Mohon tunggu...
Opa Jappy Official
Opa Jappy Official Mohon Tunggu... Jurnalis - Digital Journalism (Reuters and Meta)

Pegiat Literasi Publik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Makan Bergizi Gratis, Tantangan Harapan Solusi

10 Januari 2025   14:57 Diperbarui: 10 Januari 2025   14:57 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Ini, di Sekitaran Universitas Indonesia |  Tiba-tiba" tak sedikit Rakyat Negeri +62 ramai dengan "Makan Siang Gratis;" ada yang skeptis, tertawa, masa bodo dan seterusnya. Padahal, di Negeri-negri pada Dunia Lain, Makan Siang untuk Peserta Didik, sudah biasa dan lama dilakukan.

Simak Fakta berikut, mungkin bisa menjadi faktor pendorong untuk Dirimu dan Diriku lakukan.

Homestay Tanpa Dapur

Pada durasi waktu, saya beberapa kali mengunjungi Pulau-pulau yang berpenghuni di Kepulauan Seribu.

Doeloe, hanya sedikit pulau yang jadi Destinasi Wisata, dengan fasilitas sederhana hingga super mewah. Sekarang, cukup menyebar dan tersebar.

Menariknya, karena beberapa kali pendampingan, sejumlah Pulau (yang masih miliki Negara) telah jadi destinasi wisata laut (nyelam, mancing, renang, diving, dll), serta dilengkapi Homestay-homestay untuk para wisatawan.

Banyak kamar pada Homestay tersebut bersih, rapi, dan tertata, tak kalah dari Hotel Berbintang Satu atau pun Resort di Tepian Pantai. Walau Homestay tersebar dan beda pemilik, tapi memiliki satu kesamaan, yaitu tanpa dapur.

Lalu, bagaimana dan di mana para tamu Homestay makan, minum, ngopi, dll? Ini yang menarik.

Ternyata, pemilik Homestay kerja sama dengan Ibu-ibu PKK (mereka sebut sebagai Ibu-ibu Konsumsi). Ibu-ibu ini lah (secara bergilir) yang "mengurus" makanan para tamu Homestay. Jadi, jika ada tamu Homestay, maka ia membayar untuk kamar, makan minum; dan pemilik Homestay akan distribusi dana ke Ibu-ibu Konsumsi.

Dari pengamatan dan pengalaman saya, Ibu-ibu Konsumsi tersebut, karena telah dilatih, maka menyiapkan makanan sesuai pesanan, penyajian yang apik, wadah dan kelengkapan Makan minium yang bersih.

Pada konteks itu, terjadi kerjasama yang saling menguntungkan antara Homestay dan Ibu-ibu di sekitarnya. Ada pergerakan dan aktivitas ekonomi yang saling mengisisi satu sama lain. Sehingga kehadiran Homestay di area sekitar Destinasi Wisata juga membawa keuntungan pada warga.

Model seperti itulah yang saya berikan ketika melakukan pendampingan pada warga  sekitar area Distinasi Wisata di sejumlah daerah. Sehingga warga sebagai "pemilik dan penjaga" destinasi tidak sekedar menonton wisatawan tapi sekaligus mendapat rezeki dari giat Traveling serta Visit.

Imaginasi saya langsung meluncur ke Program Makan (Siang) Bergizi (yang) Gratis oleh Pemerintah. Program itu dilaksanakan oleh Badan Gizi Nasional atau BGN, sekaligus  koordinator. Sebutan populernya MBG atau Makan Bergizi Gratis.

Imaginasiku berlanjut. Seandainya BGN lakukan "serupa tapi tak sama" dengan Pemilik Homestay, maka sangat banyak Ibu-ibu (yang anaknya di Sekolah) di sekitar Satuan Pendidikan ikut menyiapkan makanan sesuai paket MBG. Apalagi, BGN tidak membuat Pusat Layanan di semua sekolah. Keikutsertakan para Ibu-ibu tersebut, bisa sekaligus jadi kegiatan rutin yang menghasilkan uang untuk kebutuhan keluarga.

Makan Bergizi Gratis (Ringkas)

Target utama program Makan (Siang) Bergizi Gratis, selanjutnya MBG, adalah Ibu (hamil dan menyusui), Balita, peserta didik pada Satuan Pendidikan (PAUD, SD, SMP, SMA/K, Madrasah, Pesantren) Negeri dan Swasta (tentu yang sesuai penilaian Pelaksana Program). Total penerima MBG Tahun 2025 sebanyak 19,47 juta orang.

Mereka akan mendapat paket MBG bernilai Rp 10.000/porsi (karbohidrat, daging, sayur, dan sayur). Jadwal penerimaan paket

  • Pendidikan Anak Usia Dini - SD kelas II, Jam  08.00. 
  • Murid SD kelas III - VI, Jam 09.30
  • Pelajar SMP dan siswa SMA/K, Jam 12.00

Mekanisme Ambil MBG di Sekolah. Setiap hari Peserta didik scan kehadiran pada Unit Pelayanan. Unit Pelayanan mengirim Paket ke Sekolah sesuai jumlah peserta didik yang hadir atau masuk.

Alokasi Dana dari Pemerintah Indonesia Rp71 triliun untuk program MBG pada APBN 2025 (Rp 63,356 T untuk pemenuhan gizi nasional dan Rp 7,433 T untuk pengadaan kelengkapan dan dukungan Program MBG).

Menurut Badan Gizi Nasional (RDP dengan DPR RI pada 2024) mekanisme pengadaan dan penyaluran paket MBG adalah

  • Membangun Dapur Pusat
  • Membangun Dapur (di) Sekolah atau Pesantren yang jumlah peserta didik minimal 2.000 orang
  • Melayani di daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau dalam waktu setengah jam. Wilayah yang harus dijangkau dalam satu hari,  dikirimkan dengan menggunakan paket vacuum. Daerah terpencil, dilakukan setiap satu bulan atau satu minggu.

Pengadaan Paket MBG, BGN membentuk atau membangun sekitar 100 Satuan Pelayanan (penyimpanan bahan mentah, lemari pendingin, Dapur Pusat, Dapur Sekolah, Ruang Makan, dll) senilai sekitar Rp 1.5 M dengan Peralatan atau perabot Rp700 J.

Beberapa Catatan Krusial

Secara keseluruhan, Program Makan Bergizi Gratis merupakan langkah yang positif dalam upaya pemerintah untuk mengatasi masalah gizi di Indonesia. Dengan perencanaan yang matang, pengawasan yang ketat, dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, program ini diharapkan dapat memberikan dampak yang signifikan bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia.

Gagasan Program MBG  menargetkan kelompok rentan gizi seperti ibu hamil, menyusui, balita, dan seluruh siswa di berbagai jenjang pendidikan. Cakupan yang luas ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk meningkatkan status gizi masyarakat. Ini termasuk terobosan yang cerdas.

Program MBG memiliki potensi besar untuk meningkatkan status gizi masyarakat, terutama anak-anak sekolah. Namun, ada sejumlah hal penting yang patut diperhatikan; antara lain

Mekanisme Distribusi yang Terstruktur. Penggunaan sistem scan untuk absensi siswa dan pencatatan pengambilan makanan menunjukkan upaya untuk (i) memastikan distribusi makanan yang efisien dan akuntabel, atau (ii) membuat rumit dan antrean panjang; karena waktu makan yang terbatas

Distribusi yang Merata. Menjamin distribusi makanan yang merata ke seluruh wilayah, terutama di daerah terpencil, akan menjadi tantangan tersendiri. Ketersediaan infrastruktur yang memadai dan logistik yang baik sangat diperlukan.

Fokus pada Daerah Terpencil: Pembentukan dapur pusat dan dapur sekolah, serta penggunaan paket vakum untuk daerah terpencil, menunjukkan upaya untuk menjangkau seluruh wilayah di Indonesia, termasuk daerah yang sulit diakses.

Standarisasi Fasilitas. Pembangunan satuan pelayanan dengan peralatan yang lengkap bertujuan untuk menjamin kualitas dan keamanan makanan yang disajikan.

Potensi Tantangan

Agaknya Program MBG, walau baru dimulai, telah melalui perencanaan dan persiapan yang baik, meskipun belum bisa disebut sudah sempurna serta tanpa kekurangan.

Program MBG merupakan inisiatif yang sangat baik untuk meningkatkan status gizi masyarakat, khususnya anak-anak sekolah. Namun, seperti program besar lainnya, MBG juga menghadapi sejumlah kendala. Ada beberapa hal perlu diantisipasi. Antara lain,

Kualitas Makanan. Meskipun program ini menekankan pada makanan bergizi, penting untuk memastikan bahwa makanan yang disajikan benar-benar memenuhi kebutuhan gizi sasaran. Pengawasan kualitas makanan secara berkala perlu dilakukan.

Penerimaan Masyarakat. Meskipun program ini gratis, penting untuk mempertimbangkan preferensi makanan lokal dan kebiasaan makan masyarakat. Edukasi mengenai pentingnya gizi seimbang juga perlu dilakukan secara intensif.

Efisiensi Anggaran. Penggunaan anggaran yang besar harus dibarengi dengan pengawasan yang ketat untuk menghindari penyelewengan dan memastikan bahwa anggaran digunakan secara efektif. Memastikan anggaran digunakan secara efisien dan tepat sasaran.

Kenaikan Harga Bahan Pokok: Fluktuasi harga bahan pokok dapat mempengaruhi anggaran yang telah ditetapkan.

Sustainability. Bagaimana keberlanjutan program MBG dapat dijamin setelah anggaran yang besar ini habis.

Oleh sebab itu, dalam rangka penyempurnaan Program MBG, maka, saya usulkan,

Evaluasi Program. Bagaimana mekanisme evaluasi program MBG untuk mengukur keberhasilan dan dampaknya terhadap status gizi masyarakat.

Evaluasi secara berkala sangat penting untuk mengidentifikasi masalah yang muncul dan mengukur keberhasilan program. Hasil evaluasi dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan program.

Sistem Monitoring: Membangun sistem monitoring yang efektif untuk melacak kinerja program dan memberikan umpan balik.

Data: Mengumpulkan data yang akurat dan relevan untuk evaluasi program.

Keterlibatan Masyarakat: Bagaimana peran masyarakat, terutama orang tua siswa, dalam mendukung keberhasilan program MBG.

Partisipasi Orang Tua Melibatkan orang tua siswa dalam pengawasan program dan memberikan edukasi mengenai gizi.

Keterampilan: Membutuhkan tenaga kerja yang terlatih dalam bidang gizi dan pengelolaan makanan.

Jumlah: Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan cukup besar, terutama untuk daerah dengan cakupan yang luas.

Kolaborasi dengan Sekolah. Membangun kerjasama yang baik dengan sekolah untuk memastikan kelancaran program.

Rekrutmen Tenaga Ahli: Merekrut tenaga ahli gizi, ahli pangan, dan manajemen logistik.

Pelatihan Berkelanjutan: Memberikan pelatihan berkelanjutan kepada petugas untuk meningkatkan kompetensi.

Insentif: Memberikan insentif kepada petugas yang berprestasi untuk meningkatkan motivasi kerja.

Untuk hal di atas, jadi ingat Homestay dan Ibu-ibu Konsumsi di Kepulauan Seribu, serta daerah lain yang pernah saya bina.

Sinergi dengan Program Lain: Bagaimana program MBG disinergikan dengan program pemerintah lainnya yang terkait dengan gizi, seperti program pemberian makanan tambahan (PMT) dan program sanitasi.

Distribusi dan Logistik

  • Daerah Terpencil: Menjangkau daerah-daerah terpencil dengan infrastruktur yang terbatas merupakan tantangan besar.
  • Kualitas Transportasi: Kondisi jalan yang buruk dapat merusak makanan dan memperlambat distribusi.
  • Penyimpanan: Menjaga kualitas makanan dari dapur pusat hingga ke sekolah membutuhkan sistem penyimpanan yang baik dan terawat.

Kualitas Makanan

  • Standarisasi: Menjaga kualitas dan variasi makanan agar memenuhi kebutuhan gizi yang berbeda-beda merupakan tantangan tersendiri.
  • Higienitas: Memastikan makanan yang disajikan bersih dan higienis membutuhkan pengawasan yang ketat.
  • Alergi: Mengatasi masalah alergi makanan pada siswa juga perlu diperhatikan.

Waspada dan Kesiapan terhadap Perubahan Kebijakan

Pergantian Pemerintahan: Perubahan kebijakan terkait program ini dapat terjadi saat pergantian pemerintahan. Perubahan prioritas anggaran pemerintah dapat mempengaruhi kelanjutan program.

Solusi yang dapat dipertimbangkan

  • Penguatan Infrastruktur: Meningkatkan kualitas jalan, fasilitas penyimpanan, dan transportasi di daerah terpencil.
  • Peningkatan Kapasitas SDM: Melakukan pelatihan bagi tenaga kerja yang terlibat dalam program.
  • Sistem Informasi yang Terintegrasi: Membangun sistem informasi yang terintegrasi untuk memudahkan monitoring dan evaluasi.
  • Kemitraan dengan Stakeholder: Membangun kemitraan dengan berbagai pihak terkait, seperti lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha, dan akademisi.
  • Evaluasi Berkala: Melakukan evaluasi secara berkala untuk mengidentifikasi masalah dan mencari solusi.
  • Peningkatan Infrastruktur: Membangun atau memperbaiki jalan, jembatan, dan gudang penyimpanan di daerah terpencil.
  • Teknologi Informasi: Menggunakan sistem informasi geografis (SIG) untuk memetakan lokasi penerima manfaat dan merencanakan rute distribusi yang efisien.
  • Kendaraan Khusus: Menyediakan kendaraan yang dilengkapi dengan pendingin untuk menjaga kualitas makanan selama transportasi.
  • Kerjasama dengan Masyarakat: Memanfaatkan jaringan masyarakat lokal sebagai relawan untuk membantu distribusi makanan.
  • Standarisasi Menu: Menyusun menu yang bervariasi dan bergizi seimbang dengan melibatkan ahli gizi. Sertifikasi Produsen: Memastikan bahan makanan berasal dari produsen yang memiliki sertifikasi keamanan pangan.
  • Pelatihan Pengolahan Makanan: Memberikan pelatihan kepada petugas kantin sekolah atau dapur pusat tentang cara mengolah makanan yang higienis dan bergizi. Sistem Pengawasan: Melakukan inspeksi secara berkala terhadap kualitas makanan dan kebersihan lingkungan.
  • Efisiensi Anggaran: Melakukan audit secara berkala untuk memastikan penggunaan anggaran yang efektif dan transparan.
  • Sumber Pendanaan Lain: Mencari sumber pendanaan tambahan dari donasi, kerjasama dengan perusahaan swasta, atau program CSR.
  • Pembelian Lokal: Membeli bahan makanan dari produsen lokal untuk mendukung ekonomi daerah dan mengurangi biaya transportasi.
  • Pentingnya Koordinasi dan Kolaborasi. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, diperlukan koordinasi yang baik antara berbagai pihak yang terlibat, seperti pemerintah pusat dan daerah, lembaga swadaya masyarakat, sekolah, dan masyarakat.
  • Kolaborasi yang erat akan membantu meningkatkan efektivitas program dan memastikan bahwa manfaat program MBG dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat, terutama anak-anak sekolah.

Dengan menerapkan solusi-solusi di atas, diharapkan Program MBG dapat berjalan lebih efektif dan memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan status gizi masyarakat Indonesia.

Opa Jappy  (Mantan Guru dan Dosen) Pro Life Indonesia

Jika ingin Diskusi Hubungi saya by WA do +62818126858

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun