Ada harus dibedakan antara tugas Polisi sebagai aparat penegak hukum dengan petugas imigrasi dalam menangani keberadaan dan kegiatan warga negara asing (WNA) yang berada di Wilayah Indonesia. Polisi juga ada yang ditugaskan untuk menangani orang asing, namun hanya terbatas dalam hal pengawasan. Adapun masalah administrasi keimigrasian, jika ditengarai adanya pelanggaran, maka diserahkan seluruhnya kepada Petugas Imigrasi. Seperti contoh, mendapati WNA yang tidak memiliki Paspor, Overstay (tinggal di Indonesia melebihi waktu ijin tinggal yang telah ditentukan), WNA sebagai turis wisata tapi bekerja dan pelanggaran keimigrasian lainnya. Jadi, jika ada pelanggaran yang bersifat administrasi keimigrasian yang dilakukan oleh oknum WNA, maka Polisi tidak memliki wewenang secara hukum untuk menindak WNA tersebut. Tapi, tindakan yang sesuai dengan aturan adalah berkoordinasi dengan pihak imigrasi terdekat. Lain halnya, bila ada WNA yang melakukan tindakan kriminal, maka Polisi wajib menindak atas perbuatan pidana WNA tersebut. Sepenuhnya hak dan kewajiban dari pihak kepolisian. Namun, tetap berkoordinasi dengan Pihak Imigrasi.
Pada peristiwa naas yang dialami oleh Husein dan Dewi terdapat beberapa hal yang dapat saya analisa. Pertama, oknum polisi tersebut telah memberikan informasi tentang keimigrasian terhadap orang asing yang keliru, malah terkesan menakut-nakuti. Kedua, permintaan uang sebesar Rp. 500.000,- dan pernyataan permintaan uang yang akan diminta kembali sebesar Rp. 1.500.000,- jelas melawan hukum, tidak berdasar sama sekali. Hal ini terlepas dari benar tidaknya laporan Ayu dan Husein. Seperti yang sudah saya jelaskan di atas tentang perbedaan antara tugas polisi dengan petugas imigrasi dalam penanganan orang asing. Ketiga, oknum polisi tersebut terkesan kurang upgrade informasi tentang peraturan pemerintah dan kebijakan pemerintah terbaru dalam rangka mensukseskan pembangunan. Keempat, yang terakhir, sebab kurangnya pengetahuan kebijakan pemerintah yang terupdate sehingga oknum aparat polisi cenderung tidak mengindahkan dan tidak mendukung pada kebijakan-kebijakan pemerintah.
Jika memang apa yang dilaporkan Dewi dan Husein benar apa adanya, maka hal tersebut menjadi preseden buruk bagi institusi yang sedang beranjak bangkit dari stigma jelek masyarakat. Di samping akan menjadi citra buruk tidak hanya bagi Dewi sebagai warga negara Indonesia, juga Husein sebagai warga negara Arab Saudi. Husein pasti akan menilai bahwa polisi Indonesia penuh dengan perbuatan kotor dan korupsi. Di sisi lain, tidak membantu rakyat kecil seperti Dewi yang sedang berusaha meningkatkan taraf hidupnya dengan menikah warga negara asing yang penuh dengan resiko.
Ini adalah salah satu contoh kasus saja. Namun tidak menutup kemungkinan kasus yang sama bisa saja terjadi pada Dewi dan Husein yang lain. Sebagai solusi dari salah satu contoh kasus tersebut perlu adanya pembinaan yang lebih intensif, efisien dan efektif terhadap aparat kepolisian terutama yang ditugaskan untuk menangani orang asing dan sanksi yang tegas terhadap oknum petugas polisi jika diketahui melanggar.
Walau bagaimanapun WNA yang masuk ke Indonesia mungkin awalnya masuk dengan cara yang legal dengan alasan satu di antara empat di atas, bisa jadi akan ditunggangi kepentingan lain yang bersifat negatif. Seperti halnya, Perdagangan Manusia (people smugling), Narkoba, Teroris dan lain sebagainya. Oleh karenanya saya berharap, Para Petugas Imigrasi dengan segala keterbatasan sumber daya manusianya, yang memiliki tugas berat dalam menjaga pintu gerbang Indonesia yang sangat luas, dari Sabang sampai Marauke ini sangat membutuhkan bantuan dari instansi lain, tak terkecuali aparat kepolisian dalam penanganan keberadaan dan kegiatan orang asing yang berada di Wilayah Indonesia. Maka sinergitas antar lembaga pemerintahan sangatlah krusial.
Â
Semoga tulisan ini menjadi pembelajaran yang baik.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H