Pertemuan Ulama pendukung pasangan Capres/Cawapres Prabowo-Sandi sudah selesai. Pertemuan yang disebut sebagai Ijtimak Ulama  dan Tokoh tersebut menghasilkan beberapa rekomendasi, yaitu
- Menyimpulkan bahwa telah terjadi berbagai kecurangan dan kejahatan yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif dalam proses pemilu 2019.
- Mendorong dan meminta kepada Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi untuk mengajukan keberatan melalui mekanisme legal prosedural tentang terjadinya berbagai kecurangan dan kejahatan yang terstruktur, sistematis dan masif dalam proses pilpres 2019.
- Mendesak Bawaslu dan KPU untuk memutuskan pembatalan/diskualifikasi paslon capres cawapres 01.
- Mengajak umat dan seluruh anak bangsa untuk mengawal dan mendampingi perjuangan penegakan hukum dengan cara syar'i dan legal konstitusional dalam melawan kecurangan dan kejahatan serta ketidakadilan termasuk perjuangan/diskualifikasi paslon capres cawapres 01 yang melakukan kecurangan dan kejahatan dalam pilpres 2019.
- Memutuskan bahwa perjuangan melawan kecurangan dan kejahatan serta ketidakadilan adalah bentuk amar makruf nahi munkar, konstitusional dan sah secara hukum demi menjaga keutuhan NKRI dan kedaulatan rakyat.
Hasil tersebut mendapat tanggapan beragam. Hari ini, utamanya di Media Sosial, publik seakan melupakan Hari Pendidikan Nasional, mereka lebih fokus berkomentar atau pun menanggapi rekomendasi Ulama Pro Prabowo tersebut.
Saya pun tak mau ketinggalan; sebab, siang tadi, seorang rekan guru besar dari Bandung, mengirim tulisan yang ia dapat melalui pesan WA.
Tulisan tersebut, secara singkat tentang narasi utama Prabowo (tanpa Sandi Uno) dan para pendukungnya, yaitu menang, curang, dan perang. Faktanya, pada setiap kesempatan, Prabowo, BPN, dan utamanya para politisi PAN, khususnya lingkaran pengaruh Amin Rais, juga menyatakan hal yang sama.
[Note: Uniknya, suara nyaring tentang menang, curang, perang tersebut, hanya datang dari BPN, Prabowo, Amin Rais dan 'PAN klan Amin Rais,' GPMF, Eggi Sudjana; minus Sandi Uno, PKS dan Demokrat. Untuk mengetahui alasannya, perlu telaah tersendiri].
Narasi menang yang diungkapkan oleh Prabowo, sekitar dua hari pasca Pilpres, (katanya berdasar exit poll, quick count, real count internal Gerindra) Prabowo telah menyatakan diri menang serta telah menjadi Presiden untuk seluruh rakyat Indonesia.
Kemudian, dilanjutkan dengan deklarasi kemenangan hingga empat kali; berlanjut dengan adanya edaran dari BPN kepada relawan dan pendukung di semua daerah agar melakukan syukur kemenangan.
Dengan demikian, narasi kemenangan, yang sepihak, tersebut hanya merupakan penyebaran hoaks serta bentuk penyesatan publik.
Narasi curang, cukup jelas di sini. Agaknya yang terjadi adalah, pendukung Capres/Cawapres 02 yang berbuat curang; namun untuk menutupi kecurangan tersebut, mereka menuduh serta menuding pihak lain.
Narasi perang. Narasi ini, pertama kali dimunculkan oleh Amin Rais pada puteran kedua Pilpres 2014. Pada waktu itu, Amin Rais menyatakan perlawanan terhadap Jokowi-JK sebagai Perang Badr; perang pada masa lalu di Jazirah Arab, era Nabi Muhammad.