Mohon tunggu...
Arya Dana
Arya Dana Mohon Tunggu... Freelancer - Belajar menulis

Menulis, beropini, sajak, puisi, cerpen, dan tulisan-tulisan lainya. Semoga menyenangkan dan dapat diterima.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perjalanan Menuju Timur Mencari Si Pemilik Dunia

10 Mei 2020   23:46 Diperbarui: 10 Mei 2020   23:46 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Nak, jika kamu sudah besar nanti, kamu mau jadi seperti apa?"

"Aku mau memiliki uang banyak, aku mau menjadi orang yang kaya agar semuanya bisa aku beli"

"Lalu, jika kau sudah mencapai itu semua, apa lagi yang kau mau?"

"Aku mau mencari wanita yang cantik seperti bidadari, yah"

"Lantas jika sudah memiliki wanita, apalagi yang kau mau?"

"Ah, aku bingung ayah"

"Ayah memiliki sebuah kisah, kau mau mendengarnya?"

"Tentu Ayah, ceritakan kisahnya"

Pada suatu malam yang sunyi, hanya terdengar suara jeritan jangkrik di sekitar. Tiga orang pemburu bersaudara dari barat sedang beristirahat dibawah pohon besar di sudut hutan. Mereka bertiga baru saja menembak mati sebuah babi hutan untuk dijadikan santapan. Kala santapan mereka sudah habis dan suara jeritan jangkrik telah digantikan oleh suara desiran angin malam, mereka bertiga mulai membuka sebuah perbincangan tentang tujuan pemburuan selanjutnya. Diawali dengan Si Bungsu yang merasa bosan dengan aktivitas mereka yang hanya memburu binatang-binatang di hutan, ia ingin memburu sesuatu yang jauh lebih menantang. Si Tengah menambahi, dirinya sudah sangat muak berada di hutan kosong ini dan tidak memiliki apa-apa, ia ingin mencari kekayaan di luar sana agar bisa membeli semua makanan. Si bungsu kembali membual dengan mengatakan bahwa di hutan ini ia tidak pernah menemukan wanita, ia ingin wanita untuk menemaninya. Si Bungsu dan Si Tengah terus berbicara tentang keinginan-keinginan mereka, sebelum akhirnya si sulung berbicara.

"Aku memiliki saran untuk pemburuan kita selanjutnya"

"Saran apa lagi wahai Sulung? Terakhir kali kau memberi saran kita semua hampir ditikam oleh harimau". Si Tengah terlihat was-was.

"Kali ini akan jauh lebih menakutkan daripada ditikam oleh harimau"

"Apa maksudmu Sulung? Kau ingin membuat kita masuk ke peti mati?". Si bungsu jauh lebih khawatir.

"Kalian berdua tadi berbicara tentang keinginan yang sangat banyak bukan? Kita akan kabulkan itu semua"  

"Mana mungkin bisa Sulung, itu tidak mungkin"  

"Di timur sana, ada si pemilik dunia, ia bisa mengabulkan semua permintaan kita".

"Benarkah? Kita harus memburu dia, kita harus kesana" Si Bungsu terlihat kegirangan.

"Besok, sebelum fajar menampakkan sinarnya, kita harus sudah berangkat. Persiapkan diri kalian, perburuan kali ini akan sangat melelahkan"

"Siap!" Si Bungsu dan Si Tengah menjawab dengan kompak.

Bulan telah kembali ke asalnya, sinar fajar mulai  hinggap ke atas langit. Tiga pemburu bersaudara telah bersiap untuk melakukan pemburuan ke timur. Pakaian, stok makanan, senapan, amunisi, telah mereka siapkan. Si Bungsu terlihat sangat berambisi dalam pemburuan kali ini. Setelah semua persiapan selesai, ketiga pemburu bersaudara memulai perjalanannya. Mereka mulai meninggalkan hutan yang sudah bertahun-tahun mereka tinggali. Baru saja mereka melangkahkan kaki, seekor harimau menghadang di depan mereka.

"Tengah, tembak harimau itu, Bungsu, kau alihkan perhatian dia, aku akan siapkan tangkapan" Si Sulung dengan sigap langsung memerintahkan kedua adiknya.

"Sini kau harimau sialan!" Si Bungsu mengalihkan perhatian, harimau tersebut mengejar si Bungsu.

"Dwarrr" suara senapan milik Si Tengah berhasil mengenai kaki harimau tersebut hingga harimau itu jatuh tersungkur.

"Tembak sekali lagi Tengah, tembak kepalanya" Si Sulung kembali memerintahkan adiknya.

"Dwarr" Sekali lagi tembakan Si Tengah tepat sasaran menembus kepala harimau.

"Masukan dia ke tangkapan, Sulung" Si Sulung dengan cepat memasukan harimau tadi ke tangkapan.

"Beres, mari kita lanjutkan perjalanan lagi"
Harimau yang menghalangi mereka berhasil dibunuh, mereka kembali melanjutkan perjalanan ke timur. Malam ke malam mereka lewati, berbagai hutan mereka lewati, juga berbagai binatang mereka tembaki untuk dijadikan santapan. Pagi ke pagi mereka lewati, berbagai perkampungan telah mereka singgahi. Namun, mereka belum juga sampai ke timur.

"Berapa lama lagi kita sampai ke timur Sulung?" Si Tengah mempertanyakan perjalanan mereka ke timur kepada Si Sulung yang merupakan penginisiasi perjalanan ini.

"Tidak lama lagi Tengah, sebentar lagi kita akan sampai disana"

"Tapi kau selalu berbicara seperti itu dari kemarin-kemarin Sulung" Si Bungsu terlihat kesal.

"Besok pagi kita akan sampai di lembah kematian, lembah yang harus kita lewati sebelum sampai di timur dan bertemu si pemilik kehidupan" Jelas Si Sulung

"Bagaimana cara kita melewati lembah itu Sulung? Senapan apa yang harus kita pakai?" Si Tengah bertanya dengan sangat penasaran

"Lembah tersebut dijaga oleh si pencabut nyawa, ia kebal dan abadi, kita tidak bisa menembaknya, jika kita gagal melewati penjagaan si pencabut nyawa justru kita yang akan tinggal nama"

"Lalu bagaimana bisa kita melewati lembah itu? Aku masih mau hidup" Si Bungsu terlihat khawatir dengan penjelasan si Sulung.

"Si pencabut nyawa memiliki hati yang sangat lembut, kita harus membuatnya berempati kepada kita"

"Bagaimana jika membuat seolah-olah kita adalah manusia lemah dan menyedihkan"

"Itu ide bagus Bungsu, aku setuju, si pencabut nyawa pasti akan iba"

"Kita pikirkan lagi itu nanti, sekarang beristirahatlah, besok pagi kita akan sampai di lembah kematian" Si Sulung menyuruh adik-adiknya beristirahat karena malam sudah sangat larut kala itu.

Pagi kembali menampakkan hangatnya, ketiga pemburu bersaudara sudah bersiap menghadapi si pencabut nyawa di lembah kematian. Semua bersiap, tak ada rasa takut sedikitpun dari wajah mereka bertiga. Justru sebaliknya, mereka memasang wajah gagah dan berani. Demi bertemu si pemilik dunia, Bungsu, Tengah dan Sulung rela mengorbankan semua tenaganya. Mereka mulai berjalan, melewati perkampungan, melewati hutan-hutan, melewati, sungai-sungai, melewati gunung-pegunungan, melewati hujan dan kemarau. Hingga akhirnya mereka sampai di lembah kematian. Baru saja mereka menginjakkan kaki di lembah itu, cahaya gelap datang, dan dibalik cahaya itu ada sebuah sosok gelap memakai jubah hitam, itulah si pencabut nyawa.

"Ada urusan apa kalian datang kesini wahai para manusia" Suara si pencabut nyawa terdengar berat.

"Perkenalkan kami adalah pemburu dari barat" Si Sulung memulai strategi.

"Kami datang untuk menemui si pemilik dunia"

"Tidak bisa! Tidak ada seorangpun yang boleh menemui dia" si pencabut nyawa berbicara dengan tegas.

"Tapi, nasib kami di dunia begitu malang wahai pencabut nyawa"

"Ya, betul sekali, kami tidak memiliki uang untuk mebeli makanan"

"Kami juga tidak punya tempat tinggal, kami hanya tidur beralas dedauanan"

"Lalu apa urusannya denganku?"

"Izinkanlah kami menemui tuanmu wahai pencabut nyawa, kami mohon, kami tidak punya jalan keluar lagi" ucap Si Bungsu sambil berlutut di depan si pencabut nyawa

"Hanya ia yang bisa selamatkan kami wahai pencabut nyawa, berikanlah kami izin untuk menemui si pemilik dunia"

"Apakah di barat sana kalian tidak bisa mencari pekerjaan yang layak agar bisa memenuhi kebutuhan?" tanya si pencabut nyawa

"Sulit, sangat sulit sekali, pagi, siang, malam sudah kami usaha, tapi tak pernah ada hasilnya"

"Jika kau tahu nasib kami di barat, pasti kau akan menangis wahai pencabut nyawa"

"Kenapa kalian tidak mencari jalan lain wahai manusia?" si pencabut nyawa kembali bertanya.

"Kami sangat tertindas di barat sana, kami tidak bisa melakukan apa-apa"

"Bahkan angin disana sekalipun menolak keberadaan kami"

"Sungguh malang sekali nasib kalian para manusia" si pencabut nyawa mulai berempati dan masuk dalam strategi ketiga pemburu bersaudara

"Benar sekali, satu-satunya harapan hidup kami adalah bertemu dengan si pemilik dunia"

"Baiklah, untuk kali ini saja, aku izinkan kalian menemui si pemilik dunia, silahkan berjalan kearah timur ke lembah kehidupan. Tapi ingat, jika kalian berbohong, maka aku akan mencabut nyawa kalian" rencana ketiga pemburu dari barat itu berhasil, mereka bersorak ramai dalam hat tak peduli dengan ancaman si pencabut nyawa

"Terima kasih pencabut nyawa, terima kasih, kebaikanmu akan selalu kami ingat"
Lembah kematian berhasil dilewati, si pencabut nyawa berhasil ditundukkan dengan sebuah kisah menyedihkan yang mereka karang sendiri alurnya. Kini, tinggal selangkah lagi menuju si pemilik dunia. Tak terasa mereka sudah berada jauh dari barat, sekarang mereka ada di timur, tempat si pemilik dunia berada. Cahaya seksi milik bulan malam itu menjadi penutup hari ketiga pemburu bersaudara dari barat. Esok pagi saat cahaya bulan digantikan oleh kalor panas milik matahari, mereka akan bertemu dengan si pemilik dunia.

"Siapkan diri kalian, kita akan bertemu si pemilik dunia, berlakulah dengan sopan" Si Sulung mengingatkan adik-adiknya. Dari sudut lembah  kehidupan muncul sebuah cahaya terang, terangnya melebihi cahaya fajar, keindahannya melebihi cahaya bulan di malam hari, itulah si pemilik dunia. Datang dengan wajah yang teduh, memakai jubah putih.

"Selamat datang di lembah kehidupan, para penghuni dunia, ada apa gerangan?" suara si pemilik dunia terdengar begitu lembut dan menenangkan.

"Perkenalkan kami adalah pemburu dari barat, jauh jauh kami datang kesini hanya untuk bertemu denganmu wahai pemilik dunia"

"Kalian berhasil melewati lembah kematian?" si pemilik dunia bertanya heran, karena sebelumnya belum pernah ada yang berhasil melewati lembah kematian.

"Ya, kami berhasil melewatinya, buktinya kami ada disini"

"Kalian orang-orang terpilih, baiklah aku akan mengabulkan permintaan kalian, segera sebutkan apa minta kalian kepadaku" kata si pemilik dunia

"Aku ingin uang yang banyak wahai pemilik dunia, aku ingin membeli semua makanan yang ada di dunia ini" Si Tengah menjadi orang pertama yang meminta. Si pemilik dunia berjalan menuju pohon kehidupan, lalu memetik daunnya. Ia memberikan daun itu kepada Si Tengah, daun itu akan menjadi uang yang berlimpah ketika dibawa keluar dari lembah ini. Si Tengah kegirangan.

"Aku ingin memiliki banyak wanita yang cantik, yang bisa menemaniku tidur" kini giliran Si Bungsu yang meminta. Si pemilik dunia lalu berjalan ke sebuah bunga lalu mengambil sarinya. Ia memberikan sari bunga itu kepada Si Bungsu. Sari bunga itu akan menjadi pemikat semua wanita ketika dibawa keluar dari lembah ini. Si Bungsu terlihat puas.

"Satu lagi wahai manusia, kau belum meminta, apa yang kamu minta wahai manusia?" si pemilik dunia berbicara kepada Si Sulung yang belum juga memberi tahu mintanya.

"Aku..."

"Apa yang kau minta?"

"Aku ingin memiliki jubah putihmu" Si Sulung yang bijaksana menjawab

"Untuk apa? Untuk apa kau meminta jubahku?" si pemilik dunia terkejut mendengar permintaan Si Sulung

"Untuk bisa bertemu dengan si pemilik akhirat, dengan jubahmu itu, akan akan bisa bertemu dengan si pemilik akhirat di lembah keabadian" jawab Si Sulung. Lalu si pemilik dunia membuka jubahnya, dan memberikannya kepada Si Sulung. Ia menerimanya dengan berlutut.

"Silahkan kembali ke dunia, ke barat, semua permintaan kalian sudah aku kabulkan"

Si Bungsu, Tengah, dan Sulung telah berhasil bertemu dengan si pemilik dunia dan semua permintaan mereka berhasil dikabulkan. Setelah mendapatkan keinginan mereka masing-masing, mereka berjalan sendiri-sendiri, tidak lagi bersama.

Si Bungsu, dengan sari bunga yang ada di kantungnya, telah berhasil membuat semua wanita terpikat. Setiap harinya ia selalu berganti-ganti pasangan dengan seenaknya. Kehidupannya kini hanya tentang wanita. Darah pemburu dalam dirinya mulai hilang. Hampir setiap malam ia meniduri wanita. Namun naas, karena terlalu sering berganti pasangan dan melakukan aktivitas seks yang tidak sehat, Si Bungsu harus terkena penyakit kelamin, kelamin miliknya mebusuk dan mengeluarkan bau yang tidak sedap hingga tidak adalagi wanita yang mau padanya. Karena penyakit tersebut, ia kembali bertemu dengan si pencabut nyawa lalu hidup abadi bersamanya di lembah kematian.

Si Tengah, dengan kekayaan yang melimpah. Semua bisa ia beli dengan mudah. Uangnya tidak akan pernah habis. Ia terus makan sepanjang hari, semua ia makan. Rakus sekali mulut Si Tengah. Belum habis makanan yang ada di mulutnya, ia sudah kembali membeli makanan lagi dan lagi tanpa henti. Hingga akhirnya perut Si Tengh terus membesar dan membesar, namun ia tetap saja membeli dan memakan makanan. Perutnya tak kuat lagi menahan makanan, perutnya pecah, ususnya berantakkan dengan sisa-sisa makanan. Dan Si Tengah harus kembali bertemu dengan si pencabut nyawa, mencabut nyawanya, dan hidup abadi bersamanya di lembah kematian.

Si Sulung, dengan jubah putih yang ia memiliki. Ia melanjutkan perjalanan dari timur ke utara untuk mencari si pemilik akhirat. Berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun ia melakukan perjalanan. Semua hutan sudah dilewati, semua sungai sudah di langkahi, semua perkampungan sudah singgahi, tak juga ia sampai di lembah keabadian. Namun ia adalah seorang pemburu sejati yang tak kenal menyerah, ia terus berjalan melewati segala rintangan. Hingga akhirnya ia bertemu si pemilik akhirat di lembah keabadian dan hidup abadi disana. Semua kebutuhan ada di lembah keabadian, uang, wanita, makanan, semuanya ada. Nikmat sekali hidup Si Sulung.

"Begitulah nak kisahnya"

"Terimakasih ayah, sekarang aku jadi tau apa yang akan kucari jika sudah besar nanti"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun