Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Nasdem dan Surya Paloh Tidak (Mau) sebagai Oposisi

9 November 2019   14:40 Diperbarui: 18 Juni 2022   21:23 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nasdem

Nasdem, ketika muncul 1 Februari 2010 sebagai ormas benama Nasional Demokrat, ada sejumlah tokoh terkenal bersamanya; antara lain Siswono Yudo Husodo, Syamsul Ma'arif, dan Sultan Hamengku Buwono X.  Sebagai Ormas, Nasional Demokrat mengusung perubahan; perubahan menuju masa depan Indonesia yang lebih baik. 

Dengan narasi serta orasi yang diusung tersebut, para petinggi Nasdem, sebagai Ormas, berhasil menarik perhatian berbagai elemen masyarakat, terutama di berbagai wilayah yang jauh dari pusat kekuasaan. 

Sebagai ormas, Nasional Demokrat berumur pendek; kira-kira setahun kemudian, tepatnya 26 Juli 2011 Nasdem menjadi Partai Politik. Ketika sebagai parpol, ia menjadi atau bernama Partai Nasdem dan bukan 'Partai Nasional Demokrat,' (Note: Info terbatas menyatakan penggagas Nasional Demokrat tak setuju menjadi Parpol, sehingga mereka pun meninggalkan Nasdem). Partai Nasdem pun tumbuh kembang hingga kini dalam komando Surya Paloh.

Surya Paloh, sejak tahun 2013, menjadi pusat Partai Nasdem; ia pun meluncur dari pengusaha media menuju ke arasy elite politik Nasional. Tampilan dan orasi politik Nasdem, termasuk melalui iklan politik membahana (di Metro TV), membuat Nasdem meperoleh  8.402.812 atau 6,72 persen suara, dan dari suara itu, partai menguasai 36 kursi di Parlemen. Bukan itu saja; sejumlah kader Nasdem di Daerah berhasil menjadi Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, Wakil Walikota, serta ada di DPRD I dan DPRD II.

Sukses Nasdem, terulang di Pemilu 2019; Nasdem di 2019 meraih 12.661.792 suara (naik 9,05 persen dibandingkan 20140; jumlah kursi di parlemen menjadi 59 kursi. Serta, beberapa kader cerdas Nasdem menjadi menteri atau duduk di Kabinet.

Tentang Oposisi

Oppnere (Latin artinya menentang, menolak, melawan, menanti posisi, tersimpan); Opponere diinggriskan menjadi Opposition. Opposition (dan juga out of position) sederhananya adalah oposisi serta 'ada di luar posisi;' bisa juga bermakna sesuatu, seseorang, kelompok yang baik berada di luar.

Posisi atau berada di luar tersebut sebagai 'simpanan' atau 'cadangan' untuk menempati serta ditempatkan pada/di/dalam posisi sesuai kebutuhan. Jadi, sebetulnya oposisi tidak bermakna negatif atau pun sesuatu yang tak membangun.

Politik juga merupakan kegiatan (rencana, tindakan, kata-kata, perilaku, strategi) yang dilakukan politisi untuk mempengaruhi, memerintah, dan menguasai orang lain ataupun kelompok, sehingga pada diri mereka (yang dikuasai) muncul atau terjadi ikatan, ketaatan dan loyalitas (walaupun, yang sering terjadi adalah ikatan semu).

Dalam frame politik itulah, maka oposisi dimaknai sebagai kelompok (utamanya Politisi dan Partai Politik di Parlemen) yang tidak memiliki kekuasaan dan kedudukan di Pemerintah dan Pemerintahan (misalnya di Kabinet). Kemudian, oposisi hanya dimaknai sebagai orang, kelompok, Politisi, dan Parpol yang menentang dan mengkritik pendapat, kebijaksanaan, dan kebijakan politik pemerintah. Dengan itu, oposisi mengalami 'pengkerdilan' makna sebagai sikap asal kritik, menentang, dan melawan kebijakan pemerintah. 

Dokumentasi Kompas
Dokumentasi Kompas
Saat ini, di Jakarta, Partai Nasdem sementara sementara berkongres; ada ratusan atau mungkin lebih dari seribu orang kader Nasdem dari berbagai daerah, berkumpul di Jakarta untuk mengikuti Kongres tersebut.  Tentu saja, bisa dipastikan, peserta Kongres akan mengukuhkan kembali Surya Paloh sebagai pengendali utama Partai Nasdem; dan, ia pun tetap sebagai Ketua Umum.

Lalu, apa yang hendak dicapai atau obesesi politik Nasdem, khususnya Surya Paloh? Itu menjadi pertanyaan publik. Paling tidak, dengan 'sedikitnya wakil' Nasdem di Kabinet, plus Jaksa Agung bukan dari Nasdem, membuat Surya Paloh melakukan manuver politik, walau tidak diakui olehnya, sebagai pesan kepada Jokowi-Ma'arif bahwa dirinya (Paloh dan Nasdem) telah menciptakan 'jarak beda' dengan pemerintah.

Bahkan, beberapa waktu yang lalu, dengan sengaja, Paloh memperlihat kemesrann dengan sejumlah tokoh yang cenderung berseberangan dengan pemerintah. Ia pun pernah berujar bahwa, 'Biarkan Nasdem menjadi Oposisi.'

Semuanya itu, menurut Paloh, adalah sesuatu yang baik-baik saja, tak perlu dicurigai. Karena kedekatan dengan partai-partai di luar koalisi, seperti PKS, sebagai upaya menjaga hubungan baik dengan oposisi, dalam rangka menjaga keseimbangan pemerintah sambil mempertebal komitmen mendukung pemerintah.

Nah. Dengan pernyataan seperti itu, patuhkah Nasdem, khususnya Surya Paloh dicurigai sebagai tokoh yang beroposisi dengan pemerintah? Entahlah.

Agaknya, Surya Paloh telah melihat 'peluang Pasca Jokowi;' sehingga sejak dini, ia berupaya membangun perteman politik dengan siapa saja (dan siapa pun), termasuk merangkul mereka yang ada di luar kekuasaan. Pertemanan tersebut, nanti, pada masanya yang tepat, mungkin saja, akan menjadi koalisi strategis dalam rangka menuju RI 1 dan 2 pada Pilpres 2024. 

Walau seperti itu, Surya Paloh (dan Nasdem), tidak mau kehilangan kedekatan mereka dengan Presiden. Paloh pun berujar bahwa, "Karena ketika nanti ada ujian berat yang dihadapi presiden, jangan-jangan, hanya tinggal Nasdem yang bersama presiden."

Dengan demikian, apa pun yang sementara dibangun dan dilakukan oleh Surya Paloh (sebagai pribadi dan gerbong utama Nasdem) bisa dilihat seacara positip. Karena ia sementara memperkuat diri sebagai 'Salah Satu' pasca Jokowi; dan dengan itu ia (akan) menjadi 'Pusat Di Luar Kekuasaan,' walau bukan sebagai oposisi terhadap pemerintah.

Akhir kata, menurut saya, 'Jalan Paloh' seperti itu, tentu ada baiknya, sehingga menutup kemungkinan munculnya tokoh-tokoh atau orang-orang yang 'Bukan Empat Pilar' pada Pilpres 2024.

Opa Jappy | Indonesia Hari Ini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun