Ini menarik. Tahun 2014, setelah Prabowo kalah di MK, dan muncul kerusuhan lokal di Jakarta, Eggi dengan jumawa, menyatakan memilih jalan revolusi. Tapi, hingga hari ini, 'Revolusi Eggi' tersebut, tidak pernah terjadi.
Kini, 2019, ungkapan perang, dimunculkan lagi; ungkapan yang sama juga disampaikan oleh seseorang nun jauh di seberang lautan, dan beberapa tokoh lainnya, termasuk Amin Rais dan Eggi Sudjana dengan people powernya.
Namun, walau ada ungkapan perang yang berlapis-lapis dan petinggi BPN adalah purnawirawan Jenderal TNI, saya yakin, seruan perang tersebut adalah sesuatu yang asbun dan omdo atau asal bunyi dan omong doang.
Alasannya sederhana, (i) Prabowo dan mantan militer di sekitarnya tidak memiliki kemampuan persenjataan untuk perang, (ii) Jokowi masih sebagai Presiden RI, yang mempunyai tantawi komando ke TNI dan Polri untuk menghancurkan pembrontakan, (iii) jika Prabowo dan pendukungnya menggunakan anggota Ormas dan Parpol untuk perang, maka itu sama saja dengan bunuh diri massal, (iv) jika benar-benar ada perang dari Prabowo cs, maka seluruh rakyat Indonesia, (akan) serentak bergerak untuk menghancurkan mereka.
##
Berdasar semuanya itu, narasi menang, curang, dan perang dari Prabowo (tanpa Sandi Uno) dan pendukungnya, hanyalah upaya orang-orang kalah yang melakukan penyesatan publik dan menakutkan rakyat.
Mereka hanya bisa berseru nyaring, tapi tiada kekuatan untuk bertindak; dan saya pun setuju dengan Prof Sahetapy bahwa, "Mereka berbicara seperti ayam tanpa kepala."
Opa Jappy | Indonesia Today
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H