Mohon tunggu...
Joseph Osdar
Joseph Osdar Mohon Tunggu... Jurnalis - Wartawan

Lahir di Magelang. Menjadi wartawan Harian Kompas sejak 1978. Meliput acara kepresidenan di istana dan di luar istana sejak masa Presiden Soeharto, berlanjut ke K.H Abdurrahman Wahid, Megawati, SBY dan Jokowi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Garin Nugroho: Manusia Indonesia Kehilangan Suasana Rileks

21 November 2020   17:08 Diperbarui: 23 November 2020   19:39 702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Garin Nugroho | kolom.kompas.com/garinnugroho

Selasa siang yang mendung , 17 November 2020, di sebuah ruang di tempat yang tinggi, di wilayah pantai Penjaringan, Jakarta Utara. Sembilan orang bermasker duduk dengan jarak satu sama lain sekitar satu setengah meter. 

Mereka memandang layar televisi besar. Nampak maestro sineas Indonesia, Garin Nugroho yang berkumis daan berewok kasar sedang berada di wilayah perbukitan di Bali.

Ini sedang berlangsung webinar. Garin sedang bicara soal “revolusi” dari jaman dulu (revolusi 1.0, 2.0 dan 3.0) sampai masa kini, masa milenial atau masa virus corona, atau masa revolusi 4.0 dan 5.0). “Garin punya pengetahuan luas dan pintar ya,” ujar seorang fortune teller dari Riau, Suhu Acai Ferianto.

Di masa pemerintahan periode kedua (2009 - 2014) Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersama penyanyi balada Franky Sahilatua banyak berkeliling ke berbagai penjuru Nusantara. 

Mereka banyak tampil sebagai “pendongeng kebangsaan”, untuk menegakkan Pancasila dan mengkritik berbagai masalah sosial, sambil mengumandangkan lagu-lagu seperti, “Aku Mau Presiden Baru”, “Pancasila Rumah Kita”, “Serumpun Padi”, “Aku Papua”, “Suara Kemiskinan”, “Roti dan Sirkus”, “Ayo ke Laut” dan seterusnya.

Selasa itu Garin dengan lincah “mendongeng” dengan meloncat dari satu masalah ke masalah lain, soal sosial di masa komunikasi media sosial saat ini, masalah agama, Partai Golkar, Kementrian Agama, transportasi umum (kereta api atau sepur), soal tata hukum sejak masa penjajahan Belanda hingga kini.

Dari webinar ini, kelompok sembilan bermasker di pantai Pluit melanjutkan diskusi soal kemelut Pertamina saat ini, masalah penggantian logo baru peruhaan kereta api Indonesia (KAI) di masa pandemi, persoalan kabinet pemerintah saat ini.

Berbagai masalah yang dihadapi Kementrian Agama, serta sederetan unjuk rasa di masa pandemi (seperti soal undang-undang cipta kerja, rancangan undang undang Haluan Ideologi Pancasila atau RUU HIP, sampai kedatangan seorang populer ke Petamburan, Jakarta).

Hingar bingar di jalan raya atau berbagai tempat di Jakarta (juga beberapa tempat lainnya di Indonesia) dibarengi dengan keriuhan di dunia maya, media sosial dan lain sebagainya. Untuk melukiskan sebagian situasi itu saya bisa meminjam beberapa kalimat yang mirip diucapkan Garin Nugroho.

“Di sini ada masalah komunikasi yang membuat manusia Indonesia saat ini tidak bisa rileks bercanda, karena masalah atau ucapan kecil bisa jadi besar atau menjadi masalah kebangsaan yang rumit.”

Alat komunikasi sudah canggih dan memudahkan kontak satu sama lain, tapi di sini memunculkan masalah yang terasa lebih rumit di kala alat komunikasi masa lalu.

Menurut Garin, media sosial ini bisa dipakai siapa saja, komunitas apa saja. Semua pihak menggunakan ilmu yang sama untuk mengisi media sosial, yakni “menarik, sderhana, kalimat pendek, stereotip. “Ini ruang baru, ruang yang sama. Ini menimbulkan fenomena luar biasa, para guru bisa kalah dengan influencer dan busher,”kata Garin.

Alat komunikasi mudah dipakai siapa saja, kata Garin, tapi bukan untuk hal fungsional. Untuk contoh konkrit hal ini terlalu sensitif dan bisa menimbulkan masalah rumit maka saya tulis secara sumir dan sedikit saja di sini. 

“Dulu anak-anak di kampung saya biasa melantunkan lagu becanda berjudul Deng derengdengdeng Pak Kaji.....Dulu orang-orang tua hanya bilang itu lagu anak-anak kurang ajar, tapi kalau sekarang dimasukan ke medsos saya bisa dilibatkan dalam masalah anak yang menghancurkan bangsa atau anti kebangsaan......Ini membuat hidup tidak rileks. Muncul masalah hitam putih, dukung-mendukung dan tafsir-tafsir kelompok yang menjadikan masalah kecil jadi besar,” ujarnya.

Meloncat ke masalah Partai Golkar. Garin bicara ini karena hadir kader muda Partai Golkar, Azisoko (Dimas) Harmoko dan pimpinan suratkabar Pos Kota Aby Iskandar dan Staf Khusus Kementrian Agama, Trisni Puspitaningtyas. 

Menurut Garin melihat Partai Golkar saat ini paling menarik, karena di masa lalu, partai ini selain jago berpolitik dan punya peran fungsional untuk masyarakat, seperti ada PKK, Posyandu, dan seterusnya. Itu antara lain Golkar dulu punya hubungan dengan birokrasi dan punya para tehnokrat handal.

“Sekarang peran tehnokrat di Golkar yang berguna untuk fungsi kemasyarakatan tidak terbaca di publik, tapi kepiawaian berpolitik tetap heibat dan itu warisan turun temurun,” ujar Garin.

Suasana tidak rileks di Indonesia saat ini tentu diperparah oleh serbuan pandemi Covid-19. Muncul politik Covid-19 dan kesibukan memperisapkan diri dengan membentuk tim-tim menghadapi pemilihan presiden 2024.

Untuk tahun 2024 nanti, simak beberapa kalimat lirik lagu Franky Sahilatua (almarhum). “Aku mau Presiden baru, yang bodoh berjanji.....jangan tebar pesona.....”. (J.Osdar)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun