Gondangdia, Menteng Jakarta Pusat | Beberapa hari terakhir, jagad maya Nusantara dihebohkan dengan narasi anak sholeh pada pembinaan Pramuka di DI Yogyakarta. Narasi, Â yang menurut saya, tidak bisa diterima akal sehat, sebab dilakukan oleh salah satu Pembina Pramuka.Â
Hal tersebut, mungkin saja tidak terekspos jika salah satu orang tua murid  SDN Timuran Yogya mempublikasikan melalui WA.
"Baru tau saya ada pembina pramuka yang ngasih pembinaan ke anak SD Negeri dengan mengajarkan tepuk rasis. Awalnya semua bernyanyi normal aja, lalu tiba-tiba ada salah satu pembina putri masuk dan ngajak anak-anak tepuk Islam. Saya kaget karena di akhir tepuk kok ada yel-yel "Islam Islam yes, kafir kafir No".
Perhatikan Video ini.
Dari Mana Sumber Narasi Anak Sholeh
Dari penelusuran jejak digital, narasi anak sholeh, sebetulnya berawal dari para pembinan PAUD, tapi tidak ditambahkan dengan kata-kata yang menunjukan pembedaan antara kafir dan bukan kafir. Ini adalah suatu bentuk bina iman ke/pada anak yang dilakukan sedini mungkin. Jadi, baik-baik saja.
Narasi anak sholeh tersebut, berdasar jejak digital, kemudian berubah atau ditambah dengan hal-hal baru; hal-hal baru yang bersifat skisma sosial atau berdamapak pemisahan berdasar sentimen atau perbedaan agama di area publik.
Narasi anak sholeh yang membedakan itu, muncul pada 29 Juli 2019 Mulya Idawati melalui kanal  Youtube, plus deskrispsi, "Tepuk anak sholeh... Aku anak sholeh... Rajin sholat... Rajin ngaji... Orang tua... Dihormati... Cinta islam... Sampai mati... Lhailahaillallah muhammadarrosulullah. Islam islam yes Kafir kafir no Surga surga yes Neraka neraka nooooo."Â
Tapi, agaknya tidak mendapat perhatian publik atau pun Youtuber, sehingga baru ratusan orang yang menoonton vidio tersebut. Nah, narasi seperti yang ada pada Vidio Mulya Idawati itulah yang muncul atau diajarkan Pembina Pramuka di SDN Timuran DIY.
Tanggapan Publik
Sejumlah kalangan menjadi tersentak setelah narasi tepuk Pramuka Anak Sholeh di DIY menjadi viral serta getar membahana ke mana-mana.Â
Beberapa pemerhati pendidikan yang saya hubungi, menyesali kejadian dan narasi seperti itu muncul pada kegiatan pembinaan Pramuka. Â Namun, apa mau dikata, narasi itu sudah berkembang sejak Juli 2019.
Model seperti itu, jika dibiarkan maka bisa menjadi akar pahit serta benih yang menumbuhkan pembeda antar sesama anak bangsa, selanjutnya bisa menghancurkan serta merusak hubungan hidup dan kehidupan manusia, bahkan menghancurkan peradaban.
Bagi saya, apa-apa yang dilakukan oleh Kakak Pembina tersebut, sangat tidak elok jika pada bina pramuka, ada kakak Pembina menularkan hal-hal yang tidak seharusnya ke adik binanya. Ini sangat berbahaya bagi bangunan kesatuan berbangsa dan bernegara, bahkan sangat bertolak belakang dengan Pancasila dan UUD 1954.
Solusinya?
Lalu, apa yang seharusnya dilakukan oleh para Pembina Pramuka dari tinggkat Nasional hingga daerah atau Kwarnas hingga Kwarcab?
Kemarin, melalui laman KANAL IHI, saya sampaikan bahwa
Jelas. Bahwa ada Pembina Pramuka, yang seharusnya menjadi teladan dalam membangun Toleransi, Saling Menghargai, Saling Menghormati, justru sebaliknya.
Dengan demikian, agar tidak terulang seperti di DIY, maka perlu evaluasi ulang terhadap para Pembina Pramuka di DIY, bahkan Seluruh Indonesia. Siapa tahu, case di SDN Timuran, DIY tersebut merupakan puncak Gunung Es.
Selain itu, perlu pembinaan terhadap para Pembina Pramuka, mereka, secara terencana atau pun spontan, mengajarkan hal-hal yang menyimpang dari 4 Pilar Utama Berbangsa dan Bernegara serta tidak menyampaikan narasi sentimen SARA.
Tapi, tidak selesai hingga di situ; ada baiknya Kwarcab DIY perlu meng-non-aktifkan Pembina Pramuka yang telah mengajarkan 'tepuk tangan anak sholeh' tersebut, serta melakukan bina berbangsa dan bernegara pada dirinya.
Semoga.
Opa Jappy | Indonesia Hari Ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H