Menurut Jonathan Heath, ciri khusus dimana pendidikan Kristen memang benar-benar Kristen, yaitu:
Adanya filosofi pendidikan Kristen, dengan fokus utama dari pendidikan Kristen adalah Tuhan, concern terhadap hal-hal yang kekal dan dipandu oleh bimbingan Roh Kudus. Perbedaan khas ini dapat tercermin dalam lingkungan masyarakat sekitar, di dalam kelas, dan dari kurikulum.
Adanya engaging curriculum, dimana kurikulum melibatkan semua murid, membantu murid berkembang, mengungkapkan kebenaran Allah, fokus untuk menyembah Tuhan dan adanya interagrasi Alkitab pada semua bidang.
Guru
Guru merupakan seseorang yang pekerjaannya adalah mengajar. Namun dalam pendidikan Kristen (Sekolah Kristen), tugas guru lebih dari sekedar mengajar saja. Guru haruslah orang-orang yang berkomitmen menjadi pengikut Kristus (sebelum membantu murid-muridnya juga  menjadi pengikut Kristus) yang mengajarkan dan memimpim dari sudut pandang alkitabiah yang terintegrasi. Maka seorang guru haruslah (a) mengikuti model Kristus dalam setiap pengajaran dan bimbingan, (b) mencerminkan dan mendukung misi sekolah dan nilai-nilai intinya dan (c) mengerti dan berpusat pada pencapaian visi sekolah dan hasil-hasil yang diharapkan[4].Â
Guru seringkali dimetaforakan sebagai gembala, mentor, pelatih dan konselor. Guru membimbing murid-murid mengembangkan talenta mereka untuk memenuhi panggilan hidup mereka, menjadi murid-murid Kristus yang kompeten, penuh penilaian dan responsif.Â
Murid merupakan orang yang diajar atau yang dididik oleh guru. Dalam Alegory yang disampaikan Tuhan Yesus dalam Lukas 14:12-14[5] proses invitasi belajar mereka berisi suatu perintah yaitu mengundang mereka yang mempunyai kebutuhan-kebutuhan tertentu ke pestanya.Â
Brummelen (2011:216)[6] mengatakan bahwa tiap murid adalah manusia yang diciptakan Allah dalam gambar dan rupa-Nya, mereka diberi talenta unik. Semua murid mampu memberikan kontribusi kepada komunitasnya ketika mereka menggunakan talentanya masing-masing.Â
Namun guru berasal dari generasi yang berbeda dengan murid sehingga menimbulkan adanya gap generasi. Baik generasi guru maupun generasi murid masing-masing memiliki bahasa, nilai dan pandangan hidup yang berbeda yang terbentuk dari kondisi sosial, ekonomi dan politik pada saat mereka lahir dan berkembang. Seringkali timbul permasalahan akibat gap generasi ini seperti penggunaan teknologi, metode mengajar, pendekatan pedagogi, dll.Â
Seperti Yesus yang berinkarnasi menjadi manusia dan mati di kayu salib sehingga dapat menyelamatkan manusia dari hukuman kekal akibat dosa, guru pun harus dapat flexible dan resilient menghadapi generasi murid yang dididiknya. Gurulah yang harus menyesuaikan diri dengan murid.
Daftar Pustaka