Mohon tunggu...
Pekik Aulia Rochman
Pekik Aulia Rochman Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Alhamdulillah, Hopefully I am better than yesterday

Seorang opinimaker pemula yang belajar mencurahkan isi hatinya. Semakin kamu banyak menulis, semakin giat kamu membaca dan semakin lebar jendela dunia yang kau buka. Never stop and keep swing.....^_^

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Badan Bank Tanah: Menata Ulang Kepemilikan untuk Keadilan Sosial

31 Desember 2024   13:35 Diperbarui: 31 Desember 2024   13:35 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kantor Badan Bank Tanah. Dokpri

Pendahuluan

Ketimpangan penguasaan lahan di Indonesia merupakan salah satu isu struktural yang berkontribusi pada ketidakadilan ekonomi dan sosial. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa 1% populasi menguasai lebih dari 50% lahan produktif di Indonesia. Fenomena ini mencerminkan adanya ketimpangan yang tidak hanya berdampak pada distribusi kekayaan, tetapi juga menutup peluang bagi masyarakat kecil untuk meningkatkan taraf hidup melalui pemanfaatan lahan secara produktif.

Sebagai sumber daya strategis, lahan memiliki peran vital dalam mendukung berbagai sektor, mulai dari pertanian, industri, hingga perumahan. Akses yang terbatas terhadap lahan mengakibatkan masyarakat kecil terpinggirkan, memperburuk ketimpangan sosial, dan menghambat inklusi ekonomi. Dalam konteks ini, pembentukan Badan Bank Tanah melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjadi langkah penting untuk menata ulang penguasaan lahan.

Badan Bank Tanah diharapkan mampu menjadi instrumen yang tidak hanya mendukung pembangunan infrastruktur dan perumahan rakyat, tetapi juga mewujudkan keadilan sosial melalui redistribusi lahan secara adil. Dengan visi tersebut, lembaga ini membawa harapan besar untuk mengurangi ketimpangan sekaligus mendorong pemerataan ekonomi secara berkelanjutan.

Mencari Titik Temu dalam Masalah Lahan

Badan Bank Tanah dibentuk sebagai respons atas kompleksitas masalah ketimpangan penguasaan lahan di Indonesia, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Lembaga ini memiliki mandat untuk mengelola lahan demi mendukung kepentingan umum, seperti pembangunan infrastruktur, perumahan rakyat, dan pelaksanaan reforma agraria. Tujuan utamanya adalah menciptakan pemerataan akses terhadap lahan sebagai langkah strategis untuk memperbaiki struktur ekonomi yang timpang.

Namun, peran Badan Bank Tanah tidak hanya sebatas menyediakan lahan bagi kebutuhan pembangunan. Lebih jauh, lembaga ini diharapkan menjadi katalis keadilan sosial dengan memberikan akses lahan kepada masyarakat kecil sebagai basis ekonomi mereka. Misalnya, redistribusi lahan produktif dapat membantu petani kecil keluar dari lingkaran kemiskinan dan meningkatkan ketahanan pangan nasional.

Sebagai lembaga yang baru dibentuk, Badan Bank Tanah menghadapi ekspektasi besar untuk menciptakan keseimbangan antara kebutuhan pembangunan dan keadilan sosial. Transparansi dalam proses pengelolaan lahan dan partisipasi publik menjadi elemen kunci yang harus diprioritaskan agar tujuan besar ini dapat tercapai.

Mengapa Badan Bank Tanah Menjadi Kebutuhan Mendesak

Ketimpangan penguasaan lahan di Indonesia tidak hanya mencerminkan ketidakadilan ekonomi, tetapi juga menjadi sumber berbagai permasalahan sosial yang kompleks. Tanah di Indonesia memiliki nilai yang melampaui sekadar aset ekonomi; ia juga menjadi simbol kekuasaan, legitimasi sosial, dan alat keberlanjutan hidup masyarakat. Ketimpangan yang terus berlangsung telah memicu konflik agraria, memperburuk produktivitas pertanian, dan menghambat pembangunan, khususnya di daerah pedesaan.

Badan Bank Tanah hadir sebagai instrumen kebijakan yang dirancang untuk mengatasi ketimpangan ini. Dengan redistribusi lahan yang dikelola secara adil, pemerintah memiliki peluang besar untuk meningkatkan kemandirian ekonomi masyarakat kecil. Misalnya, redistribusi lahan untuk petani kecil dapat mendorong peningkatan produktivitas sektor agraria, yang selama ini menjadi tumpuan hidup sebagian besar masyarakat Indonesia. Selain itu, alokasi lahan untuk pembangunan infrastruktur dan perumahan rakyat juga diharapkan dapat mempercepat pembangunan ekonomi yang inklusif.

Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), lebih dari separuh petani kecil di Indonesia tidak memiliki lahan produktif sendiri. Redistribusi lahan melalui Badan Bank Tanah berpotensi mengurangi ketergantungan petani pada lahan sewa, sekaligus memperkuat ketahanan pangan nasional. Dengan pengelolaan yang transparan dan akuntabel, kebijakan ini dapat menjadi titik awal untuk memperbaiki struktur ekonomi dan sosial yang timpang.

Kantor Badan Bank Tanah. Dokpri
Kantor Badan Bank Tanah. Dokpri

Dinamika di Lapangan: Tantangan dan Hambatan

Meskipun Badan Bank Tanah membawa visi besar untuk menciptakan keadilan sosial melalui redistribusi lahan, implementasinya di lapangan tidak terlepas dari berbagai tantangan. Salah satu isu utama yang dihadapi adalah transparansi dalam pengelolaan tanah. Pengelolaan lahan dalam skala besar membuka peluang terhadap praktik korupsi, kolusi, atau penyalahgunaan wewenang. Tanpa pengawasan yang ketat, program ini berisiko kehilangan legitimasi di mata masyarakat.

Selain itu, resistensi sosial juga menjadi hambatan signifikan. Beberapa kelompok masyarakat, terutama petani kecil, mengkhawatirkan bahwa kebijakan ini lebih menguntungkan investor besar daripada mereka. Contohnya, petani transmigrasi di Konawe, Sulawesi Tenggara, menyuarakan keresahan bahwa lahan yang telah mereka kelola selama bertahun-tahun dapat dialihkan menjadi aset Bank Tanah. "Dengan Bank Tanah, makin sulit, makin akan terhempaskan. Pemerintah sekarang, para penguasa, hanya nol koma sekian persen memikirkan rakyat untuk sejahtera," keluh seorang petani transmigrasi (BBC Indonesia).

Kekhawatiran semacam ini menunjukkan perlunya komunikasi intensif dari pemerintah untuk memastikan masyarakat memahami tujuan dan manfaat program ini. Sosialisasi yang minim dapat memicu kesalahpahaman yang justru memperburuk resistensi. Selain itu, pemerintah perlu menunjukkan komitmen kuat bahwa redistribusi lahan akan berpihak pada masyarakat kecil, bukan hanya pada kepentingan korporasi besar.

Langkah lain yang krusial adalah membangun mekanisme pengawasan yang melibatkan lembaga independen dan organisasi masyarakat sipil. Pengawasan ini tidak hanya akan meningkatkan akuntabilitas, tetapi juga membantu menciptakan kepercayaan publik terhadap kebijakan Badan Bank Tanah.

Mengelola Ekspektasi: Harapan Publik terhadap Bank Tanah

Badan Bank Tanah tidak hanya dianggap sebagai instrumen administratif untuk mengelola tanah, tetapi juga sebagai simbol harapan masyarakat terhadap terciptanya keadilan sosial yang nyata. Masyarakat berharap lembaga ini mampu menghadirkan perubahan dengan mengutamakan transparansi dalam setiap prosesnya, terutama dalam redistribusi lahan yang berpihak kepada masyarakat kecil.

Salah satu harapan utama masyarakat adalah keterlibatan mereka sebagai penerima manfaat. Petani kecil, yang selama ini berada dalam lingkaran kemiskinan akibat minimnya akses terhadap lahan produktif, menginginkan redistribusi lahan yang benar-benar memberikan mereka peluang untuk berkembang. Dalam pandangan masyarakat, transparansi dalam pengelolaan dan pendistribusian lahan adalah hal yang paling penting. Mereka ingin memastikan bahwa kebijakan ini tidak hanya menguntungkan segelintir pihak, seperti korporasi besar atau investor asing.

Harapan ini juga didukung oleh para akademisi dan pakar agraria. Prof. Haris Nugroho dari Universitas Gadjah Mada, misalnya, menegaskan bahwa Badan Bank Tanah memiliki potensi besar untuk menjadi katalis reforma agraria yang telah lama dinantikan. "Badan Bank Tanah bisa menjadi katalis utama untuk redistribusi lahan secara adil, asalkan implementasinya konsisten dengan prinsip keadilan sosial," jelasnya.

Selain itu, masyarakat sipil dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) juga diharapkan terlibat secara aktif dalam proses pengawasan. Partisipasi mereka tidak hanya memperkuat legitimasi program ini, tetapi juga membantu membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Untuk mencapai hal ini, sosialisasi yang luas dan intensif harus dilakukan, terutama kepada komunitas petani kecil yang menjadi target utama program ini.

Jika komunikasi yang lebih baik dapat dilakukan dan langkah-langkah redistribusi dijalankan dengan prinsip keadilan sosial, Badan Bank Tanah dapat menjadi agen perubahan yang menciptakan dampak positif jangka panjang bagi masyarakat Indonesia.

Mendorong Keberhasilan: Langkah-Langkah Strategis

Untuk memastikan Badan Bank Tanah dapat mencapai visi besarnya, langkah-langkah strategis harus dilakukan secara konsisten. Langkah ini tidak hanya bertujuan mempercepat redistribusi lahan, tetapi juga menjaga transparansi dan keberpihakan terhadap masyarakat kecil.

1. Digitalisasi Data Lahan

Pengelolaan data lahan yang terdigitalisasi adalah langkah krusial dalam mendorong transparansi. Pemerintah perlu mengembangkan sistem daring yang dapat diakses publik, memungkinkan masyarakat untuk memantau setiap tahapan redistribusi lahan. Portal ini juga dapat berfungsi sebagai alat pengawasan, meminimalkan risiko penyalahgunaan wewenang atau praktik korupsi. Selain itu, digitalisasi data akan membantu pemerintah mengambil keputusan berbasis fakta dengan lebih cepat dan efisien.

2. Pengawasan Independen

Melibatkan lembaga independen dalam proses pengawasan adalah kunci menjaga akuntabilitas kebijakan ini. Organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan lembaga swadaya masyarakat dapat menjadi mitra strategis pemerintah dalam memastikan redistribusi lahan dilakukan secara adil dan sesuai prinsip keadilan sosial. Dengan pengawasan independen, legitimasi Badan Bank Tanah di mata masyarakat akan meningkat, sekaligus membangun kepercayaan terhadap program tersebut.

3. Sosialisasi Luas dan Partisipasi Masyarakat

Kurangnya pemahaman masyarakat sering kali menjadi hambatan utama dalam implementasi kebijakan publik. Oleh karena itu, sosialisasi yang intensif harus dilakukan melalui berbagai media, termasuk diskusi komunitas, kampanye media sosial, dan lokakarya lokal. Pemerintah juga dapat melibatkan tokoh masyarakat atau pemimpin lokal untuk menjembatani komunikasi dengan masyarakat kecil. Partisipasi aktif masyarakat dalam proses ini akan meningkatkan rasa memiliki dan kepercayaan terhadap program.

Dengan menerapkan langkah-langkah strategis ini, Badan Bank Tanah memiliki peluang besar untuk menjadi instrumen perubahan yang mendukung pembangunan inklusif sekaligus menciptakan keadilan sosial yang diharapkan oleh seluruh rakyat Indonesia.

Penutup: Menuju Indonesia yang Lebih Adil

Badan Bank Tanah adalah langkah progresif dan inovatif yang diambil pemerintah untuk menghadirkan keadilan sosial dan ekonomi di Indonesia. Dengan pengelolaan lahan yang transparan, inklusif, dan berbasis keadilan sosial, program ini memiliki potensi besar untuk mengurangi ketimpangan akses terhadap sumber daya tanah, sekaligus mempercepat pembangunan berkelanjutan.

Keberhasilan Badan Bank Tanah tidak hanya bergantung pada kebijakan yang telah dirumuskan, tetapi juga pada implementasi yang konsisten dan pengawasan yang melibatkan berbagai pihak. Pemerintah, lembaga independen, organisasi masyarakat sipil, dan masyarakat umum perlu berkolaborasi untuk memastikan program ini berjalan sesuai prinsip-prinsip keadilan sosial. Transparansi dalam setiap tahapan redistribusi lahan, partisipasi masyarakat kecil, dan pengawasan ketat adalah kunci keberhasilan.

Program ini bukan hanya tentang redistribusi aset tanah, tetapi juga tentang mewujudkan masa depan yang lebih baik untuk seluruh rakyat Indonesia. Dengan langkah-langkah strategis yang tepat, Badan Bank Tanah dapat menjadi tonggak penting dalam sejarah reforma agraria di Indonesia.

Mari kita dukung upaya ini sebagai bagian dari komitmen bersama untuk menciptakan Indonesia yang lebih adil, sejahtera, dan inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat.

Daftar Pustaka

  • Badan Pusat Statistik. (n.d.). Statistik pertanahan dan ketimpangan akses lahan di Indonesia. Diakses dari https://bps.go.id
  • BBC Indonesia. (n.d.). Resistensi petani terhadap kebijakan Bank Tanah di Konawe. Diakses dari https://bbc.com
  • Haris Nugroho, H. (n.d.). Potensi reforma agraria melalui Badan Bank Tanah. Universitas Gadjah Mada.
  • Republik Indonesia. (2020). Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Jakarta: Kementerian Sekretariat Negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun