Menurut Garin, media sosial ini bisa dipakai siapa saja, komunitas apa saja. Semua pihak menggunakan ilmu yang sama untuk mengisi media sosial, yakni “menarik, sderhana, kalimat pendek, stereotip. “Ini ruang baru, ruang yang sama. Ini menimbulkan fenomena luar biasa, para guru bisa kalah dengan influencer dan busher,”kata Garin.
Alat komunikasi mudah dipakai siapa saja, kata Garin, tapi bukan untuk hal fungsional. Untuk contoh konkrit hal ini terlalu sensitif dan bisa menimbulkan masalah rumit maka saya tulis secara sumir dan sedikit saja di sini.
“Dulu anak-anak di kampung saya biasa melantunkan lagu becanda berjudul Deng derengdengdeng Pak Kaji.....Dulu orang-orang tua hanya bilang itu lagu anak-anak kurang ajar, tapi kalau sekarang dimasukan ke medsos saya bisa dilibatkan dalam masalah anak yang menghancurkan bangsa atau anti kebangsaan......Ini membuat hidup tidak rileks. Muncul masalah hitam putih, dukung-mendukung dan tafsir-tafsir kelompok yang menjadikan masalah kecil jadi besar,” ujarnya.
Meloncat ke masalah Partai Golkar. Garin bicara ini karena hadir kader muda Partai Golkar, Azisoko (Dimas) Harmoko dan pimpinan suratkabar Pos Kota Aby Iskandar dan Staf Khusus Kementrian Agama, Trisni Puspitaningtyas.
Menurut Garin melihat Partai Golkar saat ini paling menarik, karena di masa lalu, partai ini selain jago berpolitik dan punya peran fungsional untuk masyarakat, seperti ada PKK, Posyandu, dan seterusnya. Itu antara lain Golkar dulu punya hubungan dengan birokrasi dan punya para tehnokrat handal.
“Sekarang peran tehnokrat di Golkar yang berguna untuk fungsi kemasyarakatan tidak terbaca di publik, tapi kepiawaian berpolitik tetap heibat dan itu warisan turun temurun,” ujar Garin.
Suasana tidak rileks di Indonesia saat ini tentu diperparah oleh serbuan pandemi Covid-19. Muncul politik Covid-19 dan kesibukan memperisapkan diri dengan membentuk tim-tim menghadapi pemilihan presiden 2024.
Untuk tahun 2024 nanti, simak beberapa kalimat lirik lagu Franky Sahilatua (almarhum). “Aku mau Presiden baru, yang bodoh berjanji.....jangan tebar pesona.....”. (J.Osdar)