Atas dasar tersebut pula sekiranya Mahkamah Agung segera turun tangan untuk "mengungkap" apa yang terjadi sesungguhnya dan atas dasar putusan itu pula tidak ada alasan Mahkamah Agung untuk tidak menindaklanjuti dan berpangku tangan dalam melihat persoalan yang terjadi. Ini dilakukan demi keadilan dan penegakkan hukum serta kepastian hukum yang berkeadilan.
Lonceng Kematian KPK
DIikabulkannya permohonan praperadilan Budi Gunawan ternyata mendapat respon dari para pakar hukum, satu diantaranya ialah pakar hukum tata Negara Refly Harun. Dalam diskusinya beliau mengatakan ini merupakan lonceng kematian KPK (1/2). Apa yang dikatakan pakar hukum tersebut jelas memiliki makna dan konotasi yang itu kurang baik, sebab ini merupakan putusan yang aneh. Sedangkan untuk menentukan penetapan tersangka merupakan kewenangan dari penegak hukum dan paperadilan hanyalah berkaitan dengan prosedur penangkapan dan penahanan semata. Dengan begitu putusan tersebut akan merusak tatanan sistem hukum di Indonesia. Mengapa tidak, karena dengan berbekal putusan Budi Gunawan tersebut nantinya semua tersangka baik itu di Polri maupun di Kejaksaan terlebih di KPK akan beramai-ramai mengajukan permmintaan/permohonan praperadilan guna menguji keabsahan status tersangka.
Dalam pandangan penulis atas dinamika yang terjadi ada beberapa solusi yang harus ditempuh diantaranya ialah; pertama, KPK selaku pihak yang dikalahkan sudah seharusnya untuk melakukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung guna membatalkan dan memeriksa putusan pengadilan Negeri tersebut, walaupun upaya hukum lauar biasa (PK) tidak mendapatkan pengaturan dalam KUHAP, akan tetapi dalam praktik hukum sudah pernah terjadi pemeriksaan Peninjauan Kembali terhadap putusan praperadilan yang didasarkan pada ketentuan pasal 263 (1) KUHAP dan pasal 23 Undang-undang Nomor 4 tahun 2004 sebagaimana telah diubanh dengan Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dengan perkara No. PK/pid/1989 tanggal 7 Februari atas nama Drs. Lukito kedua, dengan diajukannya PK oleh pihak KPK, sudah seharunya MA menerima, memeriksa dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan guna mengembalikan wibawa hukum acara di Indonesia. Ketiga, harus dilakukannya eksaminasi putusan terhadap putusan yang dikeluarkan oleh hakim Sarpin Rizaldi selaku hakim tunggal praperadilan, keempat, berdasarkan putusan tersebut sejatinya KPK segera melakukan penetapan tersangka kembali terhadap Budi Gunawan, yang mana prosedur yang dilakukan dianggap tidak tepat, sehingga hanya melakukan perbaikan ulang terhadap prosedur penetapan sebagai tersangka atau kelima, KPK melanjutkan kasus yang ada tampa melihat hasil dari putusan praperadilan tersebut, walaupun ini menyimpang, namun jika-lau putusan tersebut dianggap terobosan hukum, maka tindakan untuk melanjutkanpun "fear" kiranya sebagai "terobosan hukum" terlebih KPK tidak memiliki kewenangan untuk meng-SP3 tersangka.
Note: Tulisan ini hanyalah pandangan dan analisa subjektif penulis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H