Mohon tunggu...
Prambudi Andi
Prambudi Andi Mohon Tunggu... Editor - Laki-laki baik

i'm a observer who will give a comment about everything that is needed to be commented. i'm single. handsome. interested.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Covid-19, Jadi Bang Toyib Biar Selamat

22 April 2020   07:04 Diperbarui: 22 April 2020   14:54 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Covid 19, nama resmi untuk virus corona yang pertama kali muncul di Kota Wuhan, Tiongkok, Desember 2019. Covid 19 sendiri singkatan dari coronavirus atau virus corona, sedangkan 'd' berarti disease. Angka 19 mewakili 2019, tahun dimana virus ini pertama kali teridentifikasi.

Sebelum nama resmi Covid 19 disandangkan oleh WHO pada Februari lalu, virus ini memiliki banyak sebutan yang bikin bingung. Flu Wuhan-lah, virus Wuhan-lah, atau cuma virus corona.

Fenomena Covid 19 sangat luar biasa karena penyebaran wabah maupun pemberitaannya sangat "viral". Mengacu data Worldometers per 20 April 2020, total jumlah kasus positif Covid 19 di seluruh dunia sudah menyentuh angka 2.418.845. Angka kematian 165.759 jiwa. Sementara pasien yang berhasil sembuh sebanyak 633.363 orang.

Negara Amerika Serikat (AS) saat ini menyandang predikat terparah. Dengan sumber data diatas, penderita Covid 19 di AS per 20 April 2020 mencapai 764.265 jiwa, dengan angka kematian sebanyak 40.565 jiwa. Di Indonesia sendiri, data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Selasa sore, 21 April 2020, menunjukan kasus positif Covid 19 sebanyak 7.135 pasien, 842 pasien positif dinyatakan sembuh, dan 616 jiwa meninggal.

Menyikapi hal itu, pemerintah di Indonesia tidak lelah mengambil langkah terbaik untuk menghentikan penyebaran Covid 19. Mulai dari social distancing, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), pembatasan transportasi publik, peliburan anak sekolah, work from home (WFH) dan rasionalisasi anggaran. Lalu, yang paling fenomenal adalah pelarangan mudik saat Lebaran pada Hari Raya Idul Fitri 1441 H.

Mudik merupakan rutinitas "pulang kampung" masyarakat Indonesia ketika memasuki musim libur hari raya keagamaan. Mudik menjadi fenomenal karena terjadi perpindahan manusia dari satu tempat ke tempat lain secara massif dan sudah jadi semacam kebutuhan wajib, terutama bagi umat Muslim ketika jelang Idul Fitri. Mudik juga sangat dinanti karena jadi kesempatan paling besar untuk jumpa keluarga.

Namun, apa yang terjadi jika kesempatan yang datang setahun sekali ini kemudian dilarang? Belum lagi jika ada yang berencana sejak tahun lalu, baru akan pulang tahun ini? Pasti banyak yang mengeluh.

Apa iya seperti itu?

Pemerintah pastinya tidak sembarangan membuat kebijakan. Peningkatan jumlah penderita Covid 19 yang signifikan, kemudahan cara penularannya, "benda"-nya yang tidak terlihat, dan dampaknya luar biasa, mungkin jadi pertimbangannya. Apalagi, kita bisa saja jadi carrier, pembawa virus, tapi enggak sakit dan tanpa gejala. Begitu kita berinteraksi dengan sanak saudara di kampung yang imunitasnya lemah, pasti virus ini gampang banget menular. Alhasil, Covid 19 mewabah di kampung.

Kalau sudah kayak diatas, siapa yang mau dicap jadi "biang kerok"? Belum lagi yang kena sanak famili kita semua. Apa enggak tamat riwayat kalian?

Atau mau coba ngerasain tarian yang lagi hits? Pallbearers Dance?

Enggak pulang pas Lebaran emang sayang banget, belum tentu juga tahun depannya ada kesempatan lagi buat sholat Ied bareng keluarga, sungkem sama orang tua, sama minta maaf sama temen-temen. Tapi, pakai akal sehat lagi. Fokus dulu ke dampaknya, jangan cuma nurutin ego. Kalau kita Mudik, kayaknya enggak bakalan menikmati, apalagi nanti ketahuan terus harus karantina 14 hari. Kumpul sama keluarga enggak jadi. Cuti tahunan habis. Kitanya masih dikarantina. Kan doubel ruginya. "Kan bisa WFH Pak/Buk?" Iya, kalau di tempat kalian ada koneksi internet yang bagus sama perlengkapan kantor yang cukup? Kalau enggak, tamat lagi.

Sekali-sekali ngerasain jadi "Bang Toyib" enggak apa-apa kan? Tiga kali lebaran sama puasa, enggak pulang-pulang. Tapi, kalau sekali aja berarti belum dong. By the way, banyak juga yang lebih dari Bang Toyib, malah ada yang sampe sepuluh kali lebaran, sepuluh kali puasa. So, jangan kecil hati ya.

Segala anjuran sama larangan yang udah dibuat pasti tujuannya baik, menghambat dan menghentikan penyebaran Covid 19. So, Stay at home, but be creative!

Ini yang baca, maskernya boleh dipake dulu ya!

Jangan deket-deket sama orang asing, kalau bersin/batuk jangan sembarangan, selalu cuci tangan, terus hand sanitizer jangan lupa ya.

Sumber:
kompas.com
tirto.id
tirto.id
detik.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun