Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kepala Daerah (yang Baru) Terpilih, "Jangan Bayar Hutang dengan KKN"

10 Desember 2020   21:22 Diperbarui: 10 Desember 2020   21:30 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bogor, Jawa Barat | Pertama-tama, (i) saya ucapkan selamat ke Saudara-/i , termasuk sejumlah yunior dan teman, yang berhasil terpilih (dan dipilih) sebagai Walikota/Wakil Walikota, serta Bupat/Wakil Bupati, (ii) sukses Kalian adalah hasil kerja banyak orang; jadi, (iii) pergunakan kesempatan, amanat, mandat tersebut dengan baik yang benar. Kedua, berkenaan dengan yang pertama, ada pesan-pesan singkat untuk kalian.

Ok lah, sebelum lanjut baca, silahkan melompat ke kolom komentar; dan baca komentar pertama. Anda telah baca? Untuk yang baru tahu, maka itulah yang terjadi sejak Pilkada Langsung; ada mekanisme baku pada semua parpol.

Walau (pengurus) Parpol menyebutkan bahwa tidak ada 'uang pintu' untuk mendapat dukungan, itu hanya ucapan, beda dengan prakteknya.; dan itu juga merupakan sumbangan besar pada biaya-biaya Pilkada, bahkan bisa mencapai 25 % dari total biaya yang harus dikeluarkan pasangan kandidat kepala/wakil kepala daerah.

Selain itu, karena atau biaya Pilkada mencapai puluhan, bahkan ratusan, M Rupiah, maka, bisa dikatakan, tidak ada satu pun Orang Indonesia bisa menjadi Kepada (dan Wakil) Daerah dengan biaya sendiri, kecuali memang ia (mereka) memiliki uang yang sangat banyak. Lalu, bagaimana mereka, para kandidat tersebut, bisa membiyai Pilkada dan segala macam asesoris politik lainnya?

Berdasarkan pengalaman, biaya-biaya Pilkada bersumber dari (i) 'katanya' dari Kas Parpol atau sumbangan Anggota Parpol; ini ungakapan resmi dari Parpol, (ii) dana (pribadi) kandidat yang bertarung, (iii) penyandang dana; ini merata pada semua kandidat dan daerah; kerjasama dengan penyandang dana inilah, bisa membawa 'malapetaka politik' pada seseroang yang terpilih sebagai Kepala Daerah.

Kok bisa? Begini, jika seseorang maju Pilkada dengan sebagian besar biaya-biaya dari penyandang dana (termasuk dukungan nol dana dari Elite Parpol tapi EP sebagai lingkaran dekat DPP, maka kandidat harus menyediakan dana untuk para elite tersebu), maka ia  harus menyiapkan proposal kebutuhan dana, dan diserahkan ke penyandang dana.

Pada proposal itu, ada perhitungan kebutuhan Pilkada (mulai dari kebutuhan uang dukungan, kampasnye, hingga pesta rakyat, jika menang), serta bagaimana kandidat menggantinya jika ia terpilih sebagai Kepala Daerah. Karena kandidat (yang telah menang) adalah orang yang tak memiliki harta melimpah, maka ia akan mengganti atau membayar hutang (termasuk hutang budi) dengan

  • membuka peluang (bebas hambatan) pada perusahan-perusahan penyandang dana untuk (katanya) investasi di wilayah atau daerah; di sini sejumlah potensi daerah 'diserahkan' ke/pada perusahan-perusaha milik penyandang dana,
  • mengangkat orang-orang yang ada hubungan dengan penyandang dana di/pada posisi penting BUMD, termasuk Bank Milik Daerah
  • korupsi, kolusi, nepotisme atau KKN

Hal-hal di atas, sudah terjadi di mana-mana atau semua daerah. Dan jika, ditambah lagi dengan nafsu untuk 'mengumpul harta dan penyalahgunaan kekuasaan,' maka, juga sekaligus, bisa menghantar semua Kepala Daerah (dan wakilnya) masuk penjara karena dibekuk KPK.

Berdasarkan hal-hal di atas, wahai Para Kepala Daerah dan Wakilnya (dan keluarga, tim sukses, dan lain-lain ), yang baru saja terpilih, waspada serta perhatikanlah, agar tidak jatuh atau hancur karena untuk 'membalas budi,' kalian menyerahkan diri pada 'melanggar undang-undang.'

Ingatlah bahwa rakyat telah memberikan mandat  kepada kalian untuk menjadi pemimpin dan memimpin mereka, bukan agar menguras potensi daerah (untuk orang lain) atau pun KKN. 

Sebab, mandat, secara fungsional, adalah tugas dan tanggungjawab diberikan seseorang kepada orang lain (biasanya bawahan atau orang yang dipercayai) untuk bertindak mewakilinya. 

Tugas dan tanggungjawab itu harus dikerjakan sampai tuntas, kemudian dipertanggungjawabkan kepada pemberi mandat. Namun, harus diingat bahwa mandat bersifat sementara, terbatas, dan durasinya terbatas, sesuai kehendak pemberi mandat.

Selamat Bertugas hingga Akhir Waktu; jangan berhentik karena Melanggar Undang-undang

Opa Jappy | Indonesia Hari Ini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun