Kereta Bung Karno dalam perjalanan dari halte Pegangsaan Timur sampai Bekasi dalam keadaan gelap gulita, jendela-jendela kereta tertutup rapat, pelahan dan pembicaraan hanya dengan bisik-bisik.
Mereka berjalan di bawah ancaman para serdadu Belanda dan sekutu. Bila seorang serdadu Belanda melemparkan sebuah granat maka hancurlah Indonesia ini, begitu kisah Bung Karno setelah berada di Bekasi.
Di stasiun Bekasi, para pemuda menyambut Bung Karno (walau kereta tidak berhenti). Terdengar pekik "Merdeka, Hidup Bung Karno-Bung Hatt". Sampai di stasiun Cikampek, kereta berhenti. Jam dinding di peron menunjukan jam 20.00 lebih beberapa menit.
"Para petugas stasiun dan massa rakyat, termasuk para pejuang bersenjata menyambut rombongan Bung Karno dengan pekik, Merdeka, Hidup Bung Karno," demikian tulis "Sejarah Perkereta Apian Indonesia jilid 2 (halaman 96)".
Maka di tidak jauh dari pintu keluar stasiun Cikampek ada tugu setinggi setengah meter untuk memperingati kedatangan Bung Karno dan rombongan 3 Januari 1946 malam. Prasasti itu ada di jalan belokan dekat halaman parkir stasiun yang banyak sampah plastik. Maret 2020 lalu saya lihat tugu prasasti itu dikitari gerobak-gerobak penjual makanan.
Rombongan Bung Karno tiba dan berhenti di Purwokerto, Jawa Tengah, jam satu pagi tanggal 4 Januari 1946. Di tengah pagi buta (belum ada sinar matahari), ribuan orang menyambut rombongan Presiden - Wakil presiden. Bergemalah pekik merdeka.
Kalau perjalanan Bung Karno saat itu di bawah gangguan ancaman senjata NICA, saya terganggu pemandangan sampah plastik hampir sepanjang tepian rel antara Manggarai dan Cirebon.Â
Setelah lepas dari Pegangsaan Timur, pemandangan adalah kekumuhan, sungai-sungai dengan air hitam, tumpukan sampah, coret-coretan liar dan diskotek kumuh (di dalam wilayah stasiun Jatinegara). Perjalanan saya terakhir diiringi kecemasan di bawah ancaman virus corona yang menyerbu penjuru dunia, termasuk dalam kereta api di Indonesia.
Perjalanan awal 1946 dimulai dari belakang rumah keluarga Bung Karno , Jalan Pegangsaan Timur nomor 56 , Jakarta. Dengan segala taktik dan strategi, rangkaian kereta api yang dinamakan Kereta Api Luar Biasa (KLB), berangkat sore ketika matahari mulai terbenam jam 18.00 tepat, tanggal 3 Januari 1946. Ketika kereta berhenti di belakang rumah, semua lampu dimatikan. Perjalanan super rahasia ini dimulai dengan keadaan gelap gulita.
Situasi Jakarta seperti di berbagai wilayah Indonesia lainnya mencekam. Berlansung perang antara para pejuang revolusi RI dengan tentara Belanda (termasuk tentara bayaran dan NICA atau Nederlands Indies Civil Administration), Inggris, Pakistan, India, Australia dan Gurkha. Menurut Bung Karno pasukan sekutu ini masuk Indonesia mula pertengahan September 1945.