Mohon tunggu...
Joseph Osdar
Joseph Osdar Mohon Tunggu... Jurnalis - Wartawan

Lahir di Magelang. Menjadi wartawan Harian Kompas sejak 1978. Meliput acara kepresidenan di istana dan di luar istana sejak masa Presiden Soeharto, berlanjut ke K.H Abdurrahman Wahid, Megawati, SBY dan Jokowi.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Suharto Ditempeleng Alex Kawilarang

16 Juli 2023   04:54 Diperbarui: 16 Juli 2023   08:05 1752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KAMIS, 11 Mei 2023 lalu, saya datang ke Bogor, atas undangan dari Walikota Bogor Bima Arya. Sekitar jam 12.00 waktu setempat saya masuk gedung kantor walikota yang dibangun tahun 1868 atau sekitar 155 tahun lalu.

Di Bogor, saya datang ke gedung kuno itu dengan harapan bisa mendengar kisah mistis Prabu Siliwangi. Ketika berdiri di teras balaikota itu saya memandang Istana Bogor. 

Di tempat itu, 32 tahun lalu (1991), saya mendengar cerita tentang kisah Suharto (presiden 1967 - 1998) pernah ditempeleng oleh Kolonel Alex Kawilarang (almarhum) di Makassar, Sulawesi Selatan, tahun 1950. 

Tapi saya datang di Bogor bukan untuk mengenang peristiwa itu. Saya datang untuk mendengar kisa Prabu Siliwangi. Penobatannya sebagai raja pada 3 Juni 1482, kini telah diresmikan sebagai hari ulang tahun Bogor.

Saya datang ke Bogor ditemani dua orang teman, Mariza Hamid dan Teguh Mahasari, pencinta hal mistis yang berkaitan dengan Prabu Siliwangi atau Sri Baduga Maharaja, salah seorang raja yang memerintah Kerajaan Pajajaran tahun 1482 sampai 1521. Seorang lagi yang mendampingi saya adalah Dewi Kartini, penduduk kota Bogor yang bertugas sebagai perterjemah bahasa Sunda.

Dalam perbincangan di ruang kerja Walikota, saya minta Bima Arya bercerita tentang Prabu Siliwangi. Karena Bima Arya mengundang saya datang ke Bogor untuk menyaksikan tempat pembangunan Museum Pajajaran Kota Bogor, persis di tempat batu prasasti Batutulis. Museum ini diperkirakan akan selesai Desember 2023.

Setelah membaca tulisan saya tentang pengumuman bakal calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Ganjar Pranowo oleh Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di Istana Batu Tulis, Bogor, Jumat 21 April 2023, Bima Arya minta agar saya melihat pembangunan museum itu. 

Dalam tulisan saya mengutip pernyataan pakar sejarah politik Sunda, Dr Indiana Ngenget yang menyebutkan pemilihan tempat pengumuman bakal calon presiden ini cukup bagus dan tempat. 

"Karena di tempat itulah Prabu Siliwangi dinobatkan jadi Raja Pajajaran pada 3 Juni 1482. Tanggal itu kini ditetapkan sebagai hari kelahiran Bogor," ujar Indiana Ngenget, doktor politik, lulusan Universitas Indonesia (UI) tahun 2013.

Indiana Ngenget juga menulis buku "Masyarakat Sunda Tradisional - Kebudayaan, Nalar dan Konsepsi Kekuatan Politik" (terbit tahun 2021).

Atas permintaan saya untuk bercerita tentang pengalamannya berinteraksi dengan Prabu Siliwangi, Bima Arya mengatakan, sejak kecil ia sering datang ke tempat prasasti Batutulis, tempat Kerjaaan Pajajaran berdiri. Di tempat itu Raja Siliwangi memerintah.

"Seperti banyak orang di Indonesia yang punya keyakinan bahwa Bung Karno sampai saat ini masih hidup, maka banyak pula orang Indonesia, terutama orang Sunda, yang yakin Prabu Siliwangi juga tetap hidup sampai saat ini," demikian kata Bima Arya yang mengumumkan pencalonan untuk maju dalam pemilihan walikota Bogor tahun 2014 di Batutulis.

Sekitar jam 13.30 waktu setempat kami naik kendaraan mobil panjang terbuka (seperti kereta api) ke tempat prasasti Batutulis.

Ketika melintasi jalan yang melekat dengan Istana Bogor, Bima Arya bercerita, Jokowi ketika mulai tinggal di Istana Bogor sempat "melapor" padanya. 

Kepada Jokowi, demikian kisah dari Bima Arya, "Saya bilang pada beliau dalam Istana dan Kebun Raya ada surga tanaman, sementara di luar Istana ini adalah kota Bogor yang merupakan Istana bagi yang lain."

Tatkala bicara ihwal Istana Bogor ini imajinasi saya melayang peristiwa di tempat itu 32 tahun lalu, tepatnya pada Senin 11 November 1991, atau 32 tahun lalu.

Saat itu, 32 tahun lalu, di Istana ini Presiden (saat itu) Suharto membuka Seminar Nasional Sastra dan Sejarah Pakuan Pajajaran. 

Dalam pidatonya, Suharto antara lain mengatakan sejarah bangsa Indonesia menunjukkan raja-raja yang memerintah dengan baik, bijaksana dan mampu mensejahterakan dan keamanan kepada rakyat mendapat kenangan rakyat. 

"Sebab itu tidak sedikit Komando Daerah Militer yang menggunakan nama kerajaan dan raja-raja pada jaman dulu," ujar Suharto.

Setelah usai acara, seorang pensiunan jenderal bertanya pada saya, "Anda wartawan ya?"

Setelah saya jawab bahwa saya wartawan, jenderal purnawiarawan itu bertanya lagi, "Apakah Anda tadi mendengar Pak Harto menyebutkan nama Prabu Siliwangi sebagai salah satu raja Pajajaran yang harum namanya sampai saat ini ?".

Saya menjawab lagi, "saya tidak dengar". Maka berceritalah sang jenderal itu tentang peristiwa Suharto "ditempeleng" oleh seorang tokoh Tentara dan Teritorium (TT) III/Siliwangi Kolonel Alex Kawilarang di Makassar tahun 1950. 

"Ketika itu Suharto pangkatnya di bawah Kawilarang," ujar sang jenderal yang minta agar namanya jangan pernah dituliskan berkaitan dengan ihwal "penempelengan" itu. 

"Alex Kawilarang juga pernah sebagai komandan resimen (Siliwangi) di Bogor. Mungkin Pak Harto menghindari menyebut Prabu Siliwangi karena ingat pengalaman tidak enak dengan tokoh Siliwangi itu," ujarnya lagi.

Dalam buku berjudul "In Memoriam - Mengenang Yang Wafat" (terbitan Penerbit Kompas Mei 2022), wartawan Rosihan Anwar juga menuliskan (halaman 310) tentang kisah Suharto ditempeleng Alex Kawilarang.

Rosihan Anwar dalam tulisannya di bawah subjudul "Kolonel Alex Kawilarang (1920 - 2000) menuliskan pernah bertanya langsung kepada Alex Kawilarang tentang kejadian itu, tapi yang ditanya hanya senyum tidak membantah dan tidak mengiakan.

"Kolonel Kawilarang menempeleng perwira bawahannya, yaitu Letkol Soeharto, Komandan Brigade Mataram, di pelabuhan, tatkala dilihatnya kapal memuat kendaraan-kendaraan mobil yang hendak "diselundupkan" Benarkah kejadian itu ?.........Dia hanya tersenyum......," tulis Rosihan Anwar. 

Tahun 1950 itu, Alex Kawilarang adalah Panglima Indonesia Timur. Ia menjadi Panglima Siliwangi di Jawa Barat tahun 1951 - 1956.

Sebelum meninggalkan tempat Prasasti Batutulis, Mariza Hamid sempat bermeditasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun