Bogor, Jawa Barat | Setelah menolak pemulangan WN ISIS ex WNI, pemerintah RI, dengan berbagai pertimbangan, termasuk tanggungjawab moral kemanusiaan, masih mempunyai 'rencana' untuk mengembalikan anak-anak (usia 0-10 tahun dan yatim piatu) WN ISIState asal Indonesia ke Tanah Air. Itu baru rencana, dan bukan segera serta tidak merupakan prioritas; semuanya masih berproses.
Namun, walau baru berencana dan butuh proses, berbagai pihak sudah menanggapi hal tersebut, termasuk menolak atau tidak perlu memulangkan anak-anak tersebut. Dengan alasan bahwa anak-anak tersebut 'sudah dibentuk' menjadi eksekutor maut, algojo, dan penembak jitu. Bahkan, para penolak tersebut mempublikan (kembali) video-video dan narasi anak-anak ISIS dengan wajah garang, marah, memegang senjata, dan lain sebagainya.
Timbul tanya, apakah anak-anak yang terlihat di/pada video (yang beredar lagi) tersebut, kini masih berumur  antara 0 - 10 Tahun? Rasa-rasanya tidak. Itu juga bermakna, ada cukup banyak anak-anak dari WN ISIState asal Indonesia jelang dan pasca kehancuran ISIS; mereka inilah, mungkin bisa dipulangkan ke Tanah Air.
Namun, dibalik itu, apakah anak-anak tersebut masih murni atau belum 'dibentuk' menjadi sosok-sosok radikal seturut idiologi ISIS? Ada kemungkinan, mereka sudah dibentuk dan didoktrin sejak dini; tapi pembentukan itu terputus karena, misalnya kekalahan ISIS, orang tuanya tewas atau yatim piatu, dan kara serta terlantar di pengungsian.
Jika memang sikon aeperti itu, maka 'rencana' pemulangan anak-anak usia 10 tahun ke bawah tersebut, sebagai sesuatu yang baik dan benar. Dengan pertimbangan bahwa anak-anak itu masih bisa diperbaiki, dibimbing, dan dikembalikan ke 'jalan yang benar.' Upaya mengembalikan ke jalan yang benar itu, diperkuat dengan berberapa pertimbangan, antara lain
Anak-anak usia 0 - 10 (kadang hingga 12) tahun, mengalami dua tahap perkembangan iman yaitu intuitif dan mitis harafiah. Pada tahap itu, spitual dan religiusitas mereka terbentuk karena peran orang dewasa atau ayah-ibu, kakek-nenek, dan anggota keluarga lainnya yang serumah. Â Â
Tahap perkembangan iman Intuitif/Proyektif; terjadi hingga kira-kira berusia delapan tahun. Hal-hal religius yang mereka lakukan (atau tiru) berdasarkan apa yang didengar dan lihat dari contoh dan tindakan-tindakan orang lain. Memori dan kesadaran dirinya mulai timbul, dan kemampuan mengambil peran orang lain (empati). Mereka nyaris tidak bisa membedakan antara fakta dan fantasi, bahkan Tuhan pun diartikan secara harfiah. Tuhan atau Allah dipikirkan dalam istilah-istilah magis dan antropomorfis; misalnya, Tuhan seorang pria tua yang memiliki janggut yang dapat melakukan apa saja..
Tahap perkembangan iman Mitis-Harfiah; terjadi hingga kira-kira 10-12 tahun. Mereka sudah menyadari sebagai bagian dari komunitas iman atau religius; komunitas yang di dalamnya ada anggota keluarga besarnya atau orang dewasanya lainya. Dan, komunitas tersebut mempunyai ciri serta kesamaan, misalnya tradisi, agama, bahasa, perilaku, bahkan legenda-legenda. Iman mereka ada dan bertumbuh karena 'iman yang bergabung' atau sama seperti orang-orang dalam komunitas. Tindakan dan perbuatan yang mereka lakukan pun, jika merupakan perintah (atau paksaan dari) orang dewasa, maka selalu dihubungkan dengan atau sebagai keharusan religius atau pun ajaran iman. Dan, dan jika mereka lakukan, akan memunculkan kebanggaan, apalagi jika orang dewasa disekitarnya memberi apresiasi positip atau pun pujian.
Pertumbuhan dan Perkembangan
Umumnya, tahapan rentang hidup dan kehidupan seseorang terbagi
- masa pra-natal, dalam kandungan ibu
- masa bayi: kelahiran sampai akhir minggu ke dua,
- masa bayi: akhir minggu sampai akhir tahun kedua,
- awal masa kanak-kanak: 2 - 6 tahun hingga akhir masa kanak-Kanak: 6 sampai 10 - 12 tahun
- masa puber-pra remaja, 10-12 sampai 13 -14 tahun,
- masa remaja, 13-14 sampai 18 tahun,
- masa dewasa, 18- 40 tahun,
- usia pertengahan, 40-60 tahun,
- usia lanjut, 60 sampai meninggal.
Pada semua periode tersebut, harus terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang menyangkut, (i) aspek fisik; berhubungan dengan anggota tubuh, bertambah besar, berat badan, pertambahan usia, menjadi kuat, dan lain-lain; adanya rasa aman karena mendapat perhatian dan perlindungan fisik, (ii) aspek psikologis; adanya perkembangan dan kedewasaan kepribadian, berpikir, serta berani mengambil keputusan dan bertanggungjawab, (iii) aspek intelektual; adanya proses belajar sehingga mengalami pertambahan pengetahuan atau bertambah pintar; wawasan yang terbuka; adanya kemampuan matematis; bahasa; dan analisa, seni, dan lain-lain, (iv) aspek sosial; mempunyai interaksi sosial dengan orang lain; pergaulan dalam dan di luar kelompok; adanya kawan dan sahabat, dan seterusnya, dan (v) aspek spiritual; belajar mengenal Tuhan, serta tampilan hidup dan kehidupan etis yang baik, dan lain-lain, (beberapa bagian bersumber di sini).
Anak-anak di bawah usia 10 tahun, ada dalam kelompok awal masa kanak-kanak: 2 - 6 tahun hingga akhir masa kanak-Kanak: 6 sampai 10 - 12 tahun serta masa puber-pra remaja, 10-12 sampai 13 -14 tahun; artinya mereka ada dalam tahap iman yang 'masih terbentuk karena meniru' dan mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang (jika tanpa hambatan) sangat cepat.
Pada periode ini, utamanya 6-10 tahun, anak perempuan biasanya menjadi sosok yang sangat posesif dengan teman-temannya; bisa bersikap seperti orang lain, sahabat, atau keduanya di waktu yang bersamaan. Sedangkankan, anak laki-laki, mudah bergaul, akrab dengan anak yang memiliki kesukaan yang sama.
Jika mereka berada pada komunitas yang homogen, apalagi ada 'pemaksaan kegiatan yang sama,' maka hanya melakukan banyak kegiatan agar tetap (diterima atau termasuk) dalam atau bagian dari komunitas. Namun, di balik itu, mereka sering tertekan, tapi diam dan tak bisa protes, serta tak berdaya untuk keluar dari komunitas.
===
Nah. Jika memang benar pemerintah RI, berencana untuk membawa pulang mengembalikan anak-anak (usia 0 - 10 tahun dan yatim piatu) WN ISIState asal Indonesia ke Tanah Air, maka perlu suatu perencanaan yang holistik; serta melibatkan psikolog anak dan remaja, pembina religius khusus untuk anak-anak, dan sejumlah LSM yang bergerak pada area anak-anak.
Sebab, anak-anak (seandainya jadi dipulangkan) selama ini (atau masih di Timur Tengah) tersebut ada dalam kerterbatasan sosial, interaksi yang homogen, serta mengalami trauma psikologis yang multi kompleks, bahkan terlantar dan terlunta-lunta. Tapi, ada kemungkinan, beberapa di antara mereka justru menjadi terbiasa dengan ketidakteraturan hidup dan kehidupan.
Dalam keadaan ketikdakteraturan tersebut, jika dipindahpaksa ke tempat baru, maka satu dua hari, masih lemah dan pasrah; tapi setelah beberapa hari kemudian, mereka akan kambuh dan membrontak dengan alasan tak jelas. (Note: Jadi ingat beberapa rumah singgah untuk anak-anak jalanan di Jakarta; salah satu yang saya dan beberapa mahasiswa bentuk di area kumuh Pulo Gadung; tahun 2011 terpaksa dibubarkan karena relawan tak sanggup meneruskan. Itu terjadi karena adanya masalah psikologis yang kompleks anak-anak penyandang masalah sosial).
Dengan demikian, jika niat Pemerintah RI memulangkan anak-anak WNI ex ISIS yang berusia 0 - 10 tahun, maka ada baiknya juga perlu penyiapan Panti atau Rumah Singgah, yang di dalamnya sejumlah instansi bersama-sama menanganinya, termasuk KPAI dan Komnas Perempuan.
Selain itu, perlu edukasi publik (kepada Seluruh Rakyat RI), agar bisa menerima, bahkan mengadopsi, anak-anak yang yang sudah lulus dan lolos dari  Rumah Singgah tersebut. Sebab, ikuti kata-kata Gus Dur, mereka harus di-wong-kan atau kembali diorangkan sebagai bagian dari Rakyat, Bangsa,  dan Negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila.
Cukup lah
Opa Jappy | Indonesia Hari Ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H