Catatan I: Tentang Genting
Genting biasanya dimaknai sebagai sikon gawat, darurat, kritis, sementara terjepit dari semua arah; pada sikon seperti itu, jika tidak tertangani atau ditolong maka (akan) berdampak pada sesuatu yang sangat buruk atau pun malapetaka, kehancuran, dan bahkan ketiadaan yang memakan banyak korban.
Sikon genting bisa terjadi pada seseorang, komunitas, masyarakat, atau pun Negara; sikon genting pun bisa terjadi di/pada suatu wilayah (tertentu) dengan cakupan yang sempit maupun luas; atau bisa merupakan paduan antara orang-orang dan wilayah; atau orang-orang di suatu wilayah mengalami sikon genting. Sederhananya, meminjam frasa dari Gubernur DKI Jakarta, (orang-orang) Jakarta sementara berada dalam keadaan benar-benar genting karena virus corona.
Sederhananya, panik merupakan reaksi tiba-tiba, cepat, sangat berlebihan dan tidak wajar terhadap sesuatu yang datang dari luar diri; sesuatu tersebut (i) bisa berhubungan langsung atau pun tidak dengan diri sediri, (ii) bisa merupakan orasi dan narasi tentang, misalnya, menderita penyakit kritis, kehilangan anggota keluarga terdekat, teror dan terorisme, gempa, perang, wabah penyakit, dan lain sebagainya.
Reaksi tersebut, (akan) diikuti dengan cemas, jantung berdebar, nafas cepat dan tersenggal, atau pun kesulitan bernafas, banyak keluar keringat, lemas, pusing, bahkan pingsan. Selain itu, jika panik akibat mendengar orasi dan narasi serangan teror (di tempat lain), maka akan memunculkan ketakutan bahwa sebentar lagi dirinya mengalami bahaya atau malapetaka yang sama dengan di tempat lain.
Setelah itu, (sesudah 'serangan panik' tersebut), penderita mengalami ketakutan secara fisik dan psikologis, mudah curiga, serta tidak berinteraksi dengan orang lain dan dunia luar. Misalnya, jika panik akibat mendengar wabah penyakit, maka ia (akan) mengunci diri di kamar atau rumah; jika panik akibat berita teror, maka ia tak berani berada atau sendiri di area publik, dan seterusnya.
Sekitaran Universitas Indonesia, Depok Jawa Barat | Dua WNI terserang Virus Corona, sekali lagi hanya dua orang yang terserang corona tersebut, tinggal di Depok, Jawa Barat. Dua atau 2, tidak mencapai puluhan atau pun ratusan hingga ribuan. Mereka sudah ditangani secara intensif oleh Tim Medis yang dipersiapkan. Informasi terupdate, mereka telah dipulangkan ke rumahnya. Â
Timbul tanya, apakah kedua korban virus corona (dan telah ditangani Tim Medis) tersebut bisa membuat hampir 10 Juta warga DKI Jakarta menjadi panik atau pun seluruh masyarakt dari segenap penjuru Jakarta terperangkap di/dalam situasi genting? Jawaban pasti ada pada diri anda (yang sedang baca). Namun, menurut Gubernur DKI Jakarta, "Situasi Jakarta benar-benar genting;" sesuai narasi pada video yang tersebar luas.
Selain narasi Gubernur DKI Jakarta seperti itu, ada juga sejumlah sebaran meme, orasi, flyer yang bernada sejenis; bahkan di beberapa WA Grup, gorengan pahit pada wajan yang berisis virus corona semakin hangat dan seru. Dan, berujung pada irama dan nada rasis, benci, kebencian, serta ketidakpercayaan pada Pemerintah. Aneh khan ..... !
Akibat virus corona, di mana-mana, utamanya Negara-negara yang warganya menjadi korban, mereka menyatukan diri, satukan kekuatan , dan bersama-sama melakukan upaya-upaya agar 'menghabisi Si Corona.' Tapi, berbeda dengan yang terjadi di Indonesia. Di sini, justru pejabat dan politisinya, melakukan penyesatan dan pengecohan informasi, dan berdampak pada kepanikan publik.
Kepanikan publik tersebut, semakin jelas terlihat, misalnya (i) ketika sejumlah orang (dengan raut panik dan ketakutan) dua hari terakhir membanjiri toko-toko untuk membeli kebutuhan pokok, masker, dan lain sebagainya; (ii) penumpang transportasi massal menggunakan masker, (iii) orang-orang di area tertutup, seperti Kampus, Kantor, Sekolah, seakan tidak percaya pada kesehatan orang-orang sekitar, sehingga mereka pakai masker. Keadaan itu berlebihan? Entalah lah. Tapi, pastinya karena kepanikan, tidak sedikit orang yang antri untuk membeli kebutuhan pokok serta memakai masker.
Dari semunya itu, sangat jelas, pemicu kepanikan publik tersebut adalah orasi dan narasi yang  berasal dari pejabat publik, misanya Gubernur DKI Jakarta.
Orasi dan narasi tersebut, ditambah lagi dengan arus informasi (kadang ada yang tidak akurat dan valid) tentang virus corona melalui media penyiaran, utamanya TV, dengan intonasi 'menakutkan,' semakin menghantar publik pada sikon tak menentu, dan bahwa dirinya sudah tidak aman, mudah terserang, dan sebentar lagi 'giliran saya.'
Sikon tak menentu itulah menjadikan sejumlah orang berpikir dan bertindak tanpa pertimbangan, bahkan melakukan hal-hal yang tak semestinya dilakukan. Model seperti inilah, mereka sebetulnya telah menjadi 'korban tersembunyi' dari virus corona.Â
Sehingga ada yang menyebut bahwa korban virus corona di seluruh Dunia hanya mencapai, maksimal, 100.000 orang; dan yang meninggal langsung akibat penyakit sekitar 2-3 %. Tetapi, yang meninggal akibat panik dan ketakutan terhadap virus corona, bisa mencapai ratusan ribu atau jutaan orang.
Mengapa  bisa mencapai jumlah wah seperti itu? Hanya ada satu penyebab, yaitu panik atau kepanikan publik akibat orasi dan narasi yang tak bertanggungjawab.
Cukup lah
Opa Jappy | Indonesia Hari Ini
#Stopmenyerbutokountukbelikebutuhanpokok
#Stopanik
#Jakartabiasabiasasaja
#IndonesiaJanganPanik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H