Akibat virus corona, di mana-mana, utamanya Negara-negara yang warganya menjadi korban, mereka menyatukan diri, satukan kekuatan , dan bersama-sama melakukan upaya-upaya agar 'menghabisi Si Corona.' Tapi, berbeda dengan yang terjadi di Indonesia. Di sini, justru pejabat dan politisinya, melakukan penyesatan dan pengecohan informasi, dan berdampak pada kepanikan publik.
Kepanikan publik tersebut, semakin jelas terlihat, misalnya (i) ketika sejumlah orang (dengan raut panik dan ketakutan) dua hari terakhir membanjiri toko-toko untuk membeli kebutuhan pokok, masker, dan lain sebagainya; (ii) penumpang transportasi massal menggunakan masker, (iii) orang-orang di area tertutup, seperti Kampus, Kantor, Sekolah, seakan tidak percaya pada kesehatan orang-orang sekitar, sehingga mereka pakai masker. Keadaan itu berlebihan? Entalah lah. Tapi, pastinya karena kepanikan, tidak sedikit orang yang antri untuk membeli kebutuhan pokok serta memakai masker.
Dari semunya itu, sangat jelas, pemicu kepanikan publik tersebut adalah orasi dan narasi yang  berasal dari pejabat publik, misanya Gubernur DKI Jakarta.
Orasi dan narasi tersebut, ditambah lagi dengan arus informasi (kadang ada yang tidak akurat dan valid) tentang virus corona melalui media penyiaran, utamanya TV, dengan intonasi 'menakutkan,' semakin menghantar publik pada sikon tak menentu, dan bahwa dirinya sudah tidak aman, mudah terserang, dan sebentar lagi 'giliran saya.'
Sikon tak menentu itulah menjadikan sejumlah orang berpikir dan bertindak tanpa pertimbangan, bahkan melakukan hal-hal yang tak semestinya dilakukan. Model seperti inilah, mereka sebetulnya telah menjadi 'korban tersembunyi' dari virus corona.Â
Sehingga ada yang menyebut bahwa korban virus corona di seluruh Dunia hanya mencapai, maksimal, 100.000 orang; dan yang meninggal langsung akibat penyakit sekitar 2-3 %. Tetapi, yang meninggal akibat panik dan ketakutan terhadap virus corona, bisa mencapai ratusan ribu atau jutaan orang.
Mengapa  bisa mencapai jumlah wah seperti itu? Hanya ada satu penyebab, yaitu panik atau kepanikan publik akibat orasi dan narasi yang tak bertanggungjawab.
Cukup lah
Opa Jappy | Indonesia Hari Ini
#Stopmenyerbutokountukbelikebutuhanpokok
#Stopanik