"Lalu bagaimana bisa kita melewati lembah itu? Aku masih mau hidup" Si Bungsu terlihat khawatir dengan penjelasan si Sulung.
"Si pencabut nyawa memiliki hati yang sangat lembut, kita harus membuatnya berempati kepada kita"
"Bagaimana jika membuat seolah-olah kita adalah manusia lemah dan menyedihkan"
"Itu ide bagus Bungsu, aku setuju, si pencabut nyawa pasti akan iba"
"Kita pikirkan lagi itu nanti, sekarang beristirahatlah, besok pagi kita akan sampai di lembah kematian" Si Sulung menyuruh adik-adiknya beristirahat karena malam sudah sangat larut kala itu.
Pagi kembali menampakkan hangatnya, ketiga pemburu bersaudara sudah bersiap menghadapi si pencabut nyawa di lembah kematian. Semua bersiap, tak ada rasa takut sedikitpun dari wajah mereka bertiga. Justru sebaliknya, mereka memasang wajah gagah dan berani. Demi bertemu si pemilik dunia, Bungsu, Tengah dan Sulung rela mengorbankan semua tenaganya. Mereka mulai berjalan, melewati perkampungan, melewati hutan-hutan, melewati, sungai-sungai, melewati gunung-pegunungan, melewati hujan dan kemarau. Hingga akhirnya mereka sampai di lembah kematian. Baru saja mereka menginjakkan kaki di lembah itu, cahaya gelap datang, dan dibalik cahaya itu ada sebuah sosok gelap memakai jubah hitam, itulah si pencabut nyawa.
"Ada urusan apa kalian datang kesini wahai para manusia" Suara si pencabut nyawa terdengar berat.
"Perkenalkan kami adalah pemburu dari barat" Si Sulung memulai strategi.
"Kami datang untuk menemui si pemilik dunia"
"Tidak bisa! Tidak ada seorangpun yang boleh menemui dia" si pencabut nyawa berbicara dengan tegas.
"Tapi, nasib kami di dunia begitu malang wahai pencabut nyawa"