Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Selamat Hari Buruh, "Buruh sebagai Mitra Pengusaha dan Penguasa"

1 Mei 2022   11:21 Diperbarui: 1 Mei 2022   11:25 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sikon Umum Buruh di Nusantara

Mereka menjadi korban korban ketidakadilan para pengusaha. Kemajuan sebagian masyarakat global (termasuk Indonesia) yang mencapai era teknologi dan industri ternyata tidak bisa menjadi gerbong penarik untuk menarik sesamanya agar mencapai kesetaraan. Para pengusaha teknologi dan industri tetap membutuhkan kaum miskin yang pendidikannya terbatas untuk dipekerjakan sebagai buruh.

Dan dengan itu, karena alasan kurang pendidikan (walaupun tak semua buruh dengan pendidikan yang rendah), mereka dibayar di bawah standar atau sangat rendah, serta umumnya, tanpa tunjangan kesehatan, transportasi, uang makan, dan lain sebagianya. Seringkali terjadi, buruh yang mempunyai pendidikan yang lebih tinggi pun, diperlakukan sama dengan yang berpendidikan pas-pasan.

Para buruh tersebut harus menerima keadaan itu karena membutuhkan nasi dan pakaian untuk bertahan hidup. Akibatnya, menjadikan mereka tidak mampu meningkatkan kualitas hidupnya. Secara langsung, mereka telah menjadi korban ketidakadilan para pengusaha (konglomerat) hitam yang sekaligus sebagai penindas sesama manusia dan pencipta langgengnya kemiskinan Para buruh (laki-laki dan perempuan) harus menderita karena bekerja selama 12 jam per hari (bahkan lebih), walau upahnya tak memadai.

Kondisi buruk yang dialami oleh para buruh tersebut juga membuat dirinya semakin terpuruk di tengah lingkungan sosial kemajuan di sekitarnya (terutama para buruh migran pada wilayah metropolitan). Sistem kerja yang hanya mengutamakan keuntungan majikan, telah memaksa para buruh untuk bekerja demikian keras.

Sehingga cara hidup dam kehidupan yang standar, wajar dan normal, yang seharusnya dialami oleh para buruh, tidak lagi dinikmati oleh mereka. Fisik dan mental para buruh (yang giat bekerja tetapi tetap miskin), telah dipaksa menjadi bagian dari instrumen mekanis.

Mereka dipaksa (dan terpaksa) untuk menyesuaikan diri dengan irama, kecepatan dan ritme mesin-mesin pabrik dan ritme bising mesin otomotif; mesin-mesin itu, memberikan perubahan dan keuntungan pada pemiliknya, namun sang buruh tetap berada pada kondisi kemiskinan.

Dengan tuntutan itu, mereka tak memiliki kebebasan, kecuali hanya untuk melakukan aktivitas pokok makhluk hidup (makan, minum, tidur) di sekitar mesin-mesin yang menjadi tanggungjawabnya.

Opa Jappy, Kompasianan 3 Oktober 2012

Dokumentasi Kompasiana Opa Jappy
Dokumentasi Kompasiana Opa Jappy
Srengseng Sawah, Jakarta Selatan | Catatan Sejarah menunjukan bahwa 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional muncul dari suatu proses perlawanan yang dilakukan oleh buruh atau pekerja terhadap sejumlah pembatasan dan penindasan yang mereka alami.  

Ketika itu, 1 Mei 1886, organisasi Federasi Buruh Amerika berseru kepada para pekerja di AS agar penguasa dan pengusaha, terutama pemilik pabriok, jam kerja mereka diturunkan dari 16, 12, 10 jam per hari menjadi hanya 8 jam, tanpa menguruangi upah kerja yang didapat.  Alasan tersebut sangat beralasan, karena sisa waktui yang ada biosa dipakai untuk interaksi social, keluarga, ibadah, dan pemulihan diri dari kellehan kerja.

Sayangnya, aksi dan tuntutan tersebut tak didengar; justru Negra, diwakili Polisi, melakukan pembungkaman; para demontran dihadapi dengan pentungan dan mesiu. Aksi buruh pun dilanjutkan pada 3 Mei 1886, dan menjadi anarkis; terjadi sejumlah tindak pengrusakan, sejumlah besar buruh, warga sipil,  dan aparat tewas serta luka-luka. Situasi menjadi terkendali, ketika para buruh mundur ke rumah masing --masing; dan di sana mereka tidak masuk kerja atau mogok selama beberapa hari.

Tahun 1889, Konferensi Sosialis Internasional menetapkan 1 Mei sebagai May Day untuk  menghormati perjuangan para buruh kemudian disebut juga sebagai Hari Buruh Internasional. Namun, tidak ada informasi yang tepat tentang alasan penggunaan sebutan My Day tersebut; padahal sebut an itu, sebelumnya sudah digunakan dan polpuler di dunia penerbangan. Di dunia penerbangan (sipil dan militer), seruan My Day berulang-ulang hanya boleh diucapkan atau terdengar ketika pilot dalam keadaan darurat, misalnya pesawat tertembak atau meluncur jatuh, dan menuju kematian.

Atau, mungkin saja 1 Mei sebagai My Day karena mengingat korban yang tewas dan luka-luka pada pada waktu itu; serta "tewasnya" kuasa dan kekuasaan para penindas serta penindasan terhadap kemanusiaan para buruh.  Sehingga buruh bukan lagi sekedar "nomor-nomor yang bekerja," dan milik para pengusaha. Melainkan mitra penting dalam usaha, karya, dan penggerak ekonomi; tanpa mereka, maka tak ada pergerakan ekonomi.

Buruh sebagai mitra penting dalam usaha, karya, dan penggerak ekonomi itulah yang patut disadari oleh para pengusaha dan penguasa; sehingga setiap kebijakan (dan juga produk perundang-undang) selayaknya lebih banyak berpihkan pada pada buruh, bukan sebaliknya.

Selanjutnya?

Berdasarkan pengalaman saya berada di garis belakang ketika ada aksi buruh di Jakarta, ketika bertanya bpada buruh dan bertanya mengapa mereka melakukan demo, maka jawaban mereka standar, sebagai solidaritas terhadap sesame rekan seprofesi,  menuntut kenaikan upah, serta perhatian terhadap terhadap kesejahteraan."

Ya, tuntutan dan solidaritas terhadap sesama yang seprofesi itulah, tak terbantahkan sebagai motivasi peregrakan pada setiap 1 Mei di Indonesia.  Sebab, profesi adalah (i) pekerjaan (tertentu) yang menjadi panggilan hidup seseorang; (ii) yang seseorang pilih dengan penuh kesadaran; (iii) mengandung nilai kemandirian, kepuasan dan ekonomi, serta berguna untuk (kelangsungan) hidup dan kehidupan.

Dengan itu, menjadi atau berprofesi sebagi buruh tidak muncul dari hamparan kosong yang tak berkualitas. Melainkan, adanya keahlian yang didapat melalui pendidikan terstruktur dan baku; kegiatan berkelanjutan yang menjadi sumber pemenuhan kebutuhan hidup; mempunyai kaitan dengan bidang-bidang lain dalam masyarakat; mempunyai nilai kepuasan dan ekonomis yang (sengaja) dipilih sebagai panggilan dalam hidup hidup dan kehidupan sosial.

Jadi?

Jika giat, aksi, "demo" buruh untuk memperjuangkan aspirassi diri dalam rnagka perubahan, keseteraan, kesejahteraan, dan keadilan, mama maka sepatutnya, jika hari ini, ada aksi, demo, bajkan boloh dari tempat kerja, maka itu bisa berdampak pada melumpuhkan kerja mesin-mesin pabrik, berhentinya produksi, dan lain sebagainya.  Jika seperti itu, dan terus menerus atau sering terjadi  maka cara menyampaikan pesan (melalui aksi, demo) agar semua yang ada di negeri ini bisa mendengar jeritan mereka, justru tidak didengar dan terdengar; yang muncul malah sikap antipati dan ketidakksesukaan.

Apalagi, jika demo dan aksi buruh diisi dengan kepentingan dan pesan-pesan politik tertentu; maka semuanya itu hanya menghasilkan sesuatu yang sia-sia. Ketika mereka kembali (pulang) ke tempat tinnggalnya masing-masing, atau ada yang masih dijalan; mereka dalam keadaan lelah, lunglai, kelelahan, dan tak berdaya.

Selamat Hari Buruh

Cukuplah

Opa Jappy | Indonesai Hari Ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun