Dengan dan melalui pikiran, kita dapat memahami perasaan kita dan mengetahui sesuatu yang jauh dari diri kita. Kita merasa nyaman terkadang bukan perasaan yang menentukan kenyamanan itu, tetapi pikiran kita yang menentukan.Â
Ketika kita berpikir bahwa kita akan nyaman dalam satu situasi, sekalipun  situasinya kacau kita akan tetap nyaman. Sebab pikiran kita menguasai situasi dan keadaan bukan keadaan- situasi yang menguasai kita. Lalu bagaimana dengan perasaan? apakah perasaan tidak memiliki peran dalam dimensi manusia? Â
Perasaan memiliki peran yang sangat baik, jika perasaan tidak memiliki peran dalam diri manusia maka manusia akan menjadi abstrak mengapa? Sebab manusia tersusun dari badan dan jiwa.Â
Ia dapat berpikir dan melakukan sesuatu, namun semua terasa biasa-biasa saja sebab badan menguasainya. Â Mengapa demikian? Karena ia lebih mengutamakan sisi manusiawinya dibandingkan dengan jiwa yang adalah roh dari rasa itu sendiri.
Perasaan adalah jiwa manusia. Ia membentuk seseorang untuk peka terhadap segala sesuatu yang ada. Baik itu yang dekat dengan dirinya maupun yang jauh darinya.Â
Ia pada satu kesempatan mengikuti apa yang dipikirkan namun pada satu situasi ia menimbang kembali apa yang dipikirkan. Konsep seperti ini, ingin mengatakan kembali bahwa manusia pada umumnya belum sepenuhnya mengerti dengan rasa atau perasaan dari dirinya sendiri. Dengan kata lain ia belum mampu mengolah perasaannya sehingga ia dikatakan manusia yang kurang matang.Â
Hal ini tentu berbeda dengan konsep pikiran. Manusia sangat cepat mengolah pikirannya dengan setiap penemuan baru dan ia dapat mengetahui bagaimana hal-hal baru yang ia temukan dapat memberikan keuntungan bagi dirinya.Â
Ia mampu menganalisis setiap permasalahan dengan bantuan pikiran yang luar biasa dan ketika ia berpaut pada satu penemuan ia akan memfokuskan diri pada hal-hal tersebut sehingga pada akhirnya ia kembali disebut sebagai manusia egoistis. Ia tidak peduli lagi dengan siapa yang ada didekatnya dan siapa yang membutuhkan dirinya.
Kita dapat melihat contoh manusia di zaman milenial ini. Ada sekian banyak  manusia di bumi pertiwi yang begitu pintar hampir setiap jam, menit bahkan detik mereka mampu mengetahui, mengenal dan menemukan sebuah inovasi baru. Sungguh menjadi sebuah kebanggaan besar bagi dunia yang telah menemukan dan memiliki orang-orang seperti ini.Â
Namun yang menjadi kendalanya adalah mereka tidak dapat mengetahui, mengenal dan menemukan siapakah manusia lain yang sedang susah dan membutuhkan pertolongannya. Ketika melihat realita seperti ini, kita dapat bertanya dimensi manusia manakah yang harus disalahkan. Pikiran (akal) atau perasaan(jiwa) yang adalah budi dari manusia itu.Â
Kita tidak dapat menyalahkan keduanya. Sebab keduanya adalah satu dalam satu dunia yang utuh. Jika satu disalahkan maka keduanyapun salah. Oleh karena itu yang patut diperhatikan adalah menyelaraskan keduanya menjadi satu ikatan yang tidak pernah terputuskan.Â