Dengan latar di atas, dan geniusnya para penyebar Agama-agama Semitis 'mengagamakan' unsur-unsur budaya masyarakat; menurut tuturan, ketupat pun oleh Sunan Kalijaga dijadikan ikon pada waktu perayaan Idul Fitri.
Dengan itu, maka mudah dipahami bahwa ketupat menjadi identik dan salah satu identitas Idul Fitri; sebab, Tanpa Ketupat, Lebaran Tidak Ramai.
Tapi, ketupat Idul Fitri bukan sekedar Tanpa Ketupat, Lebaran Tidak Ramai; bukan juga sekedar Ngaku Lepat dan Laku Papat, namun lebih dari itu.
Ketupat (membuat, mengirim, dan menerima ketupat) pada waktu Idul Firi dimaknai sebagai simbol kebersamaan, memberi dan menerima maaf, serta kasih sayang. Misalnya, ketika seseorang berkunjung ke rumah kerabatnya, dan disuguhkan ketupat dan diminta untuk memakannya. Jika, ketupat tersebut dimakan, maka segala kesalahan, terhapus.
Nah.
Jika kemarin, hari ini, dan (nanti) pada hari-hari setelah Hari Ini, kita, anda, dan saya, (banyak) makan ketupat; apakah hanya sekedar makan?
Mungkin ya atau benar. Bahwa kita, anda, dan sekedar makan ketupat tanpa pahami kekayaan makna yang terkandung di dalamnya.
So, jangan cuma Berketupat, Ngaku Lepat, dan Laku Papat pada Idul Fitri, tapi lakukan itu sepanjang hidup dan kehidupan.
###
Atas Nama Semua Jajaran Komunitas Indonesia Hari Ini dan Gerakan Damai Nusantara, Saya Mengucapkan Selamat
Merayakan Idul Fitri 1440 H