Saat ini dibagian selatan Sulawesi Utara sementara panen atau pete cingke. Sedangkan bagian tengah dan utara provinsi ini sudah selesai panen.
Saya mencoba bergabung ikut bicara dengan kerumunan orang itu. "Waduh saat ini aroma harum cengkeh sementara semerbak di Sulawesi Utara ini," kata saya kepada mereka.
"Odooooh, harum bunga cingke (cengkeh) selama selama hampir 10 tahun terakhir ini justru bekeng torang (bikin kami) saki (sakit) hati," ujar seorang pria setengah baya di antara kerumunan orang yang mengaku sebagai petani cengkeh dari Minahasa Selatan.
"Harga cingke saat ini so (sudah) di bawah Rp 100 ribu, bahkan pernah sampai Rp 50 ribu per kilo. Sebelum itu bisa mencapai Rp 120 ribu per kilo," ujar pria yang menyatakan diri bernama Hans.
Pertengahan 1970 sampai 1980-an, petani cengkeh Sulut menikmati masa keemasan. Cengkeh membuat petani (70% penduduk Sulut) dan pedagang cengkeh makmur. Tahun 1990-an, petani cengkeh merasa sakit hati karena ulah pemerintah. Harum bunga cengkeh semerbak lagi bagi petani Sulut setelah tahun 1998 sampai 2014.
Siang itu juga (Kamis, 29 Agustus 2024), saya meluncur dari Manado ke kawasan petani cengkeh di Tomohon (selatan Manado) dan Minahasa Selatan, Kiawa, Sonder dan Kawangkoan.
Saya ingin bertanya tentang harga cengkeh yang bikin sakit petani cengkeh itu. Tapi, Kamis itu jalan raya utama di Tomohon ditutup, karena ada pendaftaran peserta Pilkada.
Jumat pagi (28/8) mengadakan perjalanan dari Manado, Tanawangko (Minahasa Selatan), Â Lemoh, Tomohon, Kawangkoan dan Tondano (Minahasa induk).
"Sebelumnya, Bulan Juli 2024 lalu, harga cingke di Kawangkoan Rp 85 ribu per kilo, sementara di Manado Rp 89 ribu," ujar pemilih 100 batang pohon cengkeh di Kiawa bernama Roger M di sebuah warung kopi yang menjual biapong  (bakpao) yang terkenal di Kawangkoan (Minahasa Selatan).
Pemilik toko penjualan cengkeh di Kawangkoan, Deni Laloan mengatakan harga cengkeh hari itu Rp 94 per kilo.