Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Produktivitas Kerja Pekerja Indonesia Sangat Rendah, Ini Penyebabnya

30 November 2020   11:21 Diperbarui: 30 November 2020   12:36 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demo Pekerja | Dokumentasi Jawa Pos

Menurut Catatan ILO, produktivitas kerja,

  1. China,  6,2 % / Tahun
  2. Vietnam,  5,8 / Tahun
  3. India, 5,7 % / Tahun
  4. Myanmar, 5,5 persen / Tahun
  5. Filipina, 4,1 % / Tahun
  6. Indonesia, 3,8 % / Tahun

Ini menunjukkan bahwa nilai upah minimum pekerja Indonesia tidak sepadan dengan produktivitas yang dihasilkan; artinya, Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah ke atas kalah dalam soal produktivitas dengan negara pesaing, (Lengkapnya Lihat Kolom Komentar)

Demo Pekerja | Dokumentasi Jawa Pos
Demo Pekerja | Dokumentasi Jawa Pos
Sekitaran Fakultas Hukum, Universitas Pancasila, Jakarta Selatan | Beberapa hari terakhir ini, kembali ramai dengan 'Produktivitas Kerja;' ramai karena ada semacama 'keinginan kuat' dari para pekerja agar mereka mendapat upah yang memadai (bahkan lebih) plus tunjangan-tunjangan sebagai apresiasi terhadap hasil kerja. Keinginan yang baik dan benar, serta tak berlebihan.

Sementara itu, para pemilik (dan pemberi pekerjaan) menangggapinya dengan baik dan serius, tapi ...; ada tapinya, yaitu semua permintaan buruh bisa 'diberikan atau dipenuhi' jika hasil kerja mereka sesuai atau seimbang dengan upah yang (akan) diterima (dibayar, dibayar, gaji). Sementara itu, pekerja pun menyatakan, "Berikan kami gaji dan fasilitas, maka kami pun menghasilkan atau memberi yang terbaik." Nah. Seperti 'Ayam dan Telur serta Telur dan Ayam.'  

Jadinya, penguasa meminta produktivitas kerja, sementara pekerja menuntut gaji dan berbagai fasilitas; atau kebalikannya. Mana yang lebih penting dan utama? Menurut saya, dua-duanya penting, utama, serta simultan. Lalu, apa sich produktivitas kerja tersebut.

Dari jejak digital, produktivitas kerja merupakan hasil yang dicapat (dicapai) dari suatu proses produksi atau kerja (seseorang atau pun kelompok kerja) pada suatu durasi waktu tertentu; hasil tersebut dapat terukur, misalnya jumlah, kualitas, perfoma, layak dijual, termasuk memenuhi standar penjualan (untuk dijual) ke publik (konsumen). 

Jika maknanya seperti itu, maka, timbul tanya, "Apakah hasil kerja pekerja di Indonesia, sudah mencapai tingkat produktivitas kerja yang menjadikan mereka mendapat gaji tinggi plus berbagai fasilitas lainnya?" Silahkan kita, anda dan saya, jawab sesuai dengan bisikan hati nurani.

Dari sejumlah teman pengusaha, mereka menyatakan bahwa, "Sudah menyiapkan banyak hal untuk pekerja, agar mencapai hasil kerja yang memadai. Namun, tetap saja ada banyak alasan hingga tak mencapai target." Tepat, apa mau dikata, pengusaha butuh pekerja; jika mereka 'keras' maka pekerja akan berulah.

Umumnya, untuk mencapai produktivitas kerja, pengusaha (pemberi kerja, perusahan) menyiapkan (i) pelatihan (Training), (ii) lingkungan kerja nyaman, aman, sehat, komunikasi antar rekan kerja, pimpinan, dan tim, (iii) peralatan dan perlengkapan kerja, (iv) peningkatan motivasi kerja, tanggung jawab, disiplin pekerja, (v) bonus dan fasilitas, (vi) kebijakan perusahan atau 'aturan main' yang harus diikuti oleh semua pekerja dan pemberi kerja.

Sayangnya, semua hal-hal di atas, tak diikuti dengan baik, benar, taat, dan disiplin; akibatnya, sudah jelas. Indonesia menjadi negara terendah pada/dalam produktivitas kerja. Agaknya, itu juga yang menjadi perhatian Pemerintah, sehingga melakukan berbagai upaya agar terjadi perubahan pada 'Wajah Pekerja Indonesia,' (Lihat pernyataan Menaker).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun