Mohon tunggu...
Joseph Osdar
Joseph Osdar Mohon Tunggu... Jurnalis - Wartawan

Lahir di Magelang. Menjadi wartawan Harian Kompas sejak 1978. Meliput acara kepresidenan di istana dan di luar istana sejak masa Presiden Soeharto, berlanjut ke K.H Abdurrahman Wahid, Megawati, SBY dan Jokowi.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Harum Bunga Cengkeh yang Bikin Sakit Hati dan Pesta Pilkada

9 September 2024   13:06 Diperbarui: 9 September 2024   15:04 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kebun cengkeh di Desa Kiawa, Langowan, Minahasa, Sulawesi Utara. Difoto 27 Agustus 2024/J.Osdar

Setelah berbincang-bincang dengan pemilik toko cengkeh, Toko Tri Dimensi, itu, saya mengadakan perjalanan ke Tondano (Ibukota Kabupaten Minahasa Induk). Di sini saya bertemu dengan sejumlah pedagang perantara hasil bumi (pengepul). Hampir semua yang saya temui ini tidak bersedia dituliskan nama mereka.

Para pedagang pengepul itu berpendapat merosotnya harga cengkeh sejak tahun 2014, karena adanya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dikenakan pada harga cengkeh. Di Sulawesi Utara ini tidak ada perusahaan perkebunan cengkeh. Kebun cengkeh di Sulawesi Utara dimiliki perorangan, termasuk petani cengkeh.

"Bila di sini ada orang berprofesi guru, dokter, pengacara atau lain-lainnya yang kebetulan  punya uang lebih, biasanya menggunakan uang mereka untuk beli cengkeh, kopra, pala untuk dijual kembali.

Kini mereka tidak mau beli lagi barang-barang itu karena PPN itu. Misalnya bila saya berhasil menjual cengkeh Rp 10 miliar kemudian saya dikenai  pajak, PPN, itu sebesar Rp 11 miliar, itu kan betul-betul gila.

Ini yang membuat para pembeli atau pengepul tidak mau membeli cengkeh. Ini yang membuat harga cengkeh merosot sejak tahun 2014/2015," ujar seorang pengepul asal Tomohon.

Selasa, 30 Juni 2020, empat tahun lalu, para petani dari kelompok Forum Peduli Petani Cengkeh (FPPC) Sulut, Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia, Asosiasi Petani Vanili Indonesia, HKTI, Komunitas Petani Vanili Sulut di Manado mendatangi kantor Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Sulut di Manado.

Mereka datang karena sebelumnya pemerintah menurunkan tarif PPN untuk sawit dan kakao sebesar 2 persen.

Dalam kesempatan ini, seorang anggota DPRD Sulut menyerukan agar Presiden, Menteri Koordinator Perekonomian dan Menteri Keuangan, menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 39/2016.

Presiden juga diminta mencabut surat edaran Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Nomor 24/2016.

"Putusan MK ini antara lain berbunyi, semua hasil pertanian, perkebunan dan kehutanan yang dikuasai rakyat banyak, tidak dikenai PPN," ujar anggota DPRD Sulut itu.

"PPN hanya dikenakan pada perusahaan-perusahaan multinasional yang mengelola sawit dan karet. Bila PPN dihapus dan Surat Edaran Dirjen Pajak itu dihapus, maka akan terjadi jual beli cengkeh dengan baik, harga cengkeh naik, petani dan pengepul senang," ujar anggota DPRD itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun