Kamis, 29 Agustus 2024, di Manado, Tomohon, Bitung serta seluruh Sulawesi Utara (Sulut) diguyur hujan sepanjang hari.
Sulut, seperti daerah lainnya di negeri ini, sedang memulai  pesta  demokrasi tingkat daerah. Hujan ini tidak menyurutkan pesta politik, yakni pendaftaran para orang-orang yang dicalonkan atau mencalonkan diri untuk berlaga dalam pemilihan kepala daerah untuk menjadi gubernur, bupati dan walikota (Pilkada).
Tapi, pesta ini juga dibayangi "rasa sakit hati" para petani cengkeh, pala dan kopra.
Kerumunan orang (massa) dengan berbagai kostum, lambang, yel yel dan suara musik serta suara lagu/nyanyian penyemangat bukan hanya bergema di muka kantor-kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) tapi juga di jalan-jalan raya.
Jalan raya utama kota bunga dan kota tujuan wisata, Tomohon, ditutup secara resmi karena penuh dengan massa pendukung pasangan calon walikota dan walikota bernama Karl Senduk (PDI Perjuangan) dan Sendy Rumajar (Gerindra).
Disusul massa pendukung pasangan Miky JL Wenur dan Cherly Mantiri (dari calon Partai Golkar, Nasdem dan PSI). Dua hari sebelumnya  telah mendaftar pendukung pasangan calon independen Wenny Lumentut dan Michael Mait.
Sementara di Manado, ibukota Provinsi Sulawesi Utara, Kamis itu, hampir di setiap sudut kota dan jalan-jalan raya serta dari mal sampai di warung-warung kopi penuh orang yang berkumpul merayakan para calon Gubernur dan Walikota yang mereka dukung.
Di kota ini yang mendaftar adalah pasangan Wakil Gubernur petahana Steven Kandouw dan Letnan Jenderal TNI (Purnawirawan) Â Alfred Denny Tuejeh (mantan Pangdam XIII/Merdeka 2021 - 2023).
Saya mendekati salah kerumunan orang pendukung tokoh-tokoh mereka yang mendaftarkan untuk mengikuti pemilihan gubernur, bupati dan walikota.
Sebelum mendekati kerumunan saya menduga, mereka membahas tentang masalah politik berkaitan dengan pendaftaran peserta pemilihan umum kepala daerah (Pilkada). Ternyata mereka sedang membahas soal harga cengkeh.