"Catatan dalam arsip menunjukan, di kota Jakarta 8000 orang penduduk sipil telah dibunuh antara September sampai Desember 1945, " kata Bung Karno.
Karena suasana perang ini mengancam pemerintah RI yang belum lama lahir, Presiden Soekarno tanggal 1 Januari 1946, memanggil Pimpinan Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI) Eksplotasi Barat Sugandi.
Ia tidak bisa datang dan mengutus wakilnya, Soeriadiningrat menemui Bung Karno. Kemudian diadakan rapat DAKRI Ekpolitasi Barat (sekarang PT Kereta Api Indonesia Pesero atau KAI) dan dilaporkan ke Balai Besar DKARI (kantor pusat) di Bandung.
"Keadaan di Jakarta sudah begitu gawat sehingga aku tidak bisa begitu lama lagi tinggal di situ. Tanpa kesatuan polisi yang kuat kami tidak dapat menandingi NICA. Ini bukan soal kehidupan dari pemimpin negara, melainkan kehidupan dari negara seluruhnya yang dalam bahaya," kata Bung Karno dalam biografinya.
Persiapan untuk pelaksanaan dilakukan DKARI secara rahasia. Dibentuk penitia pengawas perjalanan ini, terdiri Soegito (dinas lalulintas DKARI), Soeharjono (dinas lalulintas perjalanan), Soedarjo (dinas lalulintas treindienst), BS Anwir (dinas traksi kereta) dan Mansoer Loebis (dinas traksi lokomotif). Persiapan yang dilakukan termasuk soal penyediaan bahan bakar lok, es batangan untuk pendingin kereta api.
Rangkaian KLB ini terdiri dari lokomotif uap C 2849, kereta barang begasi DL 8009, kereta penumpang kelas I dan 2 ABGL 8001 dan ABGL 8004, serta kereta makan FL 8001, kereta tidur kelas I SAGL 9006 dan SAGL 9004, kereta inspeksi khusus presiden IL8, serta kereta inspeksi khusus IL7.
Pagi 3 Januari 1946pukul 08.00 dipo lokomotif Jatinegara telah mempersiapkan lokomotif uap C 2849. Lokomotif C 2849 ini seharusnya secara reguler untuk jurusan Tanjung Priok.
Tapi pagi itu dialihkan ke Manggarai untuk dilangsirkan ke antara Jatinegara - Manggarai - Gambir. Langsir tipuan ini untuk mengelabuhi para serdadu NICA yang menjaga ketat Stasiun Manggarai dan Jatinegara. Di Manggarai dan Jatinegara waktu itu dipasang gerbong-gerbong kosong untuk menutupi KLB ini.
Dengan kecepatan lima kilometer per jam dan tanpa suara KLB berjalan dari Manggarai dan tepat jam 18.00 berhenti di belakang rumah Bung Karno.
"Di petang hari tanggal 3 Januari 1946, aku memberi tahu para menteri, pengawal dan pembantu-pembantu yang setia. Kedudukan pemerintahan harus dipindahkan ke daerah yang bebas dari gangguan Belanda sehingga kita bisa mendirikan benteng Republik," ujar Bung Karno dalam buku itu.
Kepada rombongan Bung Karno minta jangan ada yang membawa barang-barang. "Tidak ada waktu untuk mengepak perabot rumah tangga atau memindahkan harta benda. Selain itu sudara-saudara berada di dekatku, jadi saudara-saudara selalu diawasi," ujar Bung Karno.