Nyeruit adalah salah satu kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Lampung secara khusus dalam keluarga.Â
Artinya, acara makan nyeruit merupakan hal yang sangat unik. Mengapa unik? Karena salah satu bentuk kedamaian dalam keluarga. Acara makan nyeruit dapat mengumpulkan keluarga. Â Suatu budaya dalam keluarga yang sudah tertanam di dalam diri setiap anggota keluarga. Sehingga, acara makan nyeruit cara untuk berdamai dapat menghilangkan kemarahan kepada anggota keluarga.
Seorang penelitian Foster dan Anderson tahun 2006 mengatakan bahwa dalam budaya makan memiliki arti simbolik yang mencerminkan hubungan-hubungan psikologis di antara makanan, dengan presepsi kepribadian dan keadaan emosional. Menurutnya, makanan memiliki arti asam, manis, dingin, hangat, keras, empuk, segar, kuat, yang memiliki sifat watak manusia.Â
Bagi orang Lampung, makan dapat diartikan sebagai ungkapan kasih sayang dan persahabatan bagi orang yang kesepian (hungry of love). Makanan memberikan simbol-simbol dalam bahasa yang secara implisit hanya orang-orang tertentu dapat mengetahuinya. Misalnya, orang yang memasak makanan terlalu banyak garam, dinilai bahwa orang itu ingin menikah dan membuat masakan terlalu pedas artnya orang itu sedang marah. Sama seperti seorang perempuan yang membuat sambal Seruit jika Ulekan-nya halus, artinya orang itu masih gadis.
Bagaimana dengan tradisi Nyeruit itu sendiri dalam masyarakat Lampung? Tradisi ini merupakan bagian dari budaya. Tradisi dan budaya menghasilkan dihasilkan oleh karya manusia, dalam perwujudan ide, nilai, norma, dan hukum, sehingga keduanya merupakan dwitunggal.Â
Masyarakat Lampung adalah masyarakat yang gemar untuk berkumpul dan bersilaturami, baik antara keluarga maupun antar tetangga. Mereka berkumpul di acara pernikahan, acara adat, atau acara keagamaan. Sehingga tidaklah berlebihan sebagian masyarakat beranggapan nyeruit buka saja sekedar makanan, melainkan bagian dari tradisi dan kebudayaan. Di mana dijadikan sebagai ajang silaturahim, karena nyeruit dapat menumbuhkan nilai kebersamaan antar anggota keluarga dalam masyarakat Lampung.Â
Masyarakat Lampung, mereka sangat mempercayai bahwa kalau ingin makan sebaliknya tidak sendirian. Karena mencicipi masakan seruit tak ada hasilnya jika tidak dinikmati oleh teman-teman ataupun banyak orang. Ada sebuah mitos yang dipercayai yakni, "jangan makan seruit sendirian". Seruit berarti alat untuk menangkap kura (jebakan), dimana seuit itu sendiri akan memiliki kaya rasa namun lebih dominan pedas. Menurut penelitian Zainuddin 2011, mengatakan bahwa rasa seruit yang pedas akan membuat beberapa orang menjadi kewalahan dan mengalam seruit atau jebakan, maka di sinilah keseriusan makan seruit. Perlu kita ketahui bahwa seruit bukan hanya sekedar makanan.Â
Namun, seruit adalah lambang yang menegaskan kebersamaan. Kebersamaan ini dikayuh berabad-abad, sehingga proses akulturasi budaya berlangsung mulus. Seruit adalah makanan khas provinsi Lampung, yaitu masakan ikan yang digoreng atau dibakar kemudia dicampurkan dambel terasi dan tempoyok.Â
Tempoyok adalah makanan yang hasli fermentasi dari buah durian atau manga. Seruit akan terasa lebih nikmat, jika disantap bersama nasi, ikan pindang, sambel terasi dan serbat. Serbat adalah jus minuman yang terbuat dari buah mangga. Jenis ikan lainnya adalah ikan air tawar seperti belida, buang, layis dan lain-lain
Masyarakat Lampung memiliki pengeolahan dan cara makan seruit yang unik yakni, ada beberapa tahap yang harus dilakukan untuk membuat seruit pada umumnya. Prosesnya adalah ikan yang sudah disediakan terlebih dahulu. Bagi masyarakat Pepanda yang tinggal di pinggir sungai, menggunakan ikan yang berasal dari sungai seperti ikan patin, belida dan lainnya. Masyarakat Lampung Sai Batin menggunakan ikan hasil tangkapan laut seperti tomkol, gurame dan mas. Kemudian ikan dibumbui dengan bumbu yang sudah dihaluskan. Bumbu-bumbu itu, yakni bawang putih, garam, kunyit, dan jahe.
Setelah itu, ikan pun dibakar selama kurang lebih sekitar sepuluh menit. Saat sudah setengah matang, ikan diolesi dengan kecap manis dan campuran bumbu dari bawang puti, garam, dan ketumbar. Sementara sambel untuk campuran seruit bisa berupa sambel tempoyak, sambel mangga dan sambel terasi itu sendiri. Olahan sambel terdiri dari cabai merah, cabai kecil, garam, rampai dan terasi.Â
Campuran terasi atau belacan untuk seruit di tiap-tiap daerah itu berbeda, seperti terasi udang dan terasi ikan. Namun kebanyakan yang digunakan adalah terasi udang atau rebon yang telah dibakar terlebih dahulu dan bahan sambel ditumbuk halus, ditambahkan dengan tempoyak (derun fermentasi) atau mangga, adapun beberapa jenis bahan yang ditambahkan, yakni lalapan (daun kemangi, terong bakar, jengkol, dan daun jambu). Inilah bahan tambahan yang kemudian dicampurkan dan diaduk menjadi satu, dan seruit pun siap dinikmati dengan nasi hangat secara beramai-ramai.
Dari ulasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa Nyeruit bisa dilakukan berdasarkan tempat, cara makan, dan alat makan antara lain: Tempat Nyeruit hanya dapat dimakan ketika ada acara keluarga, acara pernikahan, syukuran, dan acara adat. Nyeruit sangat terikat pada waktu, sebab harus dilakukan saat itu dan tempat itu juga. Artinya, Nyeruit tidak disediakan di restoran lokal. Sehingga tempat untuk menikmati seruit sangat terbatas.Â
Perlu diketahui bahwa cara makan Nyeruit biasanya dilakukan bersama-sama keluarga besar, maupun keluarga inti yang dilakukan beramai-ramai, karena menurut masyarakat Lampung memakan seruit tidak terasa nikmat jika dilakukan sendirian, tetapi dengan rasa seuitnya yang ramai dan ditambah pedas, asam, dan asing seruit.Â
Biasanya alat makan Nyeruit tidak dipakai seperti alat makan sendok, garpu, pisau, piring, tanpa duduk di atas kursi dan makanan tadak dihidangkan di atas meja, karena Nyeruit umumnya makan seruit dilakukan hanya menggunakan daun pisang dan satu wadah kuning atau mangkok berukuran besar.
Fr. Fidelis Solilit
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H