Mohon tunggu...
Joseph Osdar
Joseph Osdar Mohon Tunggu... Jurnalis - Wartawan

Lahir di Magelang. Menjadi wartawan Harian Kompas sejak 1978. Meliput acara kepresidenan di istana dan di luar istana sejak masa Presiden Soeharto, berlanjut ke K.H Abdurrahman Wahid, Megawati, SBY dan Jokowi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Alia, Dr Sedyaningsih, Puan Maharani, dan Bung Karno

26 November 2020   17:39 Diperbarui: 27 November 2020   13:35 935
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Cindy Adams menuliskan hasil wawancaranya dengan Bung Karno. Suatu sore, seperti biasa Bung Karno berjalan-jalan di halaman istana kepresidenan. Seorang pejabat kepolisian menghampirinya dengan sikap gelisah. Polisi itu dengan terbata-bata mealaporkan hasil pemeriksaan para petugas di wilayah pelacuran.

Polisi ini melaporkan dengan mengatakan ada kabar baik. Karena kabar ini sebagai bukti bahwa rakyat mencintai Bung Karno. Setelah didesak oleh Presiden RI pertama itu, sang polisi mengatakan, di kamar-kamar wilayah pelacuran itu banyak dipasang foto Bung Karno.

"Pak kami merasa gembira rakyat memuliakan Bapak.....Tapi apakah pantas foto seorang presiden digantungkan di dinding rumah pelacuran?.....Apakah foto-foto Bapak harus dipindahkan?," lapor polisi itu kepad Bung Karno yang kemudian melarang untuk memindahkan foto-foto drinya itu. "Jangan, " jawab Bung Karno, dalam buku terbitan Yayasan Bung Karno edisi revisi cetakan kedua 2007 halaman 4).

Kemudian Bung Karno berkata :"Tidak seorang pun di masa ini seperti Sukarno, selain sebagai sumber ilham, juga banyak menimbulkan banyak perdebatan . Aku dikutuk seperti bandit dan dipuja seperti dewa," kata Bung Karno ditulis penulis Amerika itu di halaman 4.

November 2010, Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), Jakarta, menerbitkan kembali sebagian disertasi Menteri Kesehatan (2009 2012), Dr Endang Rahayu Sedyaningsih untuk memperoleh doktor bidang kesehatan masyarakat di Universitas Harvard, Amerika Serikat. Bukunya diberi judul Perempuan perempuan Kramat Tunggak.

Dalam buku ini dilampirkan catatan hariannya dengan judul, Cuplikan Memo yang Tercecer. Tulisan ini kisa relasi manusia yang dalam dan mengharukan. Yakni pergaulan sang dokter dengan seorang perempuan pelacur asal Jawa Tengah, Alia, yang mencari nafkah di Kramat Tunggak Jakarta. Persahabatan terjalin selama Dr Sedyaningsih mengadakan penelitian dan hidup di antara pelacur Kramat Tunggak yang kini sudah ditutup (lama).

Enam bulan sebelum buku itu diterbitkan, Juni 2010, saya menemui Menkes Sedyaningsih Mamahit di kediaman resminya di Jalan Denpasar, Kuningan, Jakarta. 

Selama empat jam kami berbincang-bincang. Sebagian perbincangan ini saya tulis di Harian Kompas (29 Juni 2010, halaman 2, "Sisi Lain Istana" yang kemudian menjadi bagian dari Buku Sisi Lain Istana jilid I.

Menurut Sedyaningsih, Presiden (waktu itu) Soesila Bambang Yudhoyono, dalam sidang kabinet memberi komentar tentang tulisan saya ini. "Wah untung yang mengadakan penelitian di Kramat Tunggak, adalah Ibu Menkes, kalau menteri laki-laki bisa diasosiasikan yang lain-lain," ujar SBY yang disampaikan Sedyaningsih pada saya.

Alia, pelacur, seorang sahabat

Empat kata di atas ini adalah sub judul tulisan Dr Sedyaningsih dalam bukunya. "Hubungan saya dengan Alia memang unik," kata Sedyaningsih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun