Menurut Catatan ILO, produktivitas kerja,
- China, Â 6,2 % / Tahun
- Vietnam, Â 5,8 / Tahun
- India, 5,7 % / Tahun
- Myanmar, 5,5 persen / Tahun
- Filipina, 4,1 % / Tahun
- Indonesia, 3,8 % / Tahun
Ini menunjukkan bahwa nilai upah minimum pekerja Indonesia tidak sepadan dengan produktivitas yang dihasilkan; artinya, Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah ke atas kalah dalam soal produktivitas dengan negara pesaing, (Lengkapnya Lihat Kolom Komentar)
Sementara itu, para pemilik (dan pemberi pekerjaan) menangggapinya dengan baik dan serius, tapi ...; ada tapinya, yaitu semua permintaan buruh bisa 'diberikan atau dipenuhi' jika hasil kerja mereka sesuai atau seimbang dengan upah yang (akan) diterima (dibayar, dibayar, gaji). Sementara itu, pekerja pun menyatakan, "Berikan kami gaji dan fasilitas, maka kami pun menghasilkan atau memberi yang terbaik." Nah. Seperti 'Ayam dan Telur serta Telur dan Ayam.' Â
Jadinya, penguasa meminta produktivitas kerja, sementara pekerja menuntut gaji dan berbagai fasilitas; atau kebalikannya. Mana yang lebih penting dan utama? Menurut saya, dua-duanya penting, utama, serta simultan. Lalu, apa sich produktivitas kerja tersebut.
Dari jejak digital, produktivitas kerja merupakan hasil yang dicapat (dicapai) dari suatu proses produksi atau kerja (seseorang atau pun kelompok kerja) pada suatu durasi waktu tertentu; hasil tersebut dapat terukur, misalnya jumlah, kualitas, perfoma, layak dijual, termasuk memenuhi standar penjualan (untuk dijual) ke publik (konsumen).Â
Jika maknanya seperti itu, maka, timbul tanya, "Apakah hasil kerja pekerja di Indonesia, sudah mencapai tingkat produktivitas kerja yang menjadikan mereka mendapat gaji tinggi plus berbagai fasilitas lainnya?" Silahkan kita, anda dan saya, jawab sesuai dengan bisikan hati nurani.
Dari sejumlah teman pengusaha, mereka menyatakan bahwa, "Sudah menyiapkan banyak hal untuk pekerja, agar mencapai hasil kerja yang memadai. Namun, tetap saja ada banyak alasan hingga tak mencapai target." Tepat, apa mau dikata, pengusaha butuh pekerja; jika mereka 'keras' maka pekerja akan berulah.
Umumnya, untuk mencapai produktivitas kerja, pengusaha (pemberi kerja, perusahan) menyiapkan (i) pelatihan (Training), (ii) lingkungan kerja nyaman, aman, sehat, komunikasi antar rekan kerja, pimpinan, dan tim, (iii) peralatan dan perlengkapan kerja, (iv) peningkatan motivasi kerja, tanggung jawab, disiplin pekerja, (v) bonus dan fasilitas, (vi) kebijakan perusahan atau 'aturan main' yang harus diikuti oleh semua pekerja dan pemberi kerja.
Sayangnya, semua hal-hal di atas, tak diikuti dengan baik, benar, taat, dan disiplin; akibatnya, sudah jelas. Indonesia menjadi negara terendah pada/dalam produktivitas kerja. Agaknya, itu juga yang menjadi perhatian Pemerintah, sehingga melakukan berbagai upaya agar terjadi perubahan pada 'Wajah Pekerja Indonesia,' (Lihat pernyataan Menaker).
Namun, apakah para pekerja menyambut baik upaya pemerintah tersebut? Atau, hanya asyik dengan pengerahan massa untuk melakukan aksi ini-itu, dan melupakan tugas dan tanggung jawab utamanya. Entahlah. Hanya Tuhan yang tahu.
Opa Jappy | Indonesia Hari Ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H