Langkah-langkah raja Abbas tersebut berhasil mambawa kemajuan bagi Kerajaan Syafawi. Ia berusaha merebut kembali wilayahnya yang telah direbut oleh Turki Utsmani. Pada tahun 1598, ia telah berhasil menaklukkan Herat, Mard dan Balkh. Ia juga kembali menyerang wilayah Turki Utsmani dan berhasil mendapatkan Tibris, Syirwan, Baghdad. Pada tahun 1622 M, pasukannya berhasil menaklukkan kepulauan Hurmuz dan mengubah pelabuhan Gumrun menjadi pelabuhan bandar Abbas.[14]
Setelah wafatnya Raja Abbas I, perpolitikan kerajaan Safawi mngalami kemerosotan. Salah satu penyebabnya adalah konflik berkepanjangan dengan dinasti Ottoman yang melemahkan kerajaan Safawi dan membuat musuh-musuh merampas wilayah-wilayahnya.
- Dinasti Mughal (1526-1748 M)
Pendiri pertama dinasti ini adalah Zahiruddin Babur (1482-1530 M) yang berhasil mengalahkan periode Ibrahim Lodi yang rapuh. Namun, pada awal terbentuknya eksistensi dinasti Mughal masih belum seberapa. Masih banyak kerajaan-kerajaan Hindhu yang bangkit kembali. Kesultanan-kesultanan muslim pada saat itu pun, masih sedikit yang mengakui keberadaannya. Kemudian, Babur wafat dan tampuk kepemimpinan diturunkan kepada putranya, Humayun.[15]
Masa kejayaan dinasti Mughal adalah pada masa raja Akbar (1566-1605) yang merupakan cucu Babur. Padahal saai itu, dinasti ini tengah berada dalam keterpurukan. Ekonominya berantakan, rakyatnya kelaparan, dan banyak sekali berdatangan tekanan dari luar. Namun, Akbar isa mengatasi semua itu. Sistem politik yang digunakan olehnya adalah bsystem elite militer politik yang berisikan para pembesar dari Afghanistan, Iran, Turki, dan Muslim asli India. Juga terdapat masyarakat Hindu Rajput dan Marathas dalam aristokrasi Mughal. Akbar memimpin dengan sangat bijaksana dan semua rakyatnya pun menghormatinya. Ia juga dihormati oleh orang-orang Hindu karena telah menghapus jizyah bagi orang-orang non- muslim. Ia membangun sarana-sarana umum untuk kesejahteraan masyrakatnya dan kebijakan yang paling identic dengan Akbar adalah penerapan din ilahiy. Din ilahiy berisikan kebijakanmengenai agama, Akbar menerapkannya karena para pemuka agama memiliki pendapat yang berbeda dan menimbulkan kontroversi. Pertikaian yang terjadi dalam masyarakat disebabkan oleh fanatisme terhada tokoh-tokoh agama.[16]
Pada masa-masa selanjutnya, Jehangir (1605-1627 M), Syah Jehan (1628-1658 M), dan Aurangzeb. Dinasti ini masih stabil, pemerintahan dan sistem politiknya masih sama dengan politik Akbar. Namun, setelah masa Jehangir, Syah Jehan, dan Aurangzeb berakhir. Kerajaan ini dipimpin oleh para raja yang lemah, sehingga dinasti Mughal mengalami kemunduran.[17]
 Â
PRINSIP-PRINSIP DASAR POLITIK ISLAM
- Musyawarah
Prinsip ini merupakan prinsip yang sangat penting. Dalam setiap pengambilan keputusan Rasulullah saw. selalu mengedepankan musyawarah mufakat. Para khulafaur rasyidin juga mengimplentasikan nilai-nilai musyawarah dalam pemerintahannya.
Contohnya, ketika Umar bin Khttab hendak menemui ajalnya ia membangun formatur kelompok penggantinya, yang bertugas bermusyawarah dan memilih khalifah selanjutnya. Musyawarah juga sangat berguna untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera, sebab keputusan mereka akan ditampung dan dimusyawarahkan bersama. Sehingga dapat menghasilkan keputusan yang dapat diterima oleh khalayak.
- Kebebasan
Kebebasan dalam politik Islam memiliki konteks yang berbeda. Kebebasn disini merupakan definisi dari kebebasan yang sesuai dengan yang ada di dalam Alquran dan hadits Rasulullah saw. Akan tetapi, dewasa ini, pengambilan sumber dapat juga diambil dari ijma' dan qiyas yang telah dikaji dan ditelusuri oleh para ulama kontemporer.
 Kebebasan menjadi rinsip utama sejak politik Islam berkembang maju. Islam ingin masyarakatnya bebas menjalanin kehidupan tanpa adanya penindasan atau pengecaman.Â
- Kesetaraan