Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Prabowo Meniru Trump, Jokowi Meniru Obama

12 Desember 2018   18:55 Diperbarui: 12 Desember 2018   19:22 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentang Politik

Secara sederhana, politik berarti seni pemerintah memerintah; ilmu memerintah; cara pengusaha menguasai. Makna politiknya semakin dikembangkan sesuai perkembangan peradaban dan meluasnya wawasan berpikir.

Politik tidak lagi terbatas pada seni memerintah agar terciptanya keteraturan dan ketertiban dalam masyarakat polis; melainkan lebih dari itu. Dengan demikian, politik adalah kegiatan [rencana, tindakan, kata-kata, perilaku, strategi] yang dilakukan oleh politisi untuk mempengaruhi, memerintah, dan menguasai orang lain ataupun kelompok, sehingga pada diri mereka [yang dikuasai] muncul atau terjadi ikatan, ketaatan dan loyalitas [walaupun, yang sering terjadi adalah ikatan semu; ketaatan semu; dan loyalitas semu].

Lengkapnya, KLIK

Tentang Kegiatan Kampanye

Dengan itu, kampanye, bisa terjadi atau dilakukan pada semua bidang, utamanya kegiatan yang bersifat mempengaruhi orang lain untuk memilih seseorang, kelompok, atau hasil produksi tertentu. Demikian juga (yang terjadi) pada Pilpres RI tahun 2019, semua calon presiden dan wakil presiden (akan) melakukan kampanye tertutup (dalam/di ruangan) dan terbuka atau area terbuka yang tanpa batas.

Isi atau muatan dalam/di pada waktu kampanye pun, wajib berisi sejumlah visi, misi, program, janji politik, dan lain sebagainya yang bersifat (upaya) menarik perhatian, mempengaruhi, dan menjadikan orang lain tertarik (dan juga memilih) orang (dan visi, misi, program, dan janji) yang dikampanyekan atau ditawarkan. Itu yang seharusnya.

Lengkapnya: Klik

Jokowi Meniru Gaya Obama 

Barack Obama, mantan orang nomor satu di AS ini, belum hilang dari ingatan publik dunia, termasuk Indonesia. Banyak orang melihat dia sebagai 'sosok minoritas,'  yang berhasil tampil ke puncak kekuasaan AS. Namun, mereka sering lupa bahwa Obama bisa mencacapai kedudukan tersebut, melalui perjuangan dan proses (pendidikan, politik, berorganisasi, bermasyarakat) yang  bertahap dan cukup lama; ia tidak muncul tiba-tiba dari hamparan kosong.

Tampilan dan perilaku Obama di pentas untuk merebut kursi Presiden AS, tak lepas dari dukungan parpol, publik, dan komunitas di mana ia ada dan dibesarkan, termasuk peran keluarga inti (isteri dan anaknya), dan saudara-saudaranya. Dan, tak dapat disangkal bahwa peran keluarga, dalam artian isteri dan anak, sangat membantu serta menarik perhatian publik Amerika Serikat.

Oleh sebab itu, sejak pertama tampil dalam percaturan politik di Amerika Serikat, Obama selalu mengajak serta istri dan kedua anaknya. Sehingga yang terjadi adalah isteri dan anak-anak Obama sebagai bagian dari supporter yang tak terpisahkan. Maka terciptalah citra "relationship goal" ala Barack Obama yang nyatanya laris manis dan mendongkrak publikasi profilnya sebagai "familyman" berkeluarga harmonis, (meminjam kata-kata dari Hanni Sofia, dari Antara).

Obama memperlihatkan kepada publik AS, bahwa dirinya adalah sosok suami, ayah, dan orang tua, yang walau sangat sibuk dengan politik, namun tetap penuh cintak, kasih sayang pada istrinya, bersih dari skandal, bakan mengayomi anak-anaknya. Sekaligus, menunjukkan sebagai 'inilah American Family;' dan contoh ideal untuk semua keluarga Amerika, dari bangsa atau pun etnis apa pun.

Bahkan, walaupun Obama selalu menampilkan isteri dan anak-anaknya di hadapan publik (termasuk para pengusaha) AS, tapi tidak ada satu pun catatan bahwa terjadi KKN (pada bidang sosial, ekonomi, dan politik) yang melibat keluarga Obama. Obama adalah Presiden, namun isteri dan anak-anaknya adalah 'rakyat biasa' di AS, bukan politisi, penguasa, dan pengusaha.

Sepertinya, proses menjadi pemimpin pada diri Obama, hampir mirip dengan apa yang terjadi pada diri Joko Widodo, sekarang Presiden RI, dan juga Calon Presiden RI pada Pilpres 2019. Ada proses panjang yang Jokowi lewati; bahkan Jokowi pun tidak tahu bahwa, sejak menjadi Walikota Solo, ia telah 'diteropong' oleh sejumlah besar Elite Nasional, dan mempersiapkannya sebagai Presiden RI.

Hal tersebut, saya ketahui ketika ikut dalam beberapa pertemuan terbatas bersama sejumlah tokoh sipil dan militer (aktif dan pensiun) dalam rangka mendukung Jokowi agar menjadi Presiden RI berikutnya. Paling tidak, rekam jejak Jokowi, semenjak ia belum menjadi 'apa dan siapa-siapa,' bersih dari skandal politik, KKN, dan lain sebagainya.

Gaya membawa isteri dan anak-anak ke hadapan publik dari Obama itulah, yang kini ditiru oleh Ir. Joko Widodo, sekaligus meyakinkan publik bahwa dirinya 'pemimpin yang hebat,' di rumah untuk keluarga dan anak-anak. Jokowi secara sengaja telah memperlihatkan betapa urusan keluarga, juga menjadi perhatiannya, dan tidak membiarkan berjakan secara otopilot atau otomatis.

Bahkan, akhir-akhir ini, setelah memiliki cucu, Jokowi tak segan membawa serta semua anggota keluarganya di depan kamera, bahkan kini sang istri, Iriana Joko Widodo, yang pada awal kemunculannya terlihat canggung pada media terlihat semakin rileks menjawab pertanyaan wartawan. Seakan, memproklamirkan bahwa ia telah memiliki semuanya, cucu perempuan sudah, cucu laki-laki sudah, hingga usaha semua anaknya kini bisa membanggakannya.

Bisa saja, apa yang disuguhkan Jokowi kepada publik tersebut, sebagai sosok yang sempurna dalam membangun keluarga. Sebab, banyak orang percaya bahwa mereka yang sukses dalam membina keluarganya punya kecenderungan lebih meyakinkan untuk menjadi seorang pemimpin.

Lebih dari itu, mungkin juga meniru Obama, Jokowi menjauhkan kedua anak lelakinya, Gibran dan Kaesang, bermanuver dengan caranya masing-masing; Jokowi tidak 'membangun dan membuka jalan toll' kepada mereka sehingga mencapai sukses usaha atau ekonomi, atau lainnya. Bahkan menurut Jokowi, Kaesang dan Gibran, sama sekali belum memiliki "feeling" untuk terjun ke dunia politik.

Prabowo Meniru Donald Trump

Donald Trump, Eyang Kakung yang lahir pada 14 Juni 1946 ini, lahir di/dalam keluarga kaya raya, paduan Jerman dan Skotlandia. Ia membangun bisnis tanpa kolusi dan nepotisme, pada bidang property, jasa keuangan, hingga perjudian; dilanjutkan dengan mencoba nasib sebagai politisi dan bergabung dengan partai politik.

Namun, parpol sebelumnya tidak bisa mampun mendorong Trump sebagai presiden AS; namun, ketika tahun 2015, ia bergabung dengan Partai Republik AS, kesempatan terbuka baginya. Ia pun lolos sebagai calon presiden AS, dan dalam Konvensi Nasional Partai Republik tahun 2016, Donald Trump dicalonkan sebagai calon presiden AS.

Dengan semboyan "Make America Great Again" Donald Trump memunculkan simbol imperium yang kuat. Dilanjutkan dengan pernyataan-pernyataan yang kontroversial dan menarik perhatian publik; dan terlihat bahwa semakin kontraversial, maka meyakinkan pendukungnya bahwa dirinya adalah pemimpin yang tegas, tidak peduli apa kata lawan politiknya, otentik meskipun tidak orisinil, dan gagah berani.

Bahkan, tak jarang, Trump menggunakan isu-isu agama (utamanya, memberi angin segar kepada Kristen Fundamentalis AS, Pro Yudaisme, anti imigran; mereka adalah yang cukup berpengaruh di area publik AS), kebesaran dan keutamaan Amerika, sangat membuat reaksi publik, termasuk media, pengamat, hingga masyarakat luas.

Apa-apa yang Trump sampaikan itu, bagi publik Amerika 'masih ada bibit pure American yang sudah lama terpendam,' terangsang untuk muncul dan tumbuh subur. Mereka melihat Trump sebagai 'harapan baru Amerika;' dan akibatnya ia semakin populer; populer karena asal bunyi dan pernyataan bombatis, tidak masuk akal, dan melawan akal sehat.

Gaya politik (dan kampanye) Trump itulah yang sementara diterapkan oleh Prabowo Subianto. Dengan slogan Make Indonesia Great Again, dengan jelas memperlihatkan kemiripan dan kesamaan antara Prabowo dan Donald Trump. Dengan pola yang sama dan sebangun, Prabowo menebarkan cara-cara layaknya yang Donald Trump pernah lakukan, yakni dengan meyakinkan publik bahwa pemerintahan bisa lebih baik dan lebih kuat di tangannya kelak.

Bahkan Prabowo tak segan-segan menyampaikan pernyataan kontroversi, yang publik tak pernah dengar sebelumnya. Bahkan, pada beberapa kesempatan, Prabowo justru 'merendahkan' etnis, profesi, dan juga mengkritisi pemerintah dengan data-data yang sangat salah dan tidak mendasa. Bisa dikatakan, tiada hari tanpa ucapan kontraversi dari Prabowo. Sebagaimana Prabowo, pun senada yang dilakukan cawapresnya, Sandiaga Uno yang kerap membuat peristilahan yang kontroversi sekaligus fenomenal, seperti tempe setipis kartu ATM.

##

Nah. Itulah kedua Calon Presiden RI yang sementara tebar pesona di hadapan publik Negeri ini; dua-duanya menggunak cara-cara yang unik, dan ada lebih serta kurangnya. Dua-duanya sementara membangun citra agar pemilih tidak memilih berdasarkan emosi politik, ikut-ikutan, sekadar mengikuti arus, atau bahkan lantaran provokasi politik, bahkan politik uang. Saya pun setuju dengan mereka.

Namun, dan sayangnya, Prabowo lupa bahwa Trump Style yang ia tiru, tidak pas dengan kultur sosial dan politik Indonesia. Dengan semboyan Make Indonesia Great Again, maka Indonesia mana yang akan 'di-again' oleh Prabowo? Jika melompat ke masa lalu, maka apakah era Sriwijaya, Singosari, Majapahit, dan kerajaan-kerajaan masa lalu di Nusantara? Mereka atau Kerajaan-kerajaan tersebut adalah 'Giant dan Great' yang pernah ada di Nusantara. Itu kah maksud Prabowo?

Juga, agaknya Prabowo juga lupa bahwa peran kalangan fundamentalis agama di Indonesia, tidak sebesar (di) Amerika Serikat, plus ada banyak politisi dan penguasa, pengusaha yang Pro Yudaisme. Tapi, di Indonesia, dengan mengganden kalangan fundemtalis agama (bahkan radikal dan intoleran), serta ormas anti pemerintah, justru menjadi hal yang kontra produktif atau tidak menguntungkan Prabowo.

Dengan demikan melalui semboyan Make Indonesia Great Again, justru Prabowo membawa publik Nusantara ke arah yang tak jelas; dan seakan ingin menyatakan bahwa, "Saat ini, Indonesia itu nihil dan tiada apa-apanya." Jelas, Prabowo sementara merendahkan segenap rakyat dan bangsa Indonesia.

Sedangkan Jokowi; pada kampanyenya, ia tidak tampil beda, namun tetap natural, apa adanya, seakan seperti air sungai yang mengalir ke laut. Ia menyampaikan data dan fakta, dan membiarkan publik secara bebas melihat, menafsir, memahami, mengerti melalui (dan dalam) kekurangan serta kelebihan cara pikirnya.

Pada konteks itu pun, pada setiap kesempatan, Jokowi merelakan dirinya dijamah, disentuh orang banyak di sekitarnya; bahkan, tanpa takut hadir di area yang berbahaya dan menakutkan. Mungkin saja, jika Jokowi bukan Petahana, maka ia akan lebih merdeka mendekatkan diri ke para pemilih, tanpa pengawal apa pun; dan pastinya ia tetap dijaga dan terjaga keselamatannya.

Lalu, siapa yang (akan) dipilih oleh rakyat Indonesia pada Pilpres RI Tahun 2019, Jokowi atau Prabowo?

Kini, publik masih disuguhi aneka macam cara 'tebar pesona' dari kedua calon presiden; namun pastinya, sudah ada pilihan dalam hati masing-masing. Oleh sebab itu, jika apa yang tersimpan dan terpilih dalam hati itu selah, maka dengan perjalanan waktu, bisa berganti ke sosok yang pas, tepat, benar, untuk Bangsa dan Negara.

Karena masing-masing orang di setiap era dan tempat pasti berbeda selera. Waktu yang akan menjawab segalanya.

Opa Jappy | Relawan Indonesia Hari Ini Memilih Jokowi - IHI MJ

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun