Beliau sering mengatakan, dengan mengucapkan kalimat itu, supaya saya tertawa. Tapi saya tidak tahu, siapakah yang terhibur dengan kalimat itu, “Guru sudah banyak...", saya atau Pak Jakob? Tapi itulah kenangan yang tidak saya lupakan.
Catatan lain tentang almarhum adalah, setelah tahun 2010, tiap Selasa beliau memanggil saya ke ruang kerjanya. Sejak tahun itu tiap hari Selasa tulisan saya muncul di kolom "Sisi Lain Istana".
"Saya sudah baca tulisan Bung hari ini," ujarnya selalu.
Kemudian kami masuk dalam pembahasan serius. Kumpulan tulisan itu diterbitkan dalam tiga buku, "Sisi Lain Istana jilid I, II dan III”. Dua buku terakhir, beliau yang memberi kata pengantar. Sebagian dari pengantar buku itu beliau tulis dengan tangan, tidak diketik.
Suatu pagi, hari Selasa di tahun 2013, beliau memanggil saya ke ruang kerjanya. Beliau tertarik tulisan saya tentang Komandan Paspampres (Pasukan Pengaman Presiden), Mayjen TNI (waktu itu) Doni Monardo dan pohon trembesi.
Banyak hal yang kami bincangkan tentang hal itu. Tapi, kemudian beliau memberi saran agar saya membaca tulisan beliau tentang perjalanan bersama Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Penertiban (Pangkokamtip) dan Wakil Panglima ABRI (1971-1974) Jenderal TNI Soemitro ke Pulau Buru, Oktober 1973.
"Saya sudah membacanya sejak saya masih sekolah di Pineleng, Minahasa, Sulawesi Utara," jawab saya. "Lima tulisan dan judulnya empat tulisan adalah Terang Bulan di Pulau Buru," lanjut saya yang disambut tawa lebar beliau.
Senin, 14 September 2020, kemarin saya kontak kepada Kepala Pusat Informasi Kompas (PIK), Shinta Ratnawati dan karyawan PIK lainnya, Inggra Parandaru. Saya minta tolong kepada mereka untuk mengirimkan lima artikel perjalanan
jurnalistik almarhum tersebut.
"Saya jadi ikutan baca nih...kayak apa feature yang jadi panutan Mas Osdar. Ternyata lebih usil tulisan muridnya (Osdar)," kata Shinta kepada saya.
Kepada Shinta saya minta tolong dikirimkan kepada saya bagian kecil kalimat beliau dalam artikel pertama. Bunyinya begini, "......DM Sunardi dari Berita Yudha dan Sujoko dari The New Standard, ternyata sekawan yang terus menerus membangkitkan gairah rombongan wartawan dengan bermacam humor 'lelaki'."