Hidup Berdampingan dengan OTG
Ada orang-orang yang mengidap atau terserang Covid-19, namun tanpa tanda-tanda fisik; mereka sering disebut Orang Tanpa Gejala terserang atau menderita Covid-19 atau OTG. Jadi, OTG bisa ada di mana-mana atau pada semua tempat, setiap waktu dan keadaan; mereka bisa di/dalam komunitas, serumah, seranjang dan lain sebagainya. Â
Dengan demikian, secara sadar atau tidak, yang terjadi adalah kita, anda dan saya, hidup bersama atau berdampingan dengan OTG. Berbahaya atau tidak? Itu yang jadi masalah serius. Sebab, tidak menutup kemungkinan OTG, yang ada di antara dirimu dan diriku, menjadi 'penyebar Covid-19 yang terbaik, teraman, tercepat' untuk orang lain.
Oleh sebab itu, dalam kerangka kebersamaan hidup dan kehidupan, maka (i) perlu adanya cara mendeteksi dengan cepat untuk mengetahui seseorang OTG atau tidak, dan (ii) mengetahui cara-cara melindungi diri dari OTG. Lalu, siapa yang bisa memberikan atau menjelaskan tentang semuanya itu?
Mungkin, itu yang disebut 'Berdamai dengan Covid-19' atau tahu dan memahami persis detail tentang Covid-19, maka (akan) mudah memberantas atau mengatasinya. Sekaligus tidak takut bersama OTG atau berdampingan dengan mereka, tapi tidak menjadi koban Covid-19.
Opa Jappy, Kompasiana 18 Mei 2020
Pondok China, Depok Jawa Barat | "Saatnya Lepas Masker di Area Terbuka!" Kira-kira seperti itulah eforia terkini di Nusantara. Banyak orang telah lakukan hal tersebut seiring dengan berangsurnya Covid-19 (dan turunannya) menghilang serta bukan lagi menjadi "hantu yang menakutkan."
Tapi, haruskah eforia tersebut kemudian menjadi "pelupaan terhadap prokes?" Jika seperti itu, maka, menurut saya, (akan) terjadi "bencana yang terulang."
Ya, bencana yang terulang karena benih-benih Covid-19 yang "mati suri," ketika mendapat "lahan" berupa tubuh manusia yang daya tahan lemah atau kurang sehat, maka dengan mudah menyerang serta menghancurkan.
Sedikit menolak lupa, ketika HIV Aids merambah ke berbagai penjuru Bumi, memunculkan "pertobatan sosial dan perilaku;" sehingga banyak orang merobah gaya hiudup dan kehidupan mereka agar terhindar dari penyakit tersebut.Â
Namun, Â yang tersisa adalah Orang Dengan HIV AIDS atau ODHA. Dan, kini, mungkin saja, kita, anda, dan saya hidup berdampingan dengan ODHA.
Lalu, bagaimana dengan sikon kekinian atau nantinya menuju Pasca Pandemi Covid-19? Nantinya juga terjadi perubahan gaya hidup dan kehidupan agar tak terserang Covid-19?
Katakanlah, pandemi Covid-19 (mulai dan telah berakhir), namun benih-benihnya tak pernah lenyap; ya bibit atau penyebab penyakir dan virus tersebut tetap ada serta "berkelana di Bumi dengan bebas."
Benih tersebut bisa saja (tetap) ada di flora, fauna, dan manusia. Dengan itu, di mana-mana masih ada Orang Tanpa Gejala atau pun wadah persembunyian Covid-19. Dan, ketika OTG tersebut bermobilitas atau berinteraksi sosial, bisa terjadi Covid-19 dalam dirinya berpindah ke/pada orang lain.
Nah! Jadinya, walau pasca pandemi, tak bermakna tak mungkin terpapar Covid-19, peluang masih ada karena OTG ada di mana-mana. Sehingga, tetap jaga diri dan waspada agar tak terpapar Covid-19.
Hal tersebut bisa bermakna, jika masa pandemi sangat banyak orang ikuti Prokes, jaga imunitas, jaga jarak, disiplin, dan lain-lain; maka gaya hidup dan kehidupan seperti itu tetap (harus, wajib) dipertahankan atau berlanjut. Â Ya, Covid-19 telah merobah gaya hidup dan kehidupan manusia. Perubahan tersebut, anda dan saya yang lakukan dan rasakan.
Pastinya, jika saat ini anda dan saya (yang lagi baca), sehat, masih ada serta eksis, maka itu bisa bermakna bahwa dirimu adalah pemenang. Dan, bisa berkata, "Saya telah menang dalam perjuangan melawan Covid-19, sementara tak sedikit orang tinggal kenangan."
Karena sebagai pemenang, maka pertahankan dan lanjutkanlah "gaya hidup dan kehidupan baru" agar tidak terpapar Covid-19 dari OTG.
Cukuplah
Opa Jappy | Indonesia Hari Ini
