Dalam pesan yang disampaikan saya, Hasto mengatakan, wayang adalah ritual kehidupan. Wayang versi Jawa adalah cermin kehidupan, perjuangan untuk meraih kebenaran melewati angkara murka.Â
Cerita Cupu Manik Astagina adalah ajaran falsafah dasar kosmologi Jawa tentang realitas jagat gede (makrokosmos) dan jagat cilik (mikrokosmos). Keduanya punya tatanan sendiri sendiri dalam keseimbangan hukum alam.
Namun, kata Hasto, ketika keduanya menyatu dalam nafsu duniawi, seperti dalam peristiwa terlibat dalam asmara antara Dewi Indradi dan Batara (Dewa) Surya, maka terjadilah ketidakseimbangan yang menciptakan kekacauan.
Hasto berkata, manusia punya keterbatasan melihat seluruh alam semesta. Usaha menguasai Cupu Manik Astagina tanpa melalui perjuangan, olah batin dan kerendahan seperti dilakukan Anjani, Sugriwa dan Subali, hanyalah menciptakan kesengsaraan. "Manusia jatuh. Harkat dan martabatnya dalam keseluruhan karakternya jadi seperti hewan," tegas Hasto.
Hasto pada kesimpulan, manusia sadar diri, bertobat dan berharap pada kehadiran Sang Pencipta.Â
Asmara cinta memang indah dan nikmat dan bisa suci. Tapi juga bisa tercampur dengan nafsu buruk. Waspadalah pada asmara walaupun itu melibatkan para dewa kayangan sekalipun. Bisa kacau.
Ajaran ini sangat perlu untuk dunia dan negeri ini. "Yuk kita nonton wayang orang".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H